Museum Wajakensis
Museum Wajakensis adalah sebuah museum yang terletak di Desa Gedangsewu, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung. Pendirian Museum Wajakensis bertujuan untuk mengoleksi benda cagar budaya yang ditemukan di situs percandian Kabupaten Tulungagung terutama fosil manusia purba yang disebut Homo wajakensis. Museum Wajakensis didirikan pada akhir tahun 1996.
Pemilik Museum Wajakensis adalah Pemerintah Kabuaten Tulungagung, sedangkan pengelolaannya diserahkan kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tulungagung. Pada tahun 2018, standardisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa Museum Wajakensis belum memenuhi standar pengelolaan museum di Indonesia. Jenis koleksi yang dipamerkan di Museum Wajakensis adalah benda arkeologi dan etnografi dengan koleksi unggulan berupa replika Homo wajakensis. Pada tahun 2019, Museum Wajakensis telah mengadakan pameran tentang manusia purba dan evolusi manusia melalui kerja sama dengan Museum Nasional Indonesia.
Lokasi Museum Wajakensis dapat dicapai dari Stasiun Tulungagung, Pasar Boyolangu atau dari Balai Desa Bono. Museum Wajakensis dibuka pada hari Senin hingga Sabtu dab ditutup pada hari Minggu. Pengunjung dapat masuk ke Museum Wajakensis secara gratis.
Lokasi
[sunting | sunting sumber]Museum Wajakensis beralamat di Jalan Raya Boyolangu Km. 4, Desa Gedangsewu. Lokasi Museum Wajakensis termasuk dalam wilayah Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung.[1] Titik koordinat untuk lokasi Museum Wajakensis ialah 8°06’07.2” Lintang Selatan dan 111°53’47.9” Bujur Timur.[2]
Sejarah pendirian
[sunting | sunting sumber]Pada tahun 1856–1864, R. M. A. Sosrodiningrat selaku Bupati Tulungagung yang pertama mengadakan pengoleksian benda-benda cagar budaya yang berasal dari situs percandian di Kabupaten Tulungagung. Koleksi ini disimpan di dalam ruang kaca pada Pendopo Kongas Arum Tulungagung. Pada tahun 1996, jumlah koleksi di Pendopo Kongas Arum Tulungagung semakin banyak sehingga harus dipindahkan ke bangunan baru yang kemudian disebut Museum Wajakensis. Penamaan wajakensis sebagai nama museum didasari oleh penemuan fosil Wajak 1 dan Wajak 2 di bagian selatan wilayah Kabupaten Tulungagung. Kedua fosil ini dikenali sebagai Homo wajakensis (manusia purba dari Wajak). Museum Wajakensis didirikan pada akhir tahun 1996.[2]
Pengelolaan
[sunting | sunting sumber]Kepemilikan Museum Wajakensis oleh Pemerintah Kabupaten Tulungagung. Pengelolaannya diserahkan kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tulungagung.[2] Pada tahun 2015 diterbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2015 tentang Museum. Pasal 5 dalam peraturan ini menetapkan standardisasi museum bagi setiap museum di Indonesia.[3] Standardisasi dikhususkan mengenai pengelolaan museum dan pelaksanaannya oleh menteri urusan kebudayaan setelah dua tahun sejak sebuah museum memperoleh nomor pendaftaran nasional. Dalam standardisasi ini nilai yang diberikan ialah A, B, dan C.[4] Pada tahun 2018, Museum Wajakensis merupakan salah satu museum di Provinsi Jawa Timur yang telah diadakan standardisasi. Dalam penilaiannya. Museum Wajakensis dikategorikan sebagai museum yang tidak memenuhi standar pengelolaan museum di Indonesia.[5]
Koleksi dan pameran
[sunting | sunting sumber]Museum Wajakensis berfungsi sebagai tempat wisata pendidikan mengenai sejarah manusia purba. Pembelajaran di Museum Wajakensis tentang manusia purba yang ditemukan di wilayah Kabupaten Tulungagung.[1] Koleksi yang dipamerkan di dalam Museu Wajakensis ada dua jenis yaitu koleksi arkeologi dan etnografi. Museum Wajakensis memiliki koleksi unggulan berupa replika Homo wajakensis.[2]
Museum Wajakensis telah mengadakan pameran dengan dana alokasi khusus untuk memamerkan Homo wajakensis sebagai bagian dari sejarah Kabupaten Tulungagung.[6] Pameran ini pernah diadakan pada tanggal 25–28 September 2019 Dalam pameran ini, disajikan materi berupa pentingnya penemuan Homo wajakensis dalam studi di evolusi manusia. Selain itu, disajikan pula materi tambahan yaitu profil Museum Nasional Indonesia yang dilakukan oleh pihak Museum Nasional Indonesia. Materi tambahan ini ditujukan untuk mengenalkan Museum Nasional Indonesia ke masyarakat. Pameran ini dikunjungi oleh para pelajar.[7]
Kunjungan
[sunting | sunting sumber]Lokasi Museum Wajakensis dapat dicapai dari Stasiun Tulungagung dengan jarak tempuh sejauh 5 km. Museum Wajakensis juