Pangeran Surya Mataram

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pangeran Surya Mataram adalah gelar yang dianugerahkan oleh Mangkunegara I untuk cucu nya tetapi mengundang kontroversi pihak Belanda karena nama itu dikhawatirkan dapat memicu perselisihan baru berkepanjangan.Gelar Pangeran Surya Mataram setelah dihalangi Belanda dengan menekan Sunan Surakarta akhirnya ditarik oleh Mangkunegara I].Cucu Mangkunegara I yang mendapat gelar itu adalah Pangeran Prangwadana calon penerus Mangkunegara I.

Situasi Politik Jawa 1755-1757[sunting | sunting sumber]

Perebutan kekuasaan di Kesultanan Mataram dalam lintasan menuju perdamaian dan mengakhiri konflik yang berkepanjangan pada mulanya dimulai dengan keberhasilan Belanda mendapatkan keabsahan kendali kekuasaan atas Mataram melalui Paku Buwono II sebagai titipan. Dua Pangeran lain yang telah menurun keabsahannya dalam tahta kerajaan semula berjuang bersama menghadapi Belanda dan Sunan Paku Buwono III namun kemudian berpisah untuk untuk tujuan yang sama.Pada tanggal 13 februari 1755 Pangeran Mangkubumi mengadakan perdamaian dengan Belanda yang disebut sebagai Perjanjian Giyanti dan tanggal 17 Maret 1757 Pangeran Sambernyawa mengadakan perdamaian dengan Sunan Paku Buwono III yang disebut sebagai Perjanjian Salatiga.Para Pangeran dari dinasti Mataram dengan dua perjanjian tersebut secara legal telah mendapat pengakuan sebagai para penguasa; Kasunanan Surakarta diperintah Paku Buwono III, Kasultanan Yogyakarta diperintah Pangeran Mangkubumi yang bergelar Hamengku Buwono I dan Mangkunegaran yang diperintah oleh Pangeran Sambernyawa] dengan gelar Mangkunegara I.Rivalitas selanjutnya berganti dengan bentuk baru seperti strategi perkawinan dan penganugerahan nama untuk para Pangeran Kerajaan.

Pasca Perjanjian Giyanti (1755) dan Salatiga (1757)[sunting | sunting sumber]

Dengan Perjanjian Giyanti dan Salatiga berakhir sudah Mataram yang didirikan oleh Panembahan Senopati dan dibesarkan oleh Sultan Agung cucunya sebagai kerajaan yang bersatu dan berdaulat Tunggal di Jawa.Mataram telah terbagi menjadi tiga kekuatan politik dan kekuasaan; Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta dan Mangkunegaran.

Tiga kekuatan Jawa ini berdampingan dengan kekuatan asing VOC atau Belanda yang hadir sebagai penengah dan sekutu.Pertikaian bersenjata telah menguji dan mampu mengukur kapasitas kekuatan masing masing dan menghasilkan suatu keadaan tidak ada yang unggul dan dominan secara tunggal. Kedalam suasana berdamai itu persaingan kekuatan dan kekuasaan memasuki dimensi baru dan satu sama lain saling mengabaikan keberadaan Keraton yang lain (MC.Ricklefs, 2002).

Surya Mataram[sunting | sunting sumber]

Gelar Pangeran Surya Mataram pertama kali diajukan oleh Mangkunegara I untuk nama cucunya yang kelak melanjutkan tahtanya sebagai Mangkunegara II.Gelar Pangeran Surya Mataram yang dalam sejarah Mataram belum pernah ada dan untuk pertama kalinya dipergunakan sebagai gelar Pangeran Surya Mataram untuk cucu Mangkunegara I menimbulkan spekulasi kehawatiran dan kepanikan Belanda.Nama dan gelar itu memancarkan keagungan dan Belanda tidak menghendaki Mangkunegara I memperoleh keagungan itu karena lambat atau pasti pengaruh Mangkunegara I menjadi bersinar terang kembali yang mengundang daya tarik menghimpun pengikut dengan jumlah yang semakin besar. Belanda dan dua kekuasaan yang lain tidak rela dan menginginkan Mangkunegaran menjadi besar dan berpengaruh.

Kepanikan Belanda juga berdasar dari dua penguasa lain yang merasa sikap agresivitas Mangkunegara I kembali kambuh dengan akibat munculnya kembali dukungan pengikut Sultan dan Sunan kepada Mangkunegara I. Belanda menyarankan untuk menarik kembali nama Pangeran Surya Mataram kepada Mangkunegara I dan berjanji untuk tidak mengabaikan tuntutan tuntutan real dari pihak Mangkunegaran.

Referensi

1. MC. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004

2. Yasadipura Babad Mangkubumi

3. http://grobogan.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=57