Diaspora Jepang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Orang Jepang
Jumlah populasi
c. 126 juta
Daerah dengan populasi signifikan
Jepang 122,0 juta[1]
Diaspora Jepang signifikan di:
Brasil2.000.000[2] (2022)
Amerika Serikat1.550.875[3] (2020)
Kanada129.425[4] (2021)
Filipina120.000[5][6][butuh sumber yang lebih baik]
Peru103.182[7] (2021)
China102.066[8] (2022)note
Australia94.942[8] (2022)note
Mexico86.143[9] (2022)
Thailand78.431[8] (2022)note
Argentina76.440[10] (2020)
Inggris65.022[8] (2022)note
Jerman42.266[8] (2022)note
Korea Selatan41.717[8] (2022)note
Perancis36.104[8] (2022)note
Singapura32.743[8] (2022)note
Malaysia24.545[8] (2022)note
Vietnam21.819[8] (2022)note
Taiwan20.345[8] (2022)note
Micronesia20.000[11][butuh sumber yang lebih baik] (2018)
Bahasa
Jepang
Agama
Terutama, dalam konteks tradisi/budaya, percampuran Shinto dan Buddhisme; minoritas Kekristenan dan agama lain[12][13][14]
Kelompok etnik terkait
Orang Ainu · Orang Ryukyu

^ Catatan: Untuk negara ini, hanya menampilkan jumlah penduduk dengan kewarganegaraan Jepang, karena jumlah orang Jepang naturalisasi dan keturunannya tidak diketahui.

Orang Jepang (Jepang: 日本人, Hepburn: Nihonjin) adalah sebuah kelompok etnik Asia Timur yang berasal dari kepulauan Jepang.[15][16] Orang Jepang membentuk 97,6% populasi negara Jepang. [1] Di seluruh dunia, 126 juta orang merupakan keturunan Jepang, menjadikan mereka salah satu kelompok etnik terbesar. 122,0 juta orang Jepang adalah penduduk Jepang,[1] dan ada 4 juta anggota diaspora Jepang, dikenal sebagai Nikkeijin (日系人).[17]

Dalam beberapa konteks, istilah "orang Jepang" mungkin digunakan secara khusus merujuk kepada (Yamato-minzoku) dari Jepang daratan; dalam konteks lain istilah itu mungkin mencakup kelompok lain yang berasal dari kepulauan Jepang, seperti orang Ryukyu (Ryūkyū-minzoku), yang memiliki ikatan dengan orang Yamato tetapi umumnya dianggap berbeda, dan orang Ainu (Ainu-minzoku).[18] Dalam beberapa dekade terakhir, ada kenaikan jumlah orang dengan akar Jepang dan non-Jepang, seperti orang setengah Jepang.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Teori asal usul[sunting | sunting sumber]

Shakōki-dogū (遮光器土偶) (1000–400 BC), arca "tipe bermata melotot". Tokyo National Museum

Bukti arkeologis yang mengindikasikan bahwa orang Zaman Batu tinggal di kepulauan Jepang selama periode Palaeolithic dari 39.000 hingga 21.000 tahun yang lalu.[19][20] Jepang dulu terhubung dengan Asia daratan oleh setidaknya satu jembatan darat, dan pemburu-pengumpul nomadik menyeberang ke Jepang. Perkakas batu api dan peralatan dari tulang dari zaman ini telah digali di Jepang.[21][22]

Pada abad ke-18, Arai Hakuseki menyarankan bahwa perkakas batu kuno di Jepang ditinggalkan oleh Shukushin. Kemudian, Philipp Franz von Siebold berpendapat bahwa orang Ainu adalah penduduk asli di Jepang bagian utara. [23] Iha Fuyū menyarankan bahwa orang Jepang dan Ryukyu mempunyai asal usul etnik yang sama, berdasarkan penelitiannya tahun 1906 terhadap rumpun bahasa Ryukyu.[24] Di periode Taishō, Torii Ryūzō mengklaim bahwa orang Yamato menggunakan tembikar Yayoi dan Ainu menggunakan tembikar Jōmon.[23]

Setelah Perang Dunia II, Kotondo Hasebe dan Hisashi Suzuki mengklaim bahwa asal usul orang Jepang bukan pendatang di periode Yayoi (300 SM – 300 M) tetapi orang-orang di periode Jōmon.[25] Namun, Kazuro Hanihara mengumumkan teori percampuran rasial baru pada tahun 1984[25] dan "model struktur ganda" pada tahun 1991.[26] Menurut Hanihara, garis keturunan orang Jepang modern dimulai dengan orang Jōmon, yang berpindah ke kepulauan Jepang selama zaman Palaeolithic, dilanjutkan dengan gelombang imigrasi kedua, dari Asia Timur ke Jepang selama periode Yayoi (300 SM). Setelah ekspansi populasi pada zaman Neolithic, para pendatang ini pada suatu saat menemukan jalan ke kepulauan Jepang selama periode Yayoi. Akibatnya, pergantian pemburu-pengumpul adalah hal yang umum di wilayah Kyūshū, Shikoku, dan Honshū bagian selatan, tetapi tidak begitu menonjol di pulau-pulau sekitarnya, Okinawa dan Hokkaidō, dan orang Ryukyu dan Ainu menunjukkan karakteristik percampuran. Mark J. Hudson mengklaim bahwa citra utama etnik orang Jepang secara biologis dan bahasa terbentuk dari 400 SM hingga 1.200 M.[25] Saat ini, teori yang paling dipercaya adalah orang Jepang saat ini tercipta dari penanam padi Yayoi dan beragam etnisitas periode Jōmon.[27] Namun, beberapa studi baru-baru ini berpendapat bahwa orang Jōmon memiliki keberagaman etnik lebih banyak daripada yang awalnya disarankan[28] atau bahwa orang-orang di Jepang memiliki warisan genetik yang besar dari tiga populasi kuno, daripada hanya dua.[29][30]

Periode Jōmon dan Yayoi[sunting | sunting sumber]

Beberapa potongan tembikar tertua dunia yang diketahui dikembangkan oleh orang Jōmon pada periode Upper Palaeolithic, berasal dari sejauh-jauhnya 16.000 tahun. Nama "Jōmon" (縄文 Jōmon) berarti "bermotif kabel", dan berasal dari tanda karakteristik yang ditemukan pada tembikar. Orang Jōmon sebagian besar pemburu-pengumpul, tetapi juga mempraktikkan pertanian awal, seperti budidaya kacang Azuki. Setidaknya satu situs Jōmon menengah-ke-akhir (Minami Mizote (南溝手), c. 1200–1000 SM) menampilkan pertanian menumbuhkan padi zaman purba, mengandalkan terutama pada ikan dan kacang-kacangan untuk memperoleh protein. Akar etnik dari populasi periode Jōmon adalah heterogen, dan berasal dari Asia Tenggara kuno, dataran tinggi Tibet, Taiwan kuno, dan Siberia.[27][31][32]

Dimulai sekitar 300 SM, orang Yayoi yang berasal dari Asia Timur Laut memasuki pulau-pulau Jepang dan menggantikan atau bercampur baur dengan orang Jōmon. Orang Yayoi membawa pertanian padi basah dan teknologi perunggu dan besi yang canggih ke Jepang. Sistem sawah yang lebih produktif memberikan kesempatan masyarakat untuk memperbanyak populasi dan lama kelamaan menyebar, pada gilirannya menjadi dasar bagi lembaga lebih maju dan menandakan peradaban baru periode Kofun berikutnya.

Estimasi populasi di Jepang pada akhir periode Jōmon adalah sekitar delapan ratus ribu, dibandingkan dengan tiga juta pada periode Nara. Mempertimbangkan jumlah pertumbuhan masyarakat berburu dan bertani, diperkirakan satu setengah juta imigran pindah ke Jepang pada periode tersebut. Menurut beberapa studi, orang Yayoi menciptakan "masyarakat hierarki Jepang".[33][34]

Periode konsolidasi dan feodal[sunting | sunting sumber]


Periode kolonial[sunting | sunting sumber]

Lokasi Kekaisaran Jepang

Selama periode kolonial Jepang dari 1895 hingga 1945, frasa "orang Jepang" digunakan tidak hanya merujuk kepada penduduk kepulauan Jepang, tetapi juga orang-orang dari koloni yang memegang kewarganegaraan Jepang, seperti orang Taiwan dan orang Korea. Istilah resmi yang digunakan untuk menyebut etnik Jepang selama periode ini adalah "orang pedalaman" (内地人, naichijin). Perbedaan bahasa seperti itu memfasilitasi asimilasi paksa terhadap identitas etnik yang dijajah ke dalam identitas Kekaisaran Jepang yang tunggal.[35]

Setelah berakhirnya Perang Dunia II, Uni Soviet mengkategorikan banyak orang Nivkh dan orang Orok dari Sakhalin bagian selatan, yang menjadi subjek kekaisaran Jepang di Prefektur Karafuto, sebagai orang Jepang dan memulangkan mereka ke Hokkaidō. Di sisi lain, banyak orang Korea Sakhalin yang memegang kewarganegaraan Jepang hingga berakhirnya perang berakhir tanpa kewarganegaraan akibat pendudukan Uni Soviet.[36]

Bahasa[sunting | sunting sumber]

Bahasa Jepang adalah sebuah bahasa Japonik yang berkerabat dengan bahasa-bahasa Ryukyu dan diperlakukan sebagai sebuah bahasa isolate di masa lalu. Bentuk bahasa paling awal yang berhasil dibuktikan, bahasa Jepang Kuno, berasal dari abad ke-8. Fonologi bahasa Jepang dicirikan dengan relatif sedikit jumlah fonem vokal, banyak geminasi dan sistem aksen nada yang berbeda. Bahasa Jepang modern memiliki tripartite sistem penulisan menggunakan hiragana, katakana dan kanji. Bahasa itu memiliki kata asli Jepang dan banyak jumlah kata yang diturunkan dari bahasa Tionghoa. Di Jepang tingkat melek huruf orang dewasa dalam bahasa Jepang melebihi 99%.[37] Lusinan dialek bahasa Jepang dituturkan di wilayah-wilayah Jepang. Untuk saat ini, bahasa Jepang dikategorikan sebagai anggota rumpun bahasa Japonik atau sebagai bahasa isolate tanpa kerabat hidup yang diketahui jika bahasa Ryukyu dihitung sebagai dialek.[38]

Agama[sunting | sunting sumber]

Sebuah festival Shinto di Miki, Hyogo

Agama Jepang secara tradisi bersifat sinkretis, menggabungkan elemen Buddhisme dan Shinto (Shinbutsu-shūgō).[39] Shinto, agama politeistik tanpa kitab atau kanon agama, adalah agama asli Jepang. Shinto adalah salah satu syarat dasar bagi keluarga kekaisaran Jepang untuk berkuasa dan dikodifikasi sebagai agama resmi negara pada tahun 1868 (Shinto Negara), tetapi dihapuskan oleh pendudukan Amerika Serikat pada tahun 1945. Buddhisme Mahayana tiba di Jepang pada abad keenam dan berkembang ke dalam banyak sekte berbeda. Saat ini, bentuk Buddhisme terbesar di antara orang Jepang adalah sekte Jōdo Shinshū yang didirikan oleh Shinran.[40]

Mayoritas besar orang Jepang mengaku mempercayai Shinto dan Buddhisme.[41][42][43] Agama orang Jepang sebagian besar berperan sebagai fondasi mitologi, tradisi dan aktivitas terkait lingkungan, daripada sumber tunggal yang memandu moral dalam kehidupan seseorang.[butuh rujukan]

Proporsi signifikan anggota diaspora Jepang mempraktikkan Kekristenan; 60% orang Jepang Brasil dan 90% orang Jepang Meksiko beragama Katolik Roma,[44][45] sementara 37% orang Jepang Amerika beragama Kristen (33% Protestan dan 4% Katolik).[46]

Sastra[sunting | sunting sumber]

Boneka bisque Momotarō,
karakter dari sastra dan folklor Jepang

Genre tulisan tertentu berasal dari dan sering diasosiasikan dengan masyarakat Jepang. Genre itu adalah haiku, tanka, dan I Novel, meskipun penulis modern biasanya tidak menggunakan gaya penulisan seperti ini. Dalam sejarah, banyak karya yang berupaya menangkap atau mengkodifikasi nilai-nilai dan estetika budaya tradisional Jepang. Beberapa yang terkenal adalah The Tale of Genji oleh Murasaki Shikibu (1021), tentang budaya pengadilan Heian; The Book of Five Rings oleh Miyamoto Musashi (1645), tentang strategi militer; Oku no Hosomichi oleh Matsuo Bashō (1691), buku perjalanan; dan esai "In Praise of Shadows" oleh Jun'ichirō Tanizaki (1933), yang membandingkan budaya Timur dan Barat.

Setelah Jepang membuka diri kepada Barat pada 1854, beberapa karya dengan gaya ini dituliskan dalam bahasa Inggris oleh orang Jepang asli; karya tersebut adalah Bushido: The Soul of Japan oleh Nitobe Inazō (1900), tentang etika samurai, dan The Book of Tea oleh Okakura Kakuzō (1906), yang membahas implikasi filosofis upacara minum teh Jepang. Pengamat Barat juga sering mencoba mengevaluasi masyarakat Jepang, dengan tingkat keberhasilan yang berbeda-beda; salah satu karya paling dikenal dan kontroversial akibat dari hal ini adalah The Chrysanthemum and the Sword oleh Ruth Benedict (1946).

Para penulis Jepang abad keduapuluh mencatat perubahan dalam masyarakat Jepang melalui karyanya. Beberapa penulis paling terkenal adalah Natsume Sōseki, Jun'ichirō Tanizaki, Osamu Dazai, Fumiko Enchi, Akiko Yosano, Yukio Mishima, dan Ryōtarō Shiba. Penulis kontemporer terkenal seperti Ryū Murakami, Haruki Murakami, dan Banana Yoshimoto telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa dan digemari dunia internasional, dan Yasunari Kawabata dan Kenzaburō Ōe menerima penghargaan Hadiah Nobel dalam Sastra.

Kewarganegaraan[sunting | sunting sumber]

Pasal 10 Konstitusi Jepang menentukan istilah "orang Jepang" berdasarkan kebangsaan (kewarganegaraan) Jepang saja, tanpa memandang etnisitas.[47] Pemerintah Jepang menganggap semua warga naturalisasi dan warga negara Jepang kelahiran asli dengan latar belakang multi-etnik sebagai "orang Jepang", dan dalam sensus nasional Japanese Statistics Bureau hanya menanyakan kewarganegaraan, sehingga tidak ada data sensus resmi terkait keberagaman kelompok etnik di Jepang. Meskipun hal ini berkontribusi pada atau memperkuat keyakinan luas bahwa Jepang adalah negara homogen secara etnik, seperti yang ditunjukan dalam klaim mantan Perdana Menteri Jepang Tarō Asō bahwa Jepang adalah bangsa dengan "satu ras, satu peradaban, satu bahasa dan satu budaya",[48] beberapa ahli berpendapat bahwa lebih tepat menjelaskan negara Jepang sebagai masyarakat multietnik.[49][50]

Anak yang lahir dari pasangan beda negara akan menerima kewarganegaraan Jepang jika satu orang tuanya adalah warga negara Jepang. Namun, hukum Jepang menyatakan bahwa anak yang merupakan warga negara ganda harus memilih salah satu kewarganegaraan sebelum berusia 20.[51][52] Studi memperkirakan bahwa 1 dari 30 anak yang lahir di Jepang lahir dari pasangan beda ras, dan anak-anak ini terkadang dijuluki sebagai hāfu (setengah Jepang).[53]

Diaspora[sunting | sunting sumber]

Japantown Peace Plaza selama Northern California Cherry Blossom Festival

Istilah Nikkeijin (日系人) digunakan untuk menyebut orang Jepang yang beremigrasi dari Jepang dan keturunannya.

Emigrasi dari Jepang paling awal tercatat pada abad ke-15 ke Filipina dan Kalimantan,[54][55][56][57] dan pada abad ke-16 dan ke-17, ribuan pedagang dari Jepang juga bermigrasi ke Filipina dan berasimilasi dengan penduduk setempat.[58]:pp. 52–3 Namun, migrasi orang Jepang tidak menjadi fenomena massal hingga era Meiji, ketika orang Jepang mulai pergi ke Amerika Serikat, Brasil, Kanada, Filipina, China, dan Peru. Ada juga emigrasi besar dari wilayah-wilayah Kekaisaran Jepang selama periode kolonial, tetapi kebanyakan emigran dan pemukim ini dipulangkan ke Jepang setelah berakhirnya Perang Dunia II di Asia.[59]

Menurut Association of Nikkei and Japanese Abroad, ada 4,0 juta Nikkeijin tinggal di negara yang mereka kunjungi.[17] Komunitas asing ini yang terbesar ada di negara bagian Brasil São Paulo dan Paraná.[60] Ada juga komunitas Jepang yang kohesif dan signifikan di Filipina,[61] Malaysia Timur, Peru, negara bagian AS Hawaii, California, dan Washington, dan kota Kanada Vancouver dan Toronto. Lain hal, jumlah warga negara Jepang yang tinggal di luar negeri lebih dari satu juta menurut Ministry of Foreign Affairs.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c "Population Estimates by Age (Five-Year Groups) and Sex". stat.go.jp. Statistics Bureau of Japan. Diarsipkan dari versi asli tanggal April 5, 2018. Diakses tanggal May 22, 2023. 
  2. ^ "Japan-Brazil Relations (Basic Data)". Ministry of Foreign Affairs of Japan. Diarsipkan dari versi asli tanggal February 25, 2021. Diakses tanggal May 22, 2023. 
  3. ^ "American Community Survey: Asian Alone or in Any Combination by Selected Groups". United States Census Bureau. Diarsipkan dari versi asli tanggal May 21, 2023. Diakses tanggal May 22, 2023. 
  4. ^ "Ethnic or cultural origin by gender and age: Canada, provinces and territories". Statistics Canada. October 26, 2022. Diarsipkan dari versi asli tanggal April 4, 2023. Diakses tanggal May 22, 2023. 
  5. ^ Agnote, Dario (October 11, 2006). "A glimmer of hope for castoffs". The Japan Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal June 7, 2011. Diakses tanggal August 9, 2016. 
  6. ^ Ohno, Shun (2006). "The Intermarried issei and mestizo nisei in the Philippines". Dalam Adachi, Nobuko. Japanese diasporas: Unsung pasts, conflicting presents, and uncertain futures. Routledge. hlm. 97. ISBN 978-1-135-98723-7. Diarsipkan dari versi asli tanggal September 28, 2023. Diakses tanggal August 10, 2016. 
  7. ^ "Japan-Peru Relations (Basic Data)". Ministry of Foreign Affairs of Japan. Diarsipkan dari versi asli tanggal September 3, 2019. Diakses tanggal May 22, 2023. 
  8. ^ a b c d e f g h i j k 海外在留邦人数調査統計 [Annual Report of Statistics on Japanese Nationals Overseas] (PDF). Ministry of Foreign Affairs of Japan (dalam bahasa Jepang). October 1, 2022. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal June 14, 2023. Diakses tanggal May 21, 2023. 
  9. ^ "Japan-Mexico Relations". Ministry of Foreign Affairs of Japan. Diarsipkan dari versi asli tanggal June 3, 2021. Diakses tanggal May 22, 2023. 
  10. ^ "Japan-Argentina Relations (Basic Data)". Ministry of Foreign Affairs of Japan. Diarsipkan dari versi asli tanggal October 24, 2022. Diakses tanggal May 22, 2023. 
  11. ^ Horie, Ryoichi (July 20, 2018). "The Voice of the Ambassador to Micronesia". Association for Promotion of International Cooperation. Diarsipkan dari versi asli tanggal May 21, 2023. Diakses tanggal May 22, 2023. 
  12. ^ "2022 Report on International Religious Freedom: Japan". United States Department of State. Diarsipkan dari versi asli tanggal May 21, 2023. Diakses tanggal May 22, 2023. 
  13. ^ "Shinto, Buddhism and the Japanese belief system". Inside Japan Tours. Diarsipkan dari versi asli tanggal June 18, 2023. Diakses tanggal June 17, 2023. 
  14. ^ "The six countries in the world with the most 'convinced atheists'". The Independent. Diarsipkan dari versi asli tanggal March 23, 2016. Diakses tanggal March 23, 2016. 
  15. ^ "Japan - People". Encyclopædia Britannica. Diarsipkan dari versi asli tanggal July 17, 2019. Diakses tanggal July 29, 2016. 
  16. ^ "Japan. B. Ethnic Groups". Encarta. Diarsipkan dari versi asli tanggal January 22, 2008. 
  17. ^ a b "Who are "Nikkei & Japanese Abroad"?". The Association of Nikkei and Japanese Abroad. Diarsipkan dari versi asli tanggal May 21, 2023. Diakses tanggal May 22, 2023. 
  18. ^ Minahan, James B. (2014), Ethnic Groups of North, East, and Central Asia: An Encyclopedia, ABC-CLIO, hlm. 231–233, ISBN 978-1-61069-018-8, diarsipkan dari versi asli tanggal January 23, 2023, diakses tanggal January 30, 2019 
  19. ^ Global archaeological evidence for proboscidean overkill Diarsipkan June 26, 2008, di Wayback Machine. in PNAS online; Page 3 (page No.6233), Table 1. The known global sample of proboscidean kill/scavenge sites :Lake Nojiri Japan 33-39 ka (ka: thousand years).
  20. ^ "Prehistoric Times". Web Site Shinshu. Nagano Prefecture. Diarsipkan dari versi asli tanggal December 31, 2010. Diakses tanggal January 22, 2011. 
  21. ^ 野尻湖人の世界. May 19, 2000. Diarsipkan dari versi asli tanggal May 19, 2000. Diakses tanggal December 12, 2017. 
  22. ^ "野尻湖発掘調査団ホームページ". July 27, 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal July 27, 2004. 
  23. ^ a b Imamura, Keiji (2000). "Archaeological Research of the Jomon Period in the 21st Century". The University Museum, The University of Tokyo. Diarsipkan dari versi asli tanggal September 27, 2011. Diakses tanggal December 29, 2010. 
  24. ^ 伊波普猷の卒論発見 思想骨格 鮮明に (dalam bahasa Jepang). Ryūkyū Shimpō. July 25, 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal July 22, 2011. Diakses tanggal March 7, 2011. 
  25. ^ a b c Nanta, Arnaud (2008). "Physical Anthropology and the Reconstruction of Japanese Identity in Postcolonial Japan". Social Science Japan Journal. 11 (1): 29–47. doi:10.1093/ssjj/jyn019alt=Dapat diakses gratis. 
  26. ^ Hanihara, K (1991). "Dual structure model for the population history of the Japanese". Japan Review. 2: 1–33. 
  27. ^ a b Boer, Elisabeth de; Yang, Melinda A.; Kawagoe, Aileen; Barnes, Gina L. (2020). "Japan considered from the hypothesis of farmer/language spread". Evolutionary Human Sciences (dalam bahasa Inggris). 2: e13. doi:10.1017/ehs.2020.7alt=Dapat diakses gratis. ISSN 2513-843X. PMC 10427481alt=Dapat diakses gratis Periksa nilai |pmc= (bantuan). PMID 37588377 Periksa nilai |pmid= (bantuan). 
  28. ^ Lee, Hasegawa, Sean, Toshikazu (April 2013). "Evolution of the Ainu Language in Space and Time". PLOS ONE. 8 (4): e62243. Bibcode:2013PLoSO...862243L. doi:10.1371/journal.pone.0062243alt=Dapat diakses gratis. PMC 3637396alt=Dapat diakses gratis. PMID 23638014. 
  29. ^ Dunham, W. (18 September 2021). "Study rewrites understanding of modern Japan's genetic ancestry". Reuters. Diarsipkan dari versi asli tanggal October 9, 2021. Diakses tanggal October 9, 2021. 
  30. ^ Cooke, N. P.; Mattiangeli, V.; Cassidy, L. M.; Okazaki, K.; Stokes, C. A.; Onbe, S.; Hatakeyama, S.; Machida, K.; Kasai, K.; Tomioka, N.; Matsumoto, A.; Ito, M.; Kojima, Y.; Bradley, D. G.; Gakuhari, T.; Nakagome, S. (17 September 2021). "Ancient genomics reveals tripartite origins of Japanese populations". Science Advances. 7 (38): eabh2419. Bibcode:2021SciA....7.2419C. doi:10.1126/sciadv.abh2419alt=Dapat diakses gratis. PMC 8448447alt=Dapat diakses gratis Periksa nilai |pmc= (bantuan). PMID 34533991 Periksa nilai |pmid= (bantuan). 
