Pantangan dalam membangun rumah Betawi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Rumah si Pitung

Seperti halnya budaya-budaya lainnya di Nusantara, suku Betawi mengenal juga pantangan atau larangan yang harus dipatuhi ketika membangun rumah. Mereka percaya bahwa jika pantangan tidak dilanggar, si penghuni rumah akan mendapatkan keselamatan atau mendapatkan hal-hal yang baik dalam hidupnya ketika menghuni tempat tinggalnya itu. Pantangan orang Betawi terkait mendirikan rumah adalah soal tanah tempat rumah akan didirikan, posisi, dan material bangunan.[1]

Daftar Pantangan[sunting | sunting sumber]

Orang Betawi pantang mendirikan rumah di atas tanah yang dikeramatkan, misalnya, tanah bekas kuburan. Jika ada Orang Betawi mau mendirikan rumah, rumah itu sepatutnya berada di sebelah kiri rumah orang tua atau mertua. Menurut kepercayaan Betawi, jika posisinya berada di sebelah kanan, keluarga sang anak akan sakit-sakitan, atau bahkan jadi susah rezekinya.

Ada pula pantangan soal bahan bangunan. Dalam hal material bangunan, kayu nangka pantang menjadi bagian bawah kusen pintu. Jika demikian berarti kayu nangka akan selalu dilangkahi orang. Dalam kepercayaan masyarakat Betawi, jika ada yang melangkahi kayu nangka, ia dikhawatirkan akan terkena penyakit kuning.[2]

Menurut kepercayaan orang Betawi, kusen pintu bagian atas baiknya terbuat dari kayu cempaka agar harum. Harum di sini maksudnya adalah agar si penghuni rumah selalu dalam keadaan baik dan disenangi tetangganya. Sebaliknya, kayu asem pantang untuk dipakai, karena dikhawatirkan akan mengganggu hubungan dengan tetangga.

Larangan keras lainnya adalah soal atap rumah. Ada pantangan untuk membuat atap rumah yang bahannya mengandung unsur tanah. Bagi Orang Betawi, tanah itu seharusnya berada di bawah. Menurut kepercayaan orang Betawi, apabila ada orang yang melanggarnya, ia dianggap telah terkubur di dalam tanah.[1]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b "Rumah Betawi". ensiklopediajakartaonline. Diakses tanggal 16 April 2019. 
  2. ^ BP Budpar (2002), hlm. 10. :" Sesuai dengan kepercayaan masyarakat Betawi, kayu nangka sebagai bahan bangunan yang dipilih tidak boleh dibuat dari "trampa" atau "drompot" yaitu bagian bawah kusen pintu, sebab orang yang melangkahi kayu nangka bisa terkena penyakit kuning...".

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

  • BP Budpar, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia (2002). Arsitektur Tradisional Betawi - Sumbawa - Palembang - Minahasa - Dani (PDF) (edisi ke-1). Jakarta: Seksi Publikasi Subdit Dokumentasi dan Publikasi Direktorat Tradisi dan Kepercayaan Deputi Bidang Pelestarian dan Pengembangan Budaya Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata.