Pacta sunt servanda

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pacta sunt servanda (dalam bahasa Latin berarti "perjanjian harus ditepati") adalah norma dasar dalam hukum internasional, Secara umum pacta sunt servanda diartikan sebagai terikatnya suatu negara terhadap suatu perjanjian internasional diakibatkan oleh persetujuan dari negara tersebut untuk mengikatkan diri pada perjanjian internasional. Ketika suatu Negara menjadi pihak dalam perjanjian internasional, menyatakan kehendak untuk terikat terhadap ketentuan yang diatur dalam perjanjian tersebut. Hal itu berdampak ketentuan-ketentuan yang diatur dalam perjanjian itu berlaku dalam teritorial negara yang menyatakannya.[1] Pada dasarnya asas ini menyatakan bahwa perjanjian mengikat pihak-pihak yang melakukan perjanjian, sehingga kewajiban-kewajiban yang ditetapkan oleh perjanjian ini harus dilaksanakan dengan iktikad baik.

Asas ini tercantum dalam Pasal 26 Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian 1969.[2] Terdapat beberapa pengecualian untuk asas ini, misalnya jika isi perjanjian bertentangan dengan jus cogens (norma yang tidak boleh dilanggar dalam keadaan apapun).[3] Asas clausula rebus sic stantibus (seperti yang disebutkan dalam Pasal 62 Konvensi Wina 1969) juga memungkinkan negara untuk mengakhiri perjanjian apabila telah terjadi perubahaan keadaan yang mendasar asalkan keadaan tersebut melandasi iktikad negara untuk terikat dengan perjanjian ini.[4]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Danel Aditia Situngkir (2018). "Asas Pacta Sunt Servanda Dalam Penegakkan Hukum Pidana Internasional". Jurnal Cendekia Hukum. 3 (2): 156. ISSN 2355-4657. 
  2. ^ Shaw 2017, hlm. 685.
  3. ^ Shaw 2017, hlm. 93-95.
  4. ^ Aust 2007, hlm. 293.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]