Orang Saksen
Sahson | |
|---|---|
Kadipaten Suku Saksen | |
| Daerah dengan populasi signifikan | |
| Negeri Saksen Lama, Frislandia, Negeri Inggris, Normandia | |
| Bahasa | |
| Bahasa Saksen Lama | |
| Agama | |
| Mulanya paganisme Jermani dan paganisme Saksen Inggris, kemudian hari Kristen | |
| Kelompok etnik terkait | |
| Orang Saksen Inggris, orang Angel, orang Frisii, orang Yuti, orang Peranggi |
Orang Saksen (bahasa Belanda: Saksen, bahasa Jerman: Sachsen, bahasa Latin: Saxones), yang kadang-kadang juga disebut orang Saksen Lama atau orang Saksen Eropa Daratan, adalah masyarakat Jermani yang mendiami negeri Saksen Lama (Latin: Antiqua Saxonia) pada Abad Pertengahan Awal. Negeri Saksen Lama, yang terletak di antara hilir sungai Rein dan hilir sungai Elbe, menjadi salah satu kadipaten suku di dalam wilayah kedaulatan kulawangsa Karling pada tahun 804.[1] Banyak tetangga orang Saksen adalah masyarakat penutur dialek Jermani Barat seperti mereka, antara lain orang Peranggi dan orang Thuringi di selatan, serta orang Fris dan orang Angel di utara, yang mula-mula juga disebut "orang Saksen" ketika mulai masuk menyerbu dan menetap di Galia dan Britania pada zaman penjajahan Romawi. Tetangga-tetangga mereka di timur adalah orang Obodrit dan kelompok-kelompok masyarakat penutur bahasa Slav lainnya.
Sejarah politik orang Saksen Eropa Daratan baru terungkap pada abad ke-8, ketika pahlawan semilegendaris mereka, Widukind, berkonflik dengan Karel Agung, raja orang Peranggi. Agaknya orang Saksen baru bersatu secara politik sesudah timbul konflik turun-temurun yang berakhir dengan kekalahan mereka. Sebelum itu, kabarnya mereka diperintah oleh "satrap-satrap" regional. Raja-raja Peranggi di Austrasia, baik dari wangsa Meroving maupun dari wangsa Karling, berulang kali memerangi orang Saksen, baik di sebelah barat, dekat Lippe, Ems, dan Weser, maupun di sebelah timur, dekat Thüringen dan Bohemia, yakni di daerah yang kemudian hari disebut "Swaben Utara" di dalam sumber-sumber Abad Pertengahan. Karel Agung menundukkan seluruh masyarakat Saksen sesudah memenangkan Perang Saksen (tahun 772–804 Masehi), memaksa mereka memeluk agama Kristen, dan menjadikan negeri Saksen sebagai bagian dari wilayah kedaulatan wangsa Karling. Di bawah pemerintahan raja-raja Karling, negeri Saksen dijadikan sebuah kadipaten, salah kemudian hari merupakan salah satu unsur di dalam tatanan politik dasar negara Kekaisaran Romawi Suci. Adipati-adipati Saksen terdahulu meluaskan wilayahnya ke sebelah timur dengan mencaplok daerah orang Wend, masyarakat penutur bahasa Slav, dan dengan demikian turut memperluas wilayah kedaulatan Kekaisaran Romawi Suci.
Jauh sebelum negeri Saksen secara gamblang disebut sebagai sebuah negara di dalam catatan sejarah, sebutan "Saksen" disematkan kepada gerombolan penjarah di daerah pesisir yang menyerbu Kekaisaran Romawi dari sebelah utara Sungai Rein. Sebutan itu kurang lebih semakna dengan sebutan Viking yang muncul kemudian hari. Gerombolan penjarah dan pemukim mula-mula ini mencakup orang Fris, orang Angel, maupun orang Yuti, dan istilah "Saksen" pada masa itu belum menjadi sebutan khusus bagi suku tertentu.
Hanya ada satu sumber dari zaman Klasik yang diduga kuat menyebut-menyebut keberadaan suku Saksen yang lebih kecil dan lebih tua pada abad ke-2 Masehi, tetapi penafsirannya masih diperdebatkan (sebagian besar naskah yang sintas menyebut suku itu dengan nama Axones, alih-alih Saxones). Bagi para sejarawan yang membenarkan dugaan tersebut, suku Saksen mula-mula itu bermukim di sebelah utara muara sungai Elbe, tidak jauh dari daerah yang diduga kuat sebagai bijana orang Angel, yakni daerah yang kemudian hari bernama Nordelbingen di negeri Saksen.[2]
Dewasa ini tidak ada lagi kelompok etnis Saksen maupun negeri Saksen di Jerman, tetapi nama Saksen terabadikan pada sejumlah nama daerah dan negara bagian, antara lain negara bagian Saksen Hilir (bahasa Jerman: Niedersachsen), yang wilayahnya mencakup sebagian besar bekas wilayah Kadipaten Saksen. Bahasa Saksen berevolusi menjadi bahasa Jerman Hilir, lingua franca Liga Hansa, tetapi kedudukannya sebagai bahasa sastra, bahasa administrasi pemerintahan, dan bahasa budaya berangsur-angsur tergantikan oleh bahasa Belanda dan bahasa Jerman semenjak Abad Pertengahan Akhir.
Terminologi
[sunting | sunting sumber]
Menurut pandangan tradisional, istilah Saksen berasal dari nama sejenis pisau yang sezaman dengan orang Saksen, yaitu saks (bahasa Belanda: sax, bahasa Jerman Hulu Lamaː sachs, bahasa Inggris Lamaː seax).[3][4] Istilah Saksen pertama kali digunakan secara definitif di dalam sumber tertulis untuk menyifatkan gerombolan penjarah di daerah pesisir yang menyeberang dengan perahu ke wilayah Kekaisaran Romawi dari daerah-daerah di sebelah utara sungai Rein. Makna istilah Saksen pada masa itu mirip dengan istilah Viking yang muncul kemudian hari.[5] Para penjarah dan pemukim mula-mula yang disebut orang Saksen ini mencakup orang Fris, orang Angel, dan orang Yuti, yang bijananya membentang dari negeri Belanda sampai ke Denmark sekarang ini, termasuk bagian pesisir dari wilayah yang kelak bernama negeri Saksen. Pernah dikemukakan bahwa orang Saksen pesisiran, yang erat dikaitkan dengan orang Saksen Inggris, seharusnya dilihat sebagai kelompok masyarakat yang berbeda dari orang Saksen zaman Karling, sekalipun sama-sama disebut "Saksen" dan jelas-jelas masih berkerabat. Kesamaan sebutan tersebut telah dibandingkan dengan evolusi istilah-istilah modern di Eropa yang digunakan sebagai sebutan bagi kelompok masyarakat tertentu, misalnya istilah the Dutch dalam bahasa Inggris adalah sebutan bagi masyarakat Belanda, alih-alih masyarakat Jerman (bahasa Jerman: die Deutschen), demikian pula istilah the Germans adalah sebutan bagi masyarakat Jerman, alih-alih masyarakat Jermani (bahasa Jerman: die Germanen).[6]
Orang Saksen mula-mula ini banyak yang menetap di wilayah Kekaisaran Romawi, yakni di Inggris dan kawasan utara Prancis sekarang ini. Alih-alih negeri Saksen, Inggris kadang-kadang disebut sebagai bijana orang Saksen di dalam sumber-sumber tertulis. Untuk menghindari kerancuan, sastrawan-sastrawan yang berkarya pada abad ke-8, misalnya Beda Venerabilis dan penulis risalah awanama Kosmografi Ravena, menyebut orang Saksen di Jerman sebagai "orang Saksen lama", dan menyebut negeri mereka sebagai "negeri Saksen lama". Pembedaan semacam ini masih sering dipakai para sejarawan masa kini saat membicarakan kurun waktu tersebut. Di lain pihak, masyarakat yang dulu disebut "orang Saksen", yang datang menetap di Inggris dan menjadi bagian dari bangsa baru penutur bahasa Inggris Lama, dewasa ini lazim disebut orang Saksen Inggris atau "orang Inggris". Bangsa baru tersebut terbentuk sebagai hasil peleburan populasi-populasi masyarakat pribumi Inggris-Romawi, orang Saksen, maupun kelompok-kelompok masyarakat pendatang lainnya yang juga berasal dari kawasan Laut Utara, termasuk orang Fris, orang Yuti, dan orang Angel. Sebutan "orang Angel" inilah yang memunculkan istilah inggris (bahasa Portugis: ingrês, dari bahasa Portugis Galegoː engres, dari bahasa Prancis: Angleis), istilah kolektif yang lebih umum dipakai. Istilah Angelsaksen (bahasa Latin: Anglosaxones), yang menggabungkan sebutan bagi masyarakat Angel dengan sebutan bagi masyarakat Saksen, juga mulai dipakai pada abad ke-8, mula-mula di dalam risalah Paulus Diakonus, untuk membedakan masyarakat penutur bahasa Jermani di negeri Inggris (bahasa Latin: Angli Saxones) dari orang Saksen Eropa Daratan (bahasa Latin: Saxones). Meskipun demikian, masyarakat Saksen di Inggris maupun masyarakat Saksen yang mendiami negeri Saksen di kawasan utara Jerman, untuk jangka waktu yang lama masih terus disebut sebagai "orang Saksen" tanpa pembedaan.
Kemungkinan disebutkan di dalam risalah Ptolemeus pada abad ke-2
[sunting | sunting sumber]
Geographia, risalah Klaudius Ptolemeus dari abad ke-2 Masehi, kadang-kadang dianggap sebagai karya sastra pertama yang menyebut-nyebut keberadaan orang Saksen. Beberapa salinan risalah ini memuat keterangan tentang keberadaan suku yang disebut Saxones di daerah yang berada tepat di sebelah utara hilir sungai Elbe, dan keberadaan tiga pulau di sebelah utara muara sungai Elbe yang dinamakan pulau-pulau Saksen.[7] Meskipun demikian, salinan-salinan lain mencantumkan istilah Axones, alih-alih Saxones, sebagai sebutan bagi suku tersebut. Beberapa sarjana seperti Mathias Springer telah berteori bahwa mungkin saja Axones merupakan kekeliruan dalam melafalkan nama suku yang disebut Aviones oleh Tacitus di dalam risalahnya, Germania. Menurut teori ini, istilah Saxones terlahir dari usaha para penyalin terkemudian untuk membetulkan sebuah nama yang tidak ada artinya bagi mereka.[8] Di lain pihak, Gudmund Schütte, dalam analisisnya tentang masalah-masalah semacam itu di dalam bukunya, Ptolemy's Maps of Northern Europe, yakin bahwa istilah Saxones memang sudah benar. Ia menunjukkan bahwa hilangnya huruf pertama sebuah kata dapat dijumpai pada banyak bagian di dalam berbagai salinan risalah Ptolemeus, dan bahwa naskah-naskah yang tidak mencantumkan istilah Saxones pada umumnya bermutu rendah secara keseluruhan.[9] Menurut Liccardo, "sekalipun sebutan itu terdapat di dalam bagian Geographia yang sulit ditafsirkan, konsensus ilmiah menganggap kalimatnya memang asli".[7]
Bagi mayoritas sarjana yang menerima pandangan bahwa keberadaan orang Saksen memang disebutkan di dalam risalah Ptolemeus, kemunculan kembali orang Saksen di dalam catatan-catatan abad ke-3 sebagai masyarakat yang jauh lebih disegani dan tersebar luas bagaimanapun juga adalah sesuatu yang luar biasa.
