Muslimah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Muslimah adalah sebutan bagi perempuan beriman dalam ajaran Islam. Mazhab fikih dalam Islam secara umum menetapkan batas aurat bagi muslimah yaitu seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. Muslimah diwajibkan dalam ajaran Islam untuk mengenakan busana muslim yang tidak menampakkan aurat dan lekuk tubuhnya. Sunnah yang ditetapkan bagi muslimah misalnya saling sapa ketika bertemu dengan sesama muslim.

Salah satu tokoh keteladanan muslimah yang dikisahkan dalam hadis ialah Hajar yang merupakan istri seorang nabi bernama Ibrahim. Terdapat stereotipe di Dunia Barat yang memandang hijab yang dikenakan muslimah sebagai simbol keterbelakangan dan keterbatasan dalam pendidikan dan peran di ruang publik.

Penampilan[sunting | sunting sumber]

Aurat[sunting | sunting sumber]

Empat mazhab fikih menetapkan batas-batas aurat yang berbeda sesuai dengan kondisi dari muslimah. Dalam Mazhab Syafi'i dan Mazhab Hanafi, batas aurat bagi muslimah adalah antara pusar dan lututnya bila yang melihat hanya kerabat yang mahram dan wanita lain yang muslimah. Pada kondisi yang sama, Mazhab Maliki menetapkan bahwa aurat wanita muslimah ialah seluruh badan kecuali wajah, kepala, leher. kedua tangan dan kedua kakinya. Sementara dalam Mazhab Hambali, pada kondisi yang sama ditetapkan bahwa aurat wanita muslimah ialah selutuh badannya kecuali wajah, leher, kepala, tangan, kaki dan betis.[1]

Kemudian dalam kondisi berhadapan dengan laki-laki yang bukan mahram, maka aurat muslimah adalah seluruh badan termasuk wajah dan telapak tangan. Sedangkan aurat muslimah di hadapan laki-laki yang termasuk mahram ialah wajah, leher, kedua tangan, lutut dan kaki. Pembatasan ini dikecualikan bagi suami dari wanita muslimah.[2]

Wanita muslimah yang merdeka menurut Mazhab Hambali dan Mazhab Maliki memiliki batas aurat antara pusar hingga lutut ketika berhadapan dengan wanita non-muslim. Mazhab Syafi'i menetapkan bahwa dalam kondisi ini aurat wanita muslimah ialah seluruh badannya, kecuali yang tampak saat sedang melakukan aktivitas rumah tangga.[2]

Busana muslim[sunting | sunting sumber]

Muslimah memiliki aturan dalam berbusana yaitu harus memenuhi standar pakaian yang ditetapkan dalam ajaran Islam. Syarat utama busana muslim bagi muslimah ialah tidak terbuka, tidak transparan, tidak ketat sampai lekuk tubuh terlihat, serta tidak menarik perhatian secara berlebihan. Standar pakaian muslimah bukan hanya untuk menutup aurat. Namun didasari oleh keimanan dan ketaatan kepada Tuhan dengan tujuan untuk mencapai kebahagiaan, keluhuran, dan martabat tinggi dan terhormat.[3]

Sunnah[sunting | sunting sumber]

Saling sapa[sunting | sunting sumber]

Umat Muslim ketika saling bertatap muka disunnahkan untuk saling menyapa setiap kali bertemu. Sunnah ini dipraktikkan langsung oleh Muhammad sebagai nabi dalam ajaran Islam dan dilaksanakannya sepanjang hidupnya. Ucapan salam yang diucapkan ialah "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh"  atau yang lebih singkat yaitu "Assalamu'alaikum". Kedua salam ini berarti "semoga perlindungan dan nikmat Allah melimpah untukmu" atau "semoga kedamaian menyertaimu". Sunnah ini berlaku baik bagi muslim maupun muslimah. Pelaksanaannya akan dihitung sebagai perbuatan baik, sedangkan pengabaiannya tidak dihitung sebagai dosa.[4]

