Nandong

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Nandong adalah tradisi lisan paling populer dan menjadi salah satu ikon Simeulue. Secara etimologis nandong berarti “senandung”. Kesenian ini berwujud berbalas syair/pantun oleh sejumlah penandong, minimal dua penandong, dengan dipimpin oleh seorang penandong yang disebut “penghulu gandang”.

Sejarah Nandong[sunting | sunting sumber]

Nandong merupakan suatu media komunikasi yang digunakan masyarakat Simeulue, namun sudah tidak banyak lagi orang yang mampu memainkan atau menyairkan nandong. Saat ini nandong masih dipertunjukan di acara perkawinan dan sunat rasul. Tradisi lisan ini masih berperan sebagai media penyampai pesan positif sebagai pewarisan budaya sehari-hari masyarakat Simeulue. Nandong merupakan puisi tradisional masyarakat Simeulue, yang jika dilihat dari bentuk dan ciri mirip dengan pantun, setiap bait terdiri dari empat baris; memiliki delapan hingga dua belas suku kata tiap barisnya; serta memiliki pola persajakan ab-ab. Berbeda dengan pantun yang idenya selesai dalam beberapa bait atau tidak jarang satu bait, nandong ditopang oleh puluhan bait untuk setiap pokok bahasan. Nandong sangat taat dengan persajakan. Persajakannya tidak boleh sumbang, yang kalau itu terjadi maka dapat dianggap sebagai kegagalan. Nandong adalah rangkaian syair yang didendangkan dengan diiringi oleh gendang. Dalam perkembangannya instrumen pengiring yang digunakan bertambah dengan biola. Menurut Satria penambahan permainan biola untuk mengiringi Nandong terjadi pada era 70-an. Lantas, apa yang unik dengan nandong? Para narasumber berusaha memberikan bermacam-macam penjelasan, dan inti dari pengertian tersebut, nandong merupakan tradisi lisan yang sangat menekankan pemerduan suara dalam penyampaian kearifan lokal. Seorang penandong mengatakan pertunjukan nandong sangat mengutamakan suara yang mendayu agar bisa “membunyikan seribu syair”, karena bertujuan, sebagaimana ditambahkan oleh seorang penandong lainnya, “untuk melembutkan hati”. Seribu syair tersebut menurut seorang pemain nandong berasal dari “jiwa bandel” masyarakat Simeulue yang sehari-hari berhadapan dengan iklim dan kondisi alam kepulauan yang keras dan tidak menentu. Sementara Rasidin, seorang narasumber lain mengatakan, karangan nandong tidak terlepas dari firman Ilahi dan Hadits nabi, walaupun tidak sedikit syair-syairnya yang berbicara tentang hal-hal duniawi. Adapun fungsinya bagi masyarakat untuk mengingat masa lalu.[1] Seni tutur ini telah disahkan/ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (WBTB Indonesia) pada tahun 2016 oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemdikbud RI.[2]

Struktur Pertunjukan Nandong[sunting | sunting sumber]

Nandong adalah pertunjukan grub, bukan solo, pemainnya minimal dua orang dan tidak dibatasi jumlah maksimalnya, namun biasanya antara tiga sampai lima pemain. Para penandong ini dipimpin oleh seorang pemimpin yang disebut dengan panghulu gendang. Pemimpin ini dipilih atas dasar banyaknya syair yang dihafal, bagusnya suara dan kuatnya stamina yang dimiliki, mengingat nandong sering dipentaskan semalam suntuk, dari selepas Isya sampai menjelang masuknya waktu Shubuh. Pakaian yang digunakan adalah bebas. Penandong masa dulu biasa menggunakan pakaian sehari-hari, namun seiring perkembangan zaman, grup nandong umumnya punya pakaian seragam untuk memberikan ciri keberadaan grub atau sanggar yang menaungi para penandong. Untuk keperluan pementasan di berbagai acara resmi, seperti undangan Pemerintah Daerah atau perlombaan, para penandong memakai pakaian adat/seni yang berwarna hitam/kuning dan memakai peci.

Instrumen Pengiring Nandong[sunting | sunting sumber]

Awalnya, Penandong hanya menggunakan gendang untuk mengiringi syair-syair yang mereka senandungkan. Seiring perkembangan zaman, sejak tahun 70-an, pertunjukan nandong juga diiringi dengan instrumen biola. Paduan irama gendang dan biola membuat nandong semakin menarik untuk didengar.