Gerombolan penyamun Saksen pada abad ke-3 dan ke-4
[sunting | sunting sumber]Pemakaian nama Saksen secara gamblang dan tak terbantahkan untuk pertama kalinya dijumpai di dalam sumber-sumber tertulis dari abad ke-4, tetapi beberapa di antaranya adalah catatan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada abad ke-3. Sesudah risalah Ptolemeus, sumber tertua yang menyebut-nyebut keberadaan orang Saksen adalah risalah Laterculus Veronensis dari sekitar tahun 314 Masehi. Di dalam risalah ini, orang Saksen terdaftar bersama bangsa-bangsa barbar yang takluk kepada pemerintah Kekaisaran Romawi pada titik waktu yang berbeda-beda. Di dalam daftar tersebut, orang Saksen dengan jelas dibedakan dari kelompok-kelompok masyarakat tetangganya, yang mencakup orang Chamavi dan orang Franci. Di lain pihak, istilah Saksen tidak muncul di dalam satupun Panegyrici Latini dari abad ke-3.[10]
Flavius Etropius, sejarawan Romawi abad ke-4, menyebutkan bahwa gerombolan-gerombolan penyamun Saksen dan Peranggi telah menyerbu daerah pesisir Laut Utara di dekat Boulogne-sur-Mer sekitar tahun 285, ketika Karausius ditempattugaskan di daerah itu guna memerangi mereka. Meskipun demikian, mungkin sekali Sakson adalah sebuah istilah baru yang digunakan Etropius secara anakronistis.[11] Panegyrici Latini, yang ditulis tak lama sesudah peristiwa-peristiwa itu terjadi, justru tidak menyebut-nyebut orang Saksen, dan malah menyebut-nyebut orang Peranggi, orang Chamavi, serta orang Fris, yang mengindikasikan bahwa kelompok-kelompok masyarakat tersebut dan kemungkinan besar kelompok-kelompok lain sudah beberapa dasawarsa lamanya memasuki serta menguasai daerah delta Rein dan delta Schelde di wilayah Kekaisaran Romawi. Panegyrici Latini sepertinya menyiratkan bahwa orang Chamavi dan orang Fris pada masa itu adalah adalah puak-puak orang Peranggi, alih-alih puak-puak orang Saksen. Daerah pesisir Laut Utara dijadikan bagian dari wilayah pemerintahan Romawi oleh Konstantius Klorus, yang memukimkan banyak masyarakat taklukan tersebut di daerah-daerah jarang penduduk di Galia. Konstantius Klorus juga memberantas pemberontakan Karausius di Inggris. Konon pasukannya membantai prajurit-prajurit barbar upahan di negeri itu, juga "orang-orang yang akhir-akhir ini suka meniru gaya busana dan rambut merah orang barbar yang panjang terurai".[12]
Belum jelas kapan gugus bangunan komando militer Romawi yang disebut Litus Saxonicum (Pantai Saksen) pertama kali dibangun atau dinamakan demikian. Gugus bangunan tersebut terdiri atas sembilan benteng di sudut tenggara negeri Inggris. Di sisi lain Selat Inggris, dibentuk dua komando militer daerah pesisir, yaitu komando militer atas Tractus Armoricanus di Bretanye dan Normandia sekarang, dan komado militer atas pesisir Belgica Secunda di Flandria dan Pikardia sekarang. Risalah Notitia Dignitatum dari sekitar tahun 400 menunjukkan bahwa gugus bangunan tersebut eksis pada masa itu, serta menyebut-nyebut keberadaan satu kesatuan militer (Ala) Saksen di dalam angkatan bersenjata Romawi yang ditempattugaskan di Libanon dan kawasan utara Israel sekarang ini. Ala primum Saxonum ini sudah eksis pada tahun 363, ketika Kaisar Yulianus mengerahkan mereka ke Arabia untuk melawan Kekaisaran Persia. Pernak-pernik militer Romawi dari abad ke-4 & ke-5 yang ditemukan di kawasan utara Jerman sepertinya mengindikasikan kepulangan prajurit-prajurit purnabakti.[13]
Sebelum menjadi kaisar, Yulianus Murtad, di dalam salah satu pidatonya, menyebut orang Saksen sebagai sekutu dekat Magnensius si kaisar pemberontak pada tahun 350. Yulianus menyifatkan orang Saksen dan orang Peranggi sebagai kaum kerabat Magnensius, yang hidup "di seberang sungai Rein dan di pesisir laut barat".[14] Pada tahun 357/358, agaknya Yulianus berkonflik dengan orang Saksen ketika melancarkan kampanye militer di daerah sekitar sungai Rein melawan orang Alemani, orang Peranggi, dan orang Saksen. Zosimus, sejarawan abad ke-5, melaporkan keterlibatan orang Saksen, "yang melebihi semua orang barbar di daerah-daerah itu dalam hal keberanian, kekuatan, dan ketangguhan". Menurut Zosimus, mereka mengerahkan orang "Quadi", bagian dari masyarakat Saksen, untuk memerangi negeri-negeri Romawi, tetapi mereka dihalangi oleh orang Peranggi yang berdiam di dekat mereka. Orang "Quadi" mengakalinya dengan memanfaatkan perahu untuk menghindari orang Peranggi, dan berhasil sampai ke Batavia (Betuwe) di delta Rein.[15] Para sarjana pada umumnya meyakini nama "Quadi" sebagai sebuah kekeliruan, yang mungkin dilakukan oleh seorang penyalin naskah. Berdasarkan laporan-laporan lain yang lebih sezaman dengan kampanye-kampanye militer tersebut, sepertinya yang dimaksud Zosimus adalah orang Chamavi, kendati biasanya disenaraikan sebagai orang Peranggi. Keterangan ini menyiratkan bahwa kemungkinan besar istilah "Sakson" bukanlah sebutan khusus bagi etnis tertentu pada masa itu, melainkan mungkin saja merupakan sebutan bagi gerombolan-gerombolan penyamun yang melancarkan penyerbuan dengan memanfaatkan perahu.[16]