Keteladanan[sunting | sunting sumber]

Hajar[sunting | sunting sumber]

Salah satu hadis dalam Shahih Bukhari mengisahkan tentang salah satu istri dari Ibrahim yaitu Hajar. Dalam hadis ini, Ibrahim sebagai nabi diperintahkan oleh Allah untuk meninggalkan Hajar di padang pasir yang dekat dengan Ka'bah di Makkah. Ibrahim meninggalkan Hajar bersama dengan putranya yaitu Ismail yang masih dalam susuan. Kondisi Makkah pada masa itu tidak dihuni oleh siapapun dan tidak ada persediaan air sama sekali. Hajar menerima kondisinya karena mengetahui bahwa Ibrahim melakukan tindakan ini karena perintah dari Allah. Keteladanan muncul dari penerimaan Hajar atas perintah Allah dengan keyakinan bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya yang beriman.[5] Kisah keteladanan Hajar masih meninggalkan bukti berupa keberadaan air zamzam yang diminum oleh jemaah haji dan umrah. Keteladanannya juga dirasakan melalui pelaksanaan Sa'i antara Shafa dan Marwa. Kegiatan ini yang dilakukan oleh Hajar ketika dirinya ditinggalkan.[6]

Stereotipe[sunting | sunting sumber]

Dunia Barat[sunting | sunting sumber]

Negara-negara di Dunia Barat mengidentikkan muslimah dengan kaum perempuan yang lemah dan inferior. Stereotipe yang timbul bahwa muslimah dipandang tidak memiliki kebebasan berpendapat dan tertindas dalam masyarakat. Penggambaran stereotipe ini merupakan suatu prasangka yang disampaikan oleh media massa sebagai sebuah wacana tentang identitas muslimah.[7]

Media massa di Dunia Barat menjadikan hijab yang dikenakan oleh muslimah sebagai suatu simbol yang kontroversial. Hijab diyakini oleh masyarakat Dunia Barat sebagai suatu bentuk perbedaan dan konflik antara nilai-nilai di Dunia Barat dan Dunia Muslim. Dunia Barat yang sifatnya progresif, menganggap bahwa hijab merupakan simbol keterbelakangan. Wanita yang mengenakan hijab dianggap tidak dapat menerima perbedaan sehingga tidak siap menerima perubahan.  Selain itu, di Dunia Barat masih ada anggapan bahwa muslimah merupakan wanita yang tingkat pendidikannya tidak tinggi, tidak memiliki kebebasan berpendapat, tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi dan memiliki keterbatasan peran dalam ruang publik.[8]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Hisyam, dkk. 2019, hlm. 39-40.
  2. ^ a b Hisyam, dkk. 2019, hlm. 40.
  3. ^ Hisyam, dkk. 2019, hlm. 35.
  4. ^ Huriani, Y., Zulaiha, E., dan Dilawati, R. (2022). Rahman, M. T., dan Haq, M. Z., ed. Buku Saku Moderasi Beragama untuk Perempuan Muslim (PDF). Bandung: Prodi S2 Studi Agama-Agama UIN Sunan Gunung Djati Bandung. hlm. 25. ISBN 978-623-99805-7-3. 
  5. ^ Al-Hasyimi 2006, hlm. 24-25.
  6. ^ Al-Hasyimi 2006, hlm. 25-26.
  7. ^ Nugrahani 2021, hlm. 2.
  8. ^ Nugrahani 2021, hlm. 2-3.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

  • Al-Hasyimi, Muhammad Ali (2006). Kepribadian Wanita Muslimah [Syakhshiyah al Mar'ah al Muslimah] (PDF). Diterjemahkan oleh Abu Ja'far, Fir'adi Nasruddin. Riyadh: International Islamic Publishing House. ISBN 9960-9794-9-0.