Payung nuklir

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Payung nuklir adalah janji sebuah negara senjata nuklir untuk melindungi negara sekutu yang tidak memiliki senjata nuklir. Payung nuklir biasanya digunakan untuk menyebut aliansi keamanan Amerika Serikat dan Jepang,[1] Korea Selatan,[2] Pakta Pertahanan Atlantik Utara (sebagian besar Eropa, Turki, Kanada), dan Australia. Konsep payung nuklir tercipta pada masa Perang Dingin untuk mencegah agresi Uni Soviet. Bagi sejumlah negara, payung nuklir merupakan jalan alternatif memiliki senjata nuklir. Konsep alternatif lainnya adalah zona bebas senjata nuklir atau berbagi nuklir.

NATO[sunting | sunting sumber]

NATO dibentuk pada awal Perang Dingin dan mengakui kekuatan nuklir Amerika Serikat sebagai bagian utama yang mempertahankan Eropa Barat dari potensi serangan Soviet. Sebagian besar negara Eropa non-Komunis bergabung dengan NATO, sedangkan sisanya (Irlandia, Swiss, Austria, Swedia, Finlandia) mempertahankan posisi netral. Swedia dan Swiss sempat berencana mengembangkan senjata nuklirnya sendiri, namun tidak jadi.

NATO melibatkan lima negara senjata nuklir resmi. Britania Raya dan Kanada ambil peran dalam pengembangan bom atom Amerika Serikat (Proyek Manhattan) pada Perang Dunia II, kemudian dikeluarkan dari program berbagi rahasia senjata nuklir oleh Kongres Amerika Serikat. Britania pun meluncurkan program senjata nuklirnya sendiri. Setelah Britania berhasil mengembangkan senjata termonuklir, A.S. dan Britania menandatangani Perjanjian Pertahanan Bersama Amerika Serikat–Britania Raya 1958. A.S. berjanji akan berbagi desain senjatanya sehingga Britania tidak perlu mengembangkan senjata sendiri.

Prancis mengembangkan force de frappe nuklir dan keluar dari struktur komando NATO tetapi masih bersekutu dengan negara-negara Barat lainnya. Konsep "berbagi nuklir" diciptakan untuk mencegah proliferasi nuklir independen oleh negara-negara Barat. Prancis bergabung lagi dengan komando militer gabungan NATO pada tanggal 4 April 2009.

Setelah Perang Dingin berakhir, banyak negara-negara Eropa Tengah dan Timur yang bergabung dengan NATO walaupun tujuan utama NATO (mencegah pengaruh Uni Soviet) sudah tidak berlaku lagi. Sejumlah pihak menolak perluasan NATO karena sifatnya provokatif terhadap Rusia.[3]

Pertahanan rudal[sunting | sunting sumber]

Pertahanan rudal akan menjadi "payung" alternatif melawan serangan nuklir. Ini bukan versi konvensional dari "payung nuklir". Pertahanan rudal merupakan istilah retoris yang lebih mengutamakan pertahanan aktif daripada deterensi nuklir karena "payung nuklir" konvensional cenderung bergantung pada deterensi.[4]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Hans M. Kristensen (1999-07-21). "Japan Under the US Nuclear Umbrella". Nautilus Institute. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-04-22. Diakses tanggal 2007-12-04. 
  2. ^ "The US Nuclear Umbrella Over South Korea". the Nuclear Information Project. 2006-10-23. Diakses tanggal 2007-12-04. 
  3. ^ Nicola Butler, Otfried Nassauer, and Daniel Plesch (February 1997). "Extending the Nuclear Umbrella:Undermining the Nuclear Non-Proliferation Treaty". Berlin Information-center for Transatlantic Security. Diakses tanggal 2007-12-04. 
  4. ^ Baker Spring (2004-10-03). "Finally, U.S. Gets a Nuclear Umbrella". Heritage Foundation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-03-14. Diakses tanggal 2007-12-04.