Keterangan-keterangan lain yang menyebut-nyebut keberadaan orang Saksen pada abad ke-4 adalah sebagai berikut:
- Sejarawan abad ke-4, Amianus Marselinus, melaporkan di dalam risalahnya (pustaka 26 dan 27) bahwa Britania dirongrong oleh orang Scoti, dua suku Picti (Dicalydones dan Verturiones), orang Attacotti, dan orang Saksen. Perwira Romawi, Komitatus Teodosius, memimpin kampanye militer yang berhasil menegakkan kembali kedaulatan Romawi di Britania. Dalam sebuah prasasti yang ditemukan di Stobi, Makedonia Utara, Teodosius disebut sebagai momok negeri Saksen. Prasasti ini merupakan sumber tertua yang menyebut keberadaan sebuah negeri orang Saksen yang terpisah dari negeri dari suku di dalam risalah Prolomeus yang masih menjadi pokok perdebatan itu, akan sepertinya tetapi negeri Saksen yang disebutkan di dalam prasasti ini berada di Britania.[17] Sebuah keterangan puitis tentang pertempurannya melawan orang Saksen mengaitkan negeri Saksen tersebut dengan kepulauan Orkney di lepas pantai Skotland, tetapi kemungkinan besar Teodosius juga bertempur melawan orang Saksen di daerah delta Rein.[18]
- Di Galia, pada tahun 370 (risalah Amianus, pustaka 28 dan 30), orang Saksen "berlayar laju mengarungi samudra menentang bahaya menuju perbatasan wilayah Romawi", menyerbu distrik-distrik (bahasa Latin: regiones) maritim di Galia. Pasukan Kaisar Valentinianus mengecoh dan menjebak mereka dengan "siasat yang licik tetapi manjur", "dan sesudah melucuti jarahan mereka, gerombolan begal itu digebuki sampai remuk, padahal nyaris saja mereka pulang dengan bergelimang harta rampasan".
- Pada tahun 373, orang Saksen dikalahkan di sebuah tempat bernama Deuso, yang disifatkan sebagai daerah orang Peranggi tetapi berada di luar wilayah Romawi. Kemungkinan besar keterangan ini adalah keterangan pertama tentang keberadaan pasukan Saksen daerah pedalaman.[19]
- Ambrosius, Uskup Milan, meriwayatkan tidak lama sebelum mangkat pada tahun 388, bahwa Kaisar Magnus Maximus diserang oleh orang Peranggi dan orang Saksen sebagai ganjaran ilahi akibat membangun kembali sebuah sinagoga yang hangus terbakar di Roma.[20]
- Pada tahun 393, orang Saksen dilaporkan gugur sebagai gladiator di Roma.[20]
Dalam banyak kasus, orang Saksen erat dikaitkan dengan pemanfaatan perahu untuk kepentingan penyerbuan-penyerbuan mereka, kendati keterangan-keterangan pertama mengenai mereka juga menyebutkan serbuan-serbuan di daerah daratan delta Rein-Maas. Keterangan khusus tentang serbuan-serbuan mendadak orang Saksen pesisiran yang sangat ditakuti pada abad ke-4 tidak hanya dikemukakan oleh sejarawan Amianus, tetapi juga oleh penyair Klaudianus.[21]
Abad ke-5
[sunting | sunting sumber]Banyak sumber dari abad ke-5 yang mengait-ngaitkan orang Saksen dengan Britania dan Galia, kendati ada keterangan yang tak terperinci tentang bijana orang Saksen tersaji di dalam risalah Hilarion, yang menyebutkan bahwa bijana orang Peranggi terletak di antara negeri orang Saksen dan negeri orang Alemani, dan dengan demikian itu menempatkan bijana orang Saksen di sebelah utara negeri orang Peranggi.[22] Kemungkinan besar istilah Saksen pada masa itu masih jamak dipakai untuk menyifatkan gerombolan-gerombolan penyamun utara pada umumnya, bukan sebagai sebutan bagi kelompok masyarakat tertentu. Sejawaran Prokopius, yang berkarya di Kekaisaran Romawi Timur pada abad ke-6, hanya menyebutkan tiga bangsa besar yang mendiami pulau "Britia", yaitu orang Angel, orang Fris, dan orang Brit. Orang Saksen malah tidak disebut sama sekali.[23] Reputasi sebagai gerombolan penyamun pesisiran yang suka menyerang dengan tiba-tiba belum juga pudar. Menjelang akhir abad ke-5, Sidonius Apolinaris menyajikan sebuah gambaran dramatis dari serbuan orang Saksen di dalam sepucuk surat untuk sahabatnya yang ditempattugaskan di sebuah pos pertahanan pesisir di Saintonge, tidak jauh dari Bordeaux.
