Neo-Ottomanisme

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perluasan Kekaisaran Utsmaniyah pada 1566, setelah kematian Suleiman yang Luar Biasa

Neo-Ottomanisme (Turki: Yeni Osmanlıcılık) adalah sebuah ideologi politik Turki imperialis dalam pengertian luas, mempromosikan jalinan politik lebih besar dari Republik Turki pada wilayah yang dulu berada di bawah kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah, negara pendahulu yang meliputi wilayah Turki modern dan lainnya.[1]

Istilah tersebut kini dikaitkan dengan iridentis, intervensionis dan ekspansionis Turki di negara-negara tetangga seperti Siprus, Yunani, Irak dan Suriah.[2][3][4][5] Meski demikian, istilah tersebut telah ditolak oleh Pemerintahan Erdogan, seperti mantan Menteri Luar Negeri Ahmet Davutoglu dan Ketua Parlemen Mustofa Sentop.[6]

Ikhtisar[sunting | sunting sumber]

Istilah Neo-Ottomanisme pertama kali digunakan di dalam makalah Chatham House oleh David Barchard pada tahun 1985,[7] ketika Barchard menyarankan bahwa "opsi Neo-Ottoman" dapat menjadi jalan yang memungkinkan untuk pengembangan Turki di masa depan. Selain itu, istilah tersebut tampaknya juga telah digunakan oleh orang Yunani beberapa saat setelah invasi Turki ke Siprus pada tahun 1974.[8]

Pada abad ke-21, istilah Neo-Ottomanisme muncul untuk menandakan tren politik domestik Turki, ketika terjadi kebangkitan tren tradisi dan budaya Utsmaniyah yang diiringi berkuasanya Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pada tahun 2002. Penggunaan ideologi oleh Partai Keadilan dan Pembangunan ini mendukung pengaruh budaya Utsmaniyah yang lebih dalam pada kebijakan sosial domestik. Hal ini menyebabkan masalah dengan kredensial sekuler dan republik Turki modern.[9][10]

AKP telah menggunakan slogan-slogan seperti Osmanlı torunu atau keturunan Utsmaniyah, untuk menyebut para pendukungnya sekaligus kepada pemimpin mereka Recep Tayyip Erdogan selama kampanye pemilihan umum. Cita-cita domestik ini juga telah melihat kebangkitan Neo-Ottomanisme dalam kebijakan luar negeri AKP. Selain menjadi batas demarkasi antara pendukung setia antara para pendukung AKP dengan pendukung setia Kemalisme, Neo-Ottomanisme juga telah menjadi alat bagi upaya mereka untuk mengubah sistem pemerintahan Turki menjadi presidensial, mendukung kepemimpinan terpusat yang kuat serupa dengan parlemen Turki di masa Kesultanan Utsmaniyah. Oleh karena itu, para kritikus juga menyebut bahwa Erdogan bertindak seperti layaknya "Sultan Utsmaniyah".[11][12][13]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Wastnidge, Edward (2019-01-02). "Imperial Grandeur and Selective Memory: Re-assessing Neo-Ottomanism in Turkish Foreign and Domestic Politics". Middle East Critique. 28 (1): 7–28. doi:10.1080/19436149.2018.1549232. ISSN 1943-6149. 
  2. ^ Taşpınar, Ömer (2012-08-01). "Turkey's Strategic Vision and Syria". The Washington Quarterly. 35 (3): 127–140. doi:10.1080/0163660X.2012.706519. ISSN 0163-660X. 
  3. ^ Antonopoulos, Paul (2017-10-20). "Turkey's interests in the Syrian war: from neo-Ottomanism to counterinsurgency". Global Affairs. 3 (4-5): 405–419. doi:10.1080/23340460.2018.1455061. ISSN 2334-0460. 
  4. ^ Danforth, Nick. "Turkey's New Maps Are Reclaiming the Ottoman Empire". Foreign Policy (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-10-08. 
  5. ^ Sahar, Sojla (2020-09-02). "Turkey's Neo-Ottomanism is knocking on the door". Modern Diplomacy (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-10-08. 
  6. ^ Rakipoglu, Zeynep (2021-01-29). "Turkey determined to protect its rights': Official". Anadolu Agency. Diakses tanggal 2022-07-23. 
  7. ^ Barchard, David (1985). Turkey and the West. Royal Institute of International Affairs. London: [Published for] the Royal Institute of International Affairs [by] Routledge & Kegan Paul. ISBN 0-7102-0618-6. OCLC 12107309. 
  8. ^ Karpat, Kemal H. (2002). Studies on Ottoman social and political history : selected articles and essays. Leiden, the Netherlands: Brill. ISBN 1-4175-4552-6. OCLC 60248254. 
  9. ^ "İstanbul Barosu'ndan AKP'li vekile çok sert tepki". www.cumhuriyet.com.tr (dalam bahasa Turki). Diakses tanggal 2022-07-23. 
  10. ^ "AKP'li vekil: Osmanlı'nın 90 yıllık reklam arası sona erdi". www.cumhuriyet.com.tr (dalam bahasa Turki). Diakses tanggal 2022-07-23. 
  11. ^ "AKP'nin Osmanlı sevdası ve... - Barış Yarkadaş - Gerçek Gündem". web.archive.org. 2015-02-08. Archived from the original on 2015-02-08. Diakses tanggal 2022-07-23. 
  12. ^ "Yeniden Osmanlı hayalinin peşinden koşan AKP, felaketi yakaladı!." www.sozcu.com.tr (dalam bahasa Turki). Diakses tanggal 2022-07-23. 
  13. ^ "Kılıçdaroğlu: AKP çökmüş Osmanlıcılığı ambalajlıyor". T24 (dalam bahasa Turkish). Diakses tanggal 2022-07-23. 

Bacaan tambahan[sunting | sunting sumber]

  • M. Hakan Yavuz, Nostalgia for the Empire: The Politics of Neo-Ottomanism. Oxford University Press, Oxford, 2020. ISBN 9780197512289.
  • Alexander Murinson, Turkish Foreign Policy in the 21st Century: Neo-Ottomanism and the Strategic Depth Doctrine. I. B. Tauris, 2020. ISBN 9781784532406
  • Darko Tanasković, Neo-ottomanism: A Doctrine and Foreign Policy Practice. Association of Non-Governmental Organisations of Southeast Europe-CIVIS, 2013. ISBN 9788690810352
  • Kubilay Yado Arin, The AKP's Foreign Policy, Turkey's Reorientation from the West to the East? Wissenschaftlicher Verlag Berlin, Berlin 2013. ISBN 9 783865 737199.
  • Graham E. Fuller, The New Turkish Republic: Turkey as a Pivotal State in the Muslim World, United States Institute of Peace Press, 2007. ISBN 9781601270191
  • Arestakes Simavoryan, Ideological Trends in the Context of Foreign Policy of Turkey. Europe & Orient, no. 11 (55-62), 2010.