Panglima Wangkang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Infobox orangPanglima Wangkang
Biografi
Kelahiran1812
Bakumpai
Kematian1872 (59/60 tahun)
Tempat pemakamanMakam Panglima Wangkang Galat: Kedua parameter tahun harus terisi!
Data pribadi
AgamaIslam
Kegiatan
Pekerjaanpanglima perang
Makam Panglima Wangkang di Marabahan, Baroto Kuala

Panglima Wangkang bergelar Kiay (Kiai) Mas Demang bin Pambakal Kendet (lahir: Marabahan[1] 1812) adalah salah seorang panglima perang dalam Perang Banjar dari kalangan suku Bakumpai yang mempertahankan Distrik Bakumpai (sekarang Barito Kuala). Panglima Wangkang merupakan panglima Dayak yang berdarah Banjar. Bapaknya bernama Kendet (Pambakal Kendit), juga seorang pejuang dan pemimpin suku Bakumpai. Ibunya bernama Ulan berasal dari Amuntai seorang suku Banjar.[2]

Dalam membicarakan perlawanan di daerah Bakumpai perlu disebut tokoh Demang Wangkang yang juga berpengaruh. Di Marahaban ia sepakat dengan Tumenggung Surapati untuk menyerang ibu kota Banjarmasin. Pada tanggal 25 November 1870 ia bersama pengikutnya sebanyak 500 orang meninggalkan Marabahan menuju Banjarmasin. Pertempuran terjadi di dalam kota, tetapi karena kekuatan Belanda cukup besar, Demang Wangkang menarik kembali pasukaannya keluar kota.

Demang Wangkang dan anak buahnya tidak kembali ke tempat pertahanan semula di Marahaban, tetapi ke Sungai Durrakhman. Tidak berapa lama di situ, pada akhir Desember 1870 datang pasukan Belanda yang kuat, terdiri atas 150 orang serdadu dan 8 orang opsir. Pasukan Belanda ini sudah mendapat tambahan pasukan bantuan yang di datangkan dari Surabaya dan pasukan oarng Dayak di bawah pimpinan Suto Ono. Sebelum tiba di Durrakhman, pasukan Belanda ini telah datang ke tempat pertahana Demang Wangkang semula yaitu di Maraahan, tetapi ternyata kosong. Benteng Demang Wangkang di Durrakhman didekati pasukan pemerintah Belanda. Terjadilah pertempuran, dan dalam pertempuran ini Demang Wangkang menemui ajalnya.[3]

Hubungan dengan Kepala Distrik Bakumpai[sunting | sunting sumber]

Panglima Wangkang merupakan mertua Kiai Demang Wangsa Negara seorang Kepala Distrik Bakumpai pada saat itu.

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  • (Indonesia) M. Gazali Usman, Kerajaan Banjar: Sejarah Perkembangan Politik, Ekonomi, Perdagangan dan Agama Islam, Banjarmasin: Lambung Mangkurat Press, 1994.
  • (Indonesia) Nikmah A. Sunardjo, Syair Sultan Mahmud Dilingga dan Syair Perang Banjarmasin, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992.
  • (Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah nasional Indonesia: Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19, PT Balai Pustaka, 1992, ISBN 979-407-410-1, 9789794074107


Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ (Indonesia)Helius Sjamsuddin; Pegustian dan Temenggung: akar sosial, politik, etnis, dan dinasti perlawanan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, 1859-1906; Balai Pustaka, 2001
  2. ^ A. MEIJER (Jonkheer.) (1872). Militair tijdschrift (dalam bahasa Belanda). Bruining & Wijt. hlm. 554. 
  3. ^ (Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1992). Sejarah nasional Indonesia: Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19. PT Balai Pustaka. hlm. 282. ISBN 9794074101. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-22. Diakses tanggal 2014-05-22. ISBN 978-979-407-410-7

Pranala luar[sunting | sunting sumber]