Saxon di Britania
[sunting | sunting sumber]
Bangsa Saxon, bersama dengan suku Anglia, suku Frisia dan suku Jute, menyerbu dan bermigrasi ke pulau Britania Raya (Britannia) sekitar masa runtuhnya otoritas Romawi di barat. Para penyerbu Saxon sendiri telah mengganggu pesisir timur dan selatan Britania selama berabad-abad sebelumnya, sehingga dibangun rangkaian benteng pesisir yang disebut Litora Saxonica atau Pesisir Saxon oleh Romawi, dan banyak pula orang Saxon serta suku-suku lainnya yang telah diizinkan tinggal di wilayah tersebut sebagai petani lama sebelum berakhirnya kekuasaan Romawi di Britannia.
Menurut tradisi, bangsa Saxon (beserta suku-suku lainnya) pertama kali memasuki Britania secara bersama-sama sebagai bagian dari kesepakatan untuk melindungi suku Briton dari gangguan suku Pikt, suku Gael, dan sejumlah suku lainnya. Kisah ini dilaporkan dalam sumber-sumber seperti Historia Brittonum dan Gildas, yang mengindikasikan bahwa raja Britania Vortigern memperbolehkan para pemimpin perang Jermanik, kelak disebutkan dengan nama Hengist dan Horsa oleh Bede, untuk menempatkan rakyatnya di Pulau Thanet sebagai imbalan atas bantuan mereka sebagai tentara bayaran. Hengist, menurut Bede, memanipulasi Vortigern supaya memberinya lebih banyak lahan dan memperbolehkan lebih banyak pendatang, mempermudah berdirinya pemukiman Jermanik di Britania.
Para sejarawan berbeda pendapat mengenai apa yang terjadi selanjutnya. Beberapa berpendapat bahwa pengambilalihan Brtitania Raya Utara oleh bangsa Anglia-Saxon berlangsung dengan damai. Akan tetapi, hanya ada satu catatan yang diketahui berasal dari orang asli Britania yang hidup pada masa itu pada pertengahan abad ke-5 M, yang disebut Gildas, dan deskripsinya menggambarkan adanya perebutan kekuasaan secara paksa
Gildas juga menggambarkan bagaimana bangsa Saxon membantai orang-orang pada Pertempuran Mons Badonicus empat puluh tahun sebelum ia menulis catatannya, dan Britania kembali ke masa kekuasaan Romawi-Britania. Sejarawan Inggris abad k-8 M, Bede, tidak sepakat dengan Gildas, dan menyatakan bahwa invasi Saxon berlanjut setelah Pertempuran Mons Badonicus, termasuk juga ekspedisi suku Jute dan suku Anglia, yang menyebabkan penguasaan secara cepat atas Britania Tenggara, serta berdirinya kerajaan-kerajaan Anglia-Saxon.
Saksen sebagai demonim
[sunting | sunting sumber]Rumpun bahasa Kelt
[sunting | sunting sumber]Di dalam rumpun bahasa Kelt Kepulauan, kata-kata yang digunakan untuk menyebut kebangsaan Inggris mungkin saja diturunkan dari kata Latin Saxones.