  31. ^ Watanabe, Yusuke; Ohashi, Jun (2021-03-08). "Comprehensive analysis of Japanese archipelago population history by detecting ancestry-marker polymorphisms without using ancient DNA data". bioRxiv (dalam bahasa Inggris): 2020.12.07.414037. doi:10.1101/2020.12.07.414037. Diarsipkan dari versi asli tanggal April 14, 2021. Diakses tanggal April 13, 2021. 
  32. ^ Yang, Melinda A.; Fan, Xuechun; Sun, Bo; Chen, Chungyu; Lang, Jianfeng; Ko, Ying-Chin; Tsang, Cheng-hwa; Chiu, Hunglin; Wang, Tianyi; Bao, Qingchuan; Wu, Xiaohong (2020-07-17). "Ancient DNA indicates human population shifts and admixture in northern and southern China". Science (dalam bahasa Inggris). 369 (6501): 282–288. Bibcode:2020Sci...369..282Y. doi:10.1126/science.aba0909. ISSN 0036-8075. PMID 32409524. Diarsipkan dari versi asli tanggal May 23, 2023. Diakses tanggal June 30, 2022. 
  33. ^ Kumar, Ann (2009). Globalizing the Prehistory of Japan: Language, Genes, and Civilization. Oxford: Routledge. 
  34. ^ Farris, William Wayne (1996). "Ancient Japan's Korean Connection". Korean Studies. 20: 1–22. ISSN 0145-840X. JSTOR 23719600. Diarsipkan dari versi asli tanggal September 22, 2022. Diakses tanggal June 13, 2023. 
  35. ^ Eika Tai (September 2004). "Korean Japanese". Critical Asian Studies. 36 (3): 355–382. doi:10.1080/1467271042000241586. 
  36. ^ Lankov, Andrei (January 5, 2006). "Stateless in Sakhalin". The Korea Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal February 21, 2006. Diakses tanggal November 26, 2006. 
  37. ^ "The World Factbook — Central Intelligence Agency". www.cia.gov. Diarsipkan dari versi asli tanggal January 5, 2021. Diakses tanggal December 12, 2017. 
  38. ^ Kindaichi, Haruhiko (2011-12-20). Japanese Language: Learn the Fascinating History and Evolution of the Language Along With Many Useful Japanese Grammar Points. Tuttle Publishing. ISBN 9781462902668
  39. ^ Satō Makoto. "Shinto and Buddhism". Kokugakuin University Encyclopedia of Shinto. Diarsipkan dari versi asli tanggal April 1, 2018. Diakses tanggal March 31, 2018. 
  40. ^ 宗教統計調査 / 平成29年度 (Japanese government statistics on total religious followers for 2017). e-stat.go.jp. Diarsipkan dari versi asli tanggal April 1, 2018. Diakses tanggal March 31, 2018. 
  41. ^ "The World Factbook — Central Intelligence Agency". Cia.gov. Diarsipkan dari versi asli tanggal January 5, 2021. Diakses tanggal December 12, 2017. 
  42. ^ "Japan". State.gov. Diarsipkan dari versi asli tanggal May 12, 2021. Diakses tanggal December 12, 2017. 
  43. ^ "Buddhists in the world". July 4, 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal July 4, 2004. Diakses tanggal December 12, 2017. 
  44. ^ "PANIB - Pastoral Nipo Brasileira". October 15, 2007. Diarsipkan dari versi asli tanggal October 15, 2007. 
  45. ^ "Colonia japonesa en México visita Guadalupe en 54º peregrinación anual". Aciprensa. Diarsipkan dari versi asli tanggal December 19, 2014. Diakses tanggal February 20, 2014. 
  46. ^ "Asian Americans: A Mosaic of Faiths". Pew Research Center's Religion & Public Life Project. July 19, 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal July 16, 2013. Diakses tanggal March 17, 2015. 
  47. ^ "The Constitution of Japan". Prime Minister's Office of Japan. Diarsipkan dari versi asli tanggal August 5, 2019. Diakses tanggal May 23, 2023. 
  48. ^ ""Aso says Japan is nation of 'one race'"". The Japan Times. October 18, 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal May 24, 2023. Diakses tanggal May 24, 2023.  Note: The term which Kyodo News translates as "race" here is 民族 (minzoku), which is often translated as "people", "nation", or "ethnic group".
  49. ^ John Lie Multiethnic Japan (Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press, 2001)
  50. ^ Oguma Eiji, A Genealogy of 'Japanese' Self-images (Melbourne: Trans Pacific Press, 2002)
  51. ^ "On nationality, Ministry of Justice Q&A". Japanese Ministry of Justice. Diarsipkan dari versi asli tanggal May 25, 2023. Diakses tanggal May 25, 2023.  Note: Before the legal age of adulthood in Japan was lowered from 20 to 18 on April 1, 2022, the legal limit age for the choice of nationality was 22.
  52. ^ "The Choice of Nationality" (PDF). Embassy of Japan in the Philippines. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal March 18, 2023. Diakses tanggal May 25, 2023. 
  53. ^ "Being 'hafu' in Japan: Mixed-race people face ridicule, rejection". America.aljazeera.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal May 20, 2017. Diakses tanggal January 24, 2019. 
  54. ^ "Ancient Japanese pottery in Boljoon town". May 30, 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal May 13, 2020. Diakses tanggal November 8, 2021. 
  55. ^ Manansala, Paul Kekai (September 5, 2006). "Quests of the Dragon and Bird Clan: Luzon Jars (Glossary)". Diarsipkan dari versi asli tanggal January 19, 2020. Diakses tanggal February 3, 2020. 
  56. ^ Cole, Fay-Cooper (1912). "Chinese Pottery in the Philippines" (PDF). Field Museum of Natural History. Anthropological Series. 12 (1). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal September 3, 2021. Diakses tanggal January 12, 2021. 
  57. ^ "Hotels in Philippines - Booked.net". Booked.net. Diarsipkan dari versi asli tanggal August 17, 2011. Diakses tanggal December 12, 2017. 
  58. ^ Leupp, Gary P. (January 1, 2003). Interracial Intimacy in Japan. A&C Black. ISBN 9780826460745. Diarsipkan dari versi asli tanggal September 28, 2023. Diakses tanggal October 5, 2020. 
  59. ^ Lankov, Andrei (March 23, 2006). "The Dawn of Modern Korea (360): Settling Down". The Korea Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal June 19, 2006. Diakses tanggal December 18, 2006. 
  60. ^ IBGE. Resistência e Integração: 100 anos de Imigração Japonesa no Brasil apud Made in Japan. IBGE Traça o Perfil dos Imigrantes; 21 de junho de 2008 Diarsipkan June 24, 2008, di Wayback Machine. Accessed September 4, 2008. (dalam bahasa Portugis)
  61. ^ Furia, Reiko (1993). "The Japanese Community Abroad: The Case of Prewar Davao in the Philippines". Dalam Saya Shiraishi; Takashi Shiraishi. The Japanese in Colonial Southeast Asia. Southeast Asia Program, Cornell University Publications. hlm. 157. ISBN 978-0-87727-402-5. Diakses tanggal May 30, 2016. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]