Formasi Pemain[sunting | sunting sumber]

Permainan atau pertunjukan nandong dilakukan sambil duduk. Pemain saling menghadap dengan posisi yang menyiku mengarah ke penonton. Jadi mereka menghadap ke arah sesama penandong dan sekaligus menghadap ke arah penonton, kalau jumlah penandongnya tiga orang maka akan jelas terlihat duduknya dalam posisi segitiga. Dahulu para penandong duduk rapat, namun sekarang duduknya renggang biar terlihat lebih menarik.

Tata Urut Pertunjukan Nandong[sunting | sunting sumber]

  1. Saramoe ,Pertunjukan nandong diawali oleh suara instrumen penggiring, yaitu gendang. Bila grub nandong memakai biola maka biola juga dimainkan di bagaian awal sebelum syair-syair didendangkan. Bagian ini disebut dengan saramoe.
  2. Samba, Samba ini merupakan syair pembuka. Dia dilantunkan dengan suara pelan. Dalam pertunjukan yang panjang, samba ini bisa berlangsung satu sampai dua jam.
  3. Syair Utama (Karangan), Setelah samba maka akan diikuti oleh sejumlah syair pokok yang disebut karangan. Terdapat macam-macam karangan, seperti Rantau, Layar, Burung, Lenggang, dan Hadits. Syair ini disenandungkan dengan berbagai nada, irama dan tempo. Karangan-karangan tersebut adalah syair-syair yang sudah baku dan dihafalkan oleh para penandong secara turun temurun antar generasi. Karangan-karangan yang standar ini adalah inti dari syair-syair yang dipentaskan dalam nandong. Jadi Syair utama dalam nandong adalah hafalan, bukan hasil kreatifitas setiap seniman nandong. Namun, biarpun bagian utama yang mendominasi pertunjukan nandong merupakan syair-syair hafalan, terdapat juga bagiandalam pementasan nandong dimana penandong boleh menunjukkan kemahirannya dalam menghasilkan syair-syair sendiri. Bagian ini disebut serak yang berarti pantun bebas. Kadang-kadang penandong melantunkan sabai ditengah-tengah pertunjukannya. sabai adalah syair sindiran. Sabai dimunculkan bila tuan rumah acuh dan tidak perhatian terhadap penandong, misalnya tidak disediakan suguhan dan tidak ikut duduk menyaksikan nandong. Sabai dilantunkan dengan nada suara yang tinggi dan melengking.
  4. Tonjon, Tonjon ini adalah bagian akhir dari pementasan nandong. Bagian ini berisi syair penutup yang berupa ungkapan-ungkapan minta izin atau pamit karena pertunjukan akan diakhiri dan para penandong akan kembali ke rumah/tempat masing-masing. Tonjon dilantunkan dengan suara melandai.

Nandong telah lama mengambil peran dalam siklus hidup masyarakat Simuelue, menyumbang kemeriahan pada acara perkawinan, kelahiran dan sunatan. Nandong juga merupakan sarana penyampaian nilai-nilai hidup di tengah masyarakat. Bisa dikatakan nandong merangkum, menjelaskan, dan menggambarkan dunia masyarakat Simeulue pada satu kurun waktu. Salah seorang penandong mengatakan, nandong adalah bagian dari kerja.

Pementasan nandong berlangsung malam hari dan berakhir hingga fajar. Pertunjukan ini dimainkan paling kurang oleh dua orang laki-laki atau dalam sebuah kelompok yang lebih besar. Seorang yang menguasai nandong, dalam hal ini syaratnya menghafal bait-baitnya serta memiliki suara lebih merdu dibandingkan pemain lain, akan ditunjuk sebagai Panghulu Gandang. Kedudukan Panghulu Gandang sama seperti peran “syeh” dalam seni tutur tradisional Aceh.

Variasi[sunting | sunting sumber]

Terdapat perbedaan irama antara nandong di Simeulue Timur dan Simeulue Barat. Di Simeulue Timur, lengkingan irama nandong lebih tinggi. Sedangkan di Simeulue Barat yang masyarakat umumnya penutur bahasa Sigulai, irama nandong lebih datar.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Ismail, Sanusi; Abubakar, Bustami; Hasbullah; Aiyub, Azhari (2020-07-01). "NANDONG: TRADISI LISAN SIMEULUE". Indonesian Journal of Islamic History and Culture (dalam bahasa Inggris). 1 (1): 1–20. doi:10.22373/ijihc.v1i1.508. ISSN 2722-8932. 
  2. ^ nasution, miftah (2018-11-30). "Nandong, Seni Tutur Penuh Makna dari Pulau Simeulue". Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-01-09.