Saksen sebagai toponim
[sunting | sunting sumber]Sesudah Adipati Heinrich Singa (lahir tahun 1129, wafat tahun 1195, Adipati Saksen dari tahun 1142 sampai 1180) dilengserkan dan kadipaten kesukuan Saksen dipecah menjadi banyak praja baru, nama Saksen beralih menjadi sebutan bagi pecahan-pecahan Kadipaten Saksen yang dikuasai keluarga Askanier, pewaris gelar Adipati Saksen. Pengalihgunaan nama Saksen inilah inilah yang kemudian hari memunculkan nama Saksen Hulu dan Saksen Hilir. Nama Saksen Hulu muncul sebagai sebutan bagi wilayah kekuasaan keluarga Wettin yang juga mencakup daerah yang didiami suku Slav Polabi, untuk membedakannya dari daerah yang didiami suku Saksen, yang belakangan disebut Saksen Hilir. Lama-kelamaan negeri Saksen Hulu menjadi lumrah disebut negeri Saksen, dan dengan demikian mencatut nama yang dulu melekat pada lokasi geografis yang lain. Wilayah Saksen Hulu dewasa ini termasuk dalam lingkup mandala budaya Jerman Tengah, tepatnya di bagian timur wilayah negara Republik Federal Jerman (wilayah Saksen Hulu mencakup wilayah negara bagian Saksen dan sebagian wilayah negara bagian Saksen-Anhalt sekarang ini).
Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ↑ Springer 2004, hlm. 12: "Unter dem alten Sachsen ist das Gebiet zu verstehen, das seit der Zeit Karls des Großen (reg. 768–814) bis zum Jahre 1180 also Saxonia '(das Land) Sachsen' bezeichnet wurde oder wenigstens so genannt werden konnte."
- ↑ Springer 2004, hlm. 27-31.
- ↑ "Saxon | Definition of Saxon in English by Oxford Dictionaries". Oxford Dictionaries | English. Diakses tanggal 2019-03-10.[pranala nonaktif]
- ↑ Templat:Oed
- ↑ Springer 2004, hlm. 12: "Im Latein des späten Altertums konnte Saxones als Sammelbezeichnung von Küstenräubern gebraucht werden. Es spielte dieselbe Rolle wie viele Jahrhunderte später das Wort Wikinger."
- ↑ Springer 2004b, hlm. 33: "Engl. the Dutch heißt nicht "die Deutschen"; und engl. the Germans heißt nicht "die Germanen". Franci im Latein des Hoch- und Spät-MAs meinte die Franzosen und nicht die Franken usw. So war das lat. Saxones während der Völkerwanderungszeit und des Früh-MAs keineswegs auf "die" Sachsen festgelegt."
- 1 2 Liccardo 2023, hlm. 60.
- ↑ Green, D. H.; Siegmund, F. (2003). The Continental Saxons from the Migration Period to the Tenth Century: An Ethnographic Perspective. Boydell Press. hlm. 14–15. ISBN 978-1-84383-026-9.
- ↑ Schütte 1917, hlm. 22–23.
- ↑ Liccardo 2023, hlm. 55,60.
- ↑ Springer 2004, hlm. 33.
- ↑ Nixon & Rodgers 1994, hlm. 137-138.
- ↑ Springer 2004, hlm. 45.
- ↑ Springer 2004, hlm. 34.
- ↑ Zosimus, Sejarah Baru, 3.6
- ↑ Springer 2004, hlm. 35-36.
- ↑ Springer 2004, hlm. 36.
- ↑ Nixon & Rodgers 1994, hlm. 518 Mengutip Klaudianus, Ihwal Masa Jabatan Keempat Kaisar Honorius Selaku Konsul
- ↑ Springer 2004, hlm. 39-41.
- 1 2 Springer 2004, hlm. 38.
- ↑ Springer 2004, hlm. 37.
- ↑ Springer 2004, hlm. 39.
- ↑ "LacusCurtius • Procopius, Wars VIII.18‑20".
Rujukan
[sunting | sunting sumber]- Thompson, James Westfall. Feudal Germany. 2 vol. New York: Frederick Ungar Publishing Co., 1928.
- Reuter, Timothy. Germany in the Early Middle Ages 800–1056. New York: Longman, 1991.
- Reuter, Timothy (trans.) The Annals of Fulda Diarsipkan 2010-02-26 di Wayback Machine.. (Manchester Medieval series, Ninth-Century Histories, Volume II.) Manchester: Manchester University Press, 1992.