Diaspora Jepang (Bahasa Jepang: nikkei (日系), sebutan perseorangan untuk mereka) adalah emigran dari Jepang dan keturunan mereka yang terdapat di berbagai belahan dunia. Emigrasi dari Jepang pertama kali terjadi dan tercatat pada abad ke-12 ke Filipina, tetapi belum menjadi fenomena massal sampai Zaman Meiji; yaitu ketika orang Jepang mulai pergi ke Amerika Utara yang dimulai pada 1897 dengan 35 emigran ke Meksiko[1] dan kemudian ke Amerika Latin yang dimulai pada tahun 1899 dengan 790 emigran ke Peru.[2] Terdapat pula emigrasi yang signifikan ke wilayah-wilayah Kekaisaran Jepang pada masa kolonial, akan tetapi kebanyakan emigran tersebut dipulangkan ke Jepang setelah berakhirnya Perang Dunia II di Asia.[3]

Menurut Asosiasi Nikkei dan Bangsa Jepang di Luar Negeri, terdapat sekitar 2,5 juta nikkei yang berada di negara-negara tempat tinggal mereka. Kelompok yang terbesar adalah masyarakat Jepang di Brasil, Amerika Serikat, dan Filipina. Keturunan dari para emigran Zaman Meiji masih membentuk komunitas yang dikenal di negara-negara tersebut, sebagai kelompok etnis yang berbeda dari berbagai kelompok etnis Jepang yang berada di Jepang.[4]

Terminologi[sunting | sunting sumber]

Nikkei berasal dari istilah nikkeijin (日系人) dalam bahasa Jepang,[5][6] yang digunakan untuk menyebut bangsa Jepang yang beremigrasi dari Jepang serta keturunan mereka.[6][7] Emigrasi mengacu pada pemukim yang permanen, jadi tidak termasuk orang Jepang yang sementara berada di luar negeri. Kelompok-kelompok ini secara historis dibedakan dengan istilah issei (nikkeijin generasi pertama), nisei (nikkeijin generasi kedua), sansei (nikkeijin generasi ketiga), dan yonsei (nikkeijin generasi keempat). Istilah Nikkeijin dapat dianggap berlaku atau tidak berlaku bagi orang-orang Jepang yang masih memegang kewarganegaraan Jepang. Definisi inklusif melihat emigran Jepang yang telah secara signifikan terakulturasi dengan lingkungan baru mereka sebagai "Nikkeijin," sementara definisi eksklusif hanya mencakup anak-anak mereka, yang lahir dan dibesarkan di luar Jepang (yang mungkin memiliki atau tidak memiliki kewarganegaraan ganda). Penggunaan istilah ini dapat tergantung pada perspektifnya. Sebagai contoh, pemerintah Jepang mendefinisikan mereka sesuai dengan kewarganegaraan (asing) mereka dan kemampuan mereka untuk memberikan bukti sebagai garis keturunan Jepang hingga generasi ketiga - generasi keempat secara hukum tidak memiliki status hukum di Jepang yang berbeda dari warganegara "asing" lainnya. Di sisi lain, Amerika Serikat atau negara lain di mana Nikkeijin telah mengembangkan masyarakat dan identitas mereka sendiri, emigran Jepang cenderung dianggap sebagai bagiannya; kewarganegaraan kurang dianggap relevan dan komitmen terhadap masyarakat setempatlah yang menjadi lebih penting.

Temukan Nikkei, sebuah proyek dari Museum Nasional Jepang-Amerika, Nikkei didefinisikan sebagai berikut:

Kita berbicara tentang orang Nikkei - emigran Jepang dan keturunan mereka yang telah menciptakan masyarakat di seluruh dunia. Istilah nikkei memiliki makna ganda dan beragam, tergantung pada situasi, tempat, dan lingkungan. Nikkei juga termasuk orang-orang keturunan berdarah campuran yang mengidentifikasi diri mereka sebagai nikkei. Penduduk asli Jepang juga menggunakan istilah nikkei untuk imigran dan keturunan mereka yang kembali ke Jepang. Banyak orang-orang nikkei ini yang tinggal di suatu komunitas tertentu dan mempertahankan identitas terpisah dari penduduk asli Jepang.[8]

Definisi tersebut berasal dari Proyek Riset Nikkei Internasional, suatu proyek kolaboratif tiga tahun yang melibatkan lebih dari 100 ahli dari 10 negara dan partisipasi dari 14 lembaga.[8]

Meskipun ada klaim sebaliknya, bangsa Jepang tidaklah di luar kebiasaan pada umumnya, oleh karenanya dapatlah diantisipasi bahwa identitas budaya baru akan muncul dalam komunitas diaspora Jepang.[9]

Sejarah awal[sunting | sunting sumber]

Pada 1640-an, Keshogunan Tokugawa mengenakan peraturan pembatasan maritim yang melarang warga Jepang meninggalkan negerinya, dan melarang kembali bila mereka sudah berada di luar negeri. Kebijakan ini kemudian tidak dicabut selama lebih dari dua ratus tahun. Pembatasan perjalanan mulai berkurang setelah Jepang membuka hubungan diplomatik dengan negara-negara Barat. Pada tahun 1867, pemerintahan bakufu mulai mengeluarkan dokumen perjalanan untuk perjalanan ke luar negeri dan emigrasi.[10]

Sebelum tahun 1885, relatif sedikit orang yang beremigrasi dari Jepang; sebagian karena pemerintah Meiji enggan mengizinkan emigrasi, sebagian karena tidak memiliki kekuatan politik untuk cukup melindungi emigran Jepang, ssebagian lagi karena kehadiran orang Jepang sebagai buruh kasar di luar negeri akan menghambat kemampuan pemerintah untuk merevisi perjanjian yang tidak adil. Sebuah pengecualian akan kecendrungan ini adalah imigrasi 153 buruh kontrak - tanpa paspor resmi - ke Hawaii pada tahun 1868.[11] Sebagian dari kelompok ini tetap tinggal setelah berakhirnya kontrak kerja pertama, mereka kemudian membentuk inti masyarakat nikkei di Hawaii. Pada 1885, pemerintah Meiji mulai beralih kepada program emigrasi yang disponsori secara resmi, untuk mengurangi tekanan kelebihan penduduk dan efek deflasi Matsukata di daerah pedesaan. Selama dekade berikutnya, pemerintah terlibat erat dalam seleksi dan instruksi pra-keberangkatan bagi emigran. Pemerintah Jepang sangat berkeinginan agar para emigran Jepang bersikap baik selama di luar negeri, untuk menunjukkan kepada Barat bahwa Jepang adalah masyarakat yang bermartabat dan patut dihormati. Pada pertengahan 1890-an, perusahaan imigrasi (imin-Kaisha 移民会社) yang tidak disponsori oleh pemerintah, mulai mendominasi proses perekrutan emigran; namun ideologi dari pemerintah tetap memengaruhi pola emigrasi.[12]

Amerika[sunting | sunting sumber]

Masyarakat Jepang di São Paulo tinggal terutama di lingkungan Liberdade.

Orang-orang Jepang mulai bermigrasi ke Amerika Serikat dan Kanada dalam jumlah yang signifikan sejak terjadinya perubahan politik, budaya, dan sosial yang terjadi karena Restorasi Meiji tahun 1868. (Lihat Jepang-Amerika dan Jepang-Kanada). Khususnya setelah Undang-Undang Pengecualian Cina tahun 1882, pengusaha mencari imigran Jepang untuk menggantikan imigran Cina. Pada 1907, terjadi "gentlemen's agreement" antara pemerintah Jepang dan Amerika Serikat mengakhiri imigrasi pekerja Jepang (laki-laki), namun tetap mengizinkan imigrasi dari pasangan imigran Jepang sudah berada di Amerika. Undang-undang Imigrasi tahun 1924 melarang semua imigrasi kecuali sedikit sekali orang Jepang; dan sampai Undang-undang Imigrasi tahun 1965 sangat sedikit terjadi imigrasi dari Jepang. Adapun imigrasi yang terjadi sebagian besar adalah para pengantin perang. Mayoritas orang Jepang yang menetap di Hawaii yang sekarang ini mencapai sepertiga dari penduduk negara bagian tersebut, lain-lainnya terdapat di Pantai Barat Amerika Serikat (California, Idaho, Nevada, Oregon dan negara bagian Washington), serta komunitas penting lainnya juga terdapat di wilayah Northeast dan Midwest Amerika Serikat. Diaspora Jepang ke Amerika Serikat dianggap unik karena tidak adanya emigrasi baru yang terjadi di paruh kedua abad ke-20.[13]

Dengan adanya pembatasan memasuki Amerika Serikat, tingkat imigrasi Jepang ke Amerika Latin kemudian mulai meningkat. Imigran Jepang (terutama dari Prefektur Okinawa) tiba dalam jumlah kecil selama awal abad ke-20. Jepang-Brasil adalah etnis terbesar masyarakat Jepang di luar Jepang (berjumlah sekitar 1,5 juta,[14] bandingkan dengan 1,2 juta di Amerika Serikat), dan São Paulo memiliki konsentrasi terbesar orang Jepang di luar Jepang. Imigran Jepang pertama (791 orang, sebagian besar petani) datang ke Brasil pada tahun 1908 dengan kapal Kasato Maru dari pelabuhan Kobe di Jepang, yang pergi ke Brasil untuk mencari kondisi hidup yang lebih baik. Banyak di antara mereka yang akhirnya bekerja sebagai buruh di perkebunan kopi.

Nisei (generasi kedua) pertama Jepang-Argentina, Seicho Arakaki, dilahirkan pada tahun 1911. Saat ini terdapat sekitar 32.000 orang keturunan Jepang di Argentina menurut Asosiasi Nikkei dan Bangsa Jepang di Luar Negeri.

Jepang-Peru juga membentuk kelompok etnis masyarakat Jepang yang terkenal, di antara anggotanya adalah mantan presiden Peru Alberto Fujimori.

Rafael Trujillo dari Republik Dominika pada tahun 1956, menawarkan kepada ribuan imigran Jepang kesempatan untuk berusaha memperbaiki nasib mereka dengan menempati suatu daerah yang dinamakannya "Surga Karibia." Pelayan untuk lokasi tersebut ternyata tidak menguntungkan para penduduk baru; antara lain karena kurangnya infrastruktur, gagalnya pemerintah Jepang menanggapi keluhan mereka, serta tidak stabilnya politik internal Republik Dominika. Lima dari delapan koloni akhirnya ditinggalkan oleh para imigran, dan pada tahun 1962 hanya 276 dari 1.319 imigran semula yang masih menetap.

Eropa[sunting | sunting sumber]

Orang Jepang di Britania membentuk kelompok masyarakat Jepang terbesar di Eropa, dengan lebih dari 100.000 orang hidup di seluruh Inggris Raya (mayoritas berada di London). Dalam beberapa tahun terakhir, banyak anak muda Jepang melakukan migrasi dari Jepang ke Britania untuk terlibat dalam pementasan budaya dan menjadi seniman yang sukses di London.[15]

Terdapat juga sejumlah kecil orang Jepang di Rusia. Sebagian dari mereka keturunan Jepang dari masa ketika kedua negara berbagi wilayah Sakhalin dan Kepulauan Kuril, dan sebagian lagi adalah orang komunis Jepang yang memilih menetap di Uni Soviet; di antaranya adalah Mutsuo Hakamada, saudara mantan ketua Partai Komunis Jepang Satomi Hakamada.[16] Sensus Rusia tahun 2002 menunjukkan terdapat 835 orang yang mengaku beretnis (atau berkewarganegaraan) Jepang.[17]

Asia (selain Jepang)[sunting | sunting sumber]

Orang Jepang tercatat pertama kali beremigrasi ke wilayah Asia lainnya pada awal abad ke-12 yaitu ke Filipina. Awal pemukiman Jepang antara lain berada di Teluk Lingayen, Manila, di pantai-pantai Ilocos, dan di Visayas yaitu saat Filipina masih berada di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit dan Sriwijaya.

Gelombang besar imigran selanjutnya datang pada tahun 1600-an, yaitu ketika kapal segel merah menjalankan perdagangan di Asia Tenggara, dan kaum pekerja perkebunan dari Okinawa, serta ketika banyak pemeluk Katolik Jepang melarikan diri dari penganiayaan karena agama oleh para Shogun. Mereka ini kemudian menetap di Filipina, selain di tempat-tempat lainnya. Banyak di antara mereka mengawini perempuan lokal Filipina (baik keturunan asli maupun mestizo Spanyol dan Cina), sehingga membentuk komunitas masyarakat Jepang-Mestizo yang baru.

Pada zaman kolonial Amerika, jumlah kaum pekerja Jepang dari Okinawa yang bekerja di perkebunan naik begitu tingginya sehingga pada tahun 1900-an, Davao di Philippina dikenal dengan sebutan Ko Nippon Koku (arti dalam bahasa Jepang: "Jepang Kecil"), lengkap dengan sekolah Jepang, kuil Shinto, dan misi diplomatik dari Jepang. Terdapat pula sebuah restoran populer yang bernama "Terowongan Jepang", yang bagiannya meliputi suatu terowongan yang benar-benar dibuat oleh orang Jepang pada masa perang.[18]

Migrasi kembali ke Jepang[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1980-an, karena pertumbuhan ekonomi Jepang menyebabkan terjadinya kekurangan pekerja yang bersedia melakukan "pekerjaan tiga K" (Bahasa Jepang: kitsui, kitanai, kiken; artinya: sulit, kotor, berbahaya), Departemen Tenaga Kerja Jepang mulai mengeluarkan visa untuk etnis Jepang untuk datang ke Jepang dan bekerja di pabrik-pabrik. Sebagian besar - diperkirakan sekitar 300.000 - berasal dari Brasil, namun ada sejumlah besar pula yang berasal dari Peru, dan sejumlah kecil dari Argentina dan negara-negara Amerika Latin lainnya. Mereka berbahasa ibu Portugis dan Spanyol; sebagian dapat pula berbicara bahasa Jepang dan/atau Inggris, tetapi banyak juga yang tidak.

Saat ini sedang diperdebatkan bahwa Nikkeijin yang lahir di Jepang dari dua orang tua yang juga benar-benar Nikkeijin seharusnya dapat diberikan kewarganegaraan Jepang. Ini akan berarti bahwa asas lex soli akan berlaku untuk anak-anak dari para Nikkeijin. Hal ini adalah peristiwa yang langka terjadi pada masa lalu, namun dalam kasus Nikkei Brasil peristiwa ini bukanlah hal yang jarang terjadi. Banyak orang Jepang yang berpendapat bahwa anak-anak ini yang telah lahir di Jepang serta memang beretnis dan berbudaya Jepang, seharusnya diberikan kewarganegaraan Jepang sejak lahir.

Karena ekonomi Jepang yang masih dalam keadaan resesi pada tahun 2009, untuk mengurangi pengangguran negara yang melonjak maka pemerintah Jepang telah menawarkan imigran yang menganggur dana sebesar ¥ 300.000 untuk kembali ke negara asal mereka. Dana sebesar ¥ 200.000 lainnya juga ditawarkan untuk setiap anggota keluarga tambahan yang bersedia pergi.[19]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Ministry of Foreign Affairs (MOFA), Japan: Japan-Mexico relations
  2. ^ Palm, Hugo. "Desafíos que nos acercan," El Comercio (Lima, Peru). March 12, 2008.
  3. ^ Azuma, Eiichiro (2005). "Brief Historical Overview of Japanese Emigration". International Nikkei Research Project. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-02-19. Diakses tanggal 2007-02-02. 
  4. ^ Shoji, Rafael (2005). "Book Review" (PDF). Journal of Global Buddhism 6. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-03-03. Diakses tanggal 2007-02-02. 
  5. ^ International Nikkei Research Project (2007). "International Nikkei Research Project". Japanese American National Museum. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-03-22. Diakses tanggal 2007-02-02. 
  6. ^ a b Dictionary.com Unabridged (v 1.1) (2007). "nikkei". Random House, Inc. Diakses tanggal 2007-02-02. 
  7. ^ Komai, Hiroshi (2007). "Japanese Policies and Realities" (PDF). United Nations. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2009-02-24. Diakses tanggal 2007-02-02. 
  8. ^ a b Discover Nikkei (2007). "What is Nikkei?". Japanese American National Museum. Diakses tanggal 2007-01-19. 
  9. ^ Sakai, Junko. (2000). Japanese bankers in the city of London, p. 248.
  10. ^ Untuk informasi lebih jauh tentang sejarah dokumen perjalanan dan paspor di Jepang modern, lihat "外交史料 Q&A その他" (Bahan Sejarah Diplomatik (Q & A), serba neka.). 外務省 (Departemen Luar Negeri) [1].
  11. ^ Dikenal sebagai Gannen-mono (元年者), atau "orang-orang tahun pertama" karena mereka meninggalkan Jepang pada tahun pertama Era Meiji. Jonathan Dresner, "Petunjuk untuk Buruh Emigrant, 1885-1894: "Kembali dalam Kemenangan" atau 'Mengembara di Ambang Kelaparan,"" Dalam Japanese Diasporas: Unsung Pasts, Conflicting Presents, and Uncertain Futures, ed. Nobuko Adachi (London: Routledge, 2006), 53.
  12. ^ Dresner, 52-68.
  13. ^ Maidment, Richard et all. (1998). Culture and Society in the Asia-Pacific, hlm. 80.
  14. ^ Ministry of Foreign Affairs (MOFA), Japan: Japan-Brazil relations
  15. ^ Fujita, Yuiko (2009). Cultural Migrants from Japan: Youth, Media, and Migration in New York and London. MD, United States: Lexington Books. ISBN 0-739-12891-4. 
  16. ^ Mitrokhin, Vasili (2005). The World Was Going Our Way: The KGB and the Battle for the Third World. Tennessee, United States: Basic Books. ISBN 0-476-00311-7 Periksa nilai: checksum |isbn= (bantuan). 
  17. ^ (Rusia) "Владение языками (кроме русского) населением отдельных национальностей по республикам, автономной области и автономным округам Российской Федерации". Федеральная служба государственной статистики. Diarsipkan dari versi asli (Microsoft Excel) tanggal 2006-11-04. Diakses tanggal 2006-12-01. 
  18. ^ (April2007). "A Little Tokyo Rooted in the Philippines". Pacific Citizen. "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-02-22. Diakses tanggal 2009-10-09. 
  19. ^ Perry, Joellen. "The Czech Republic Pays for Immigrants to Go Home Unemployed Guest Workers and Their Kids Receive Cash and a One-Way Ticket as the Country Fights Joblessness," Wall Street Journal. April 28, 2009.

Referensi[sunting | sunting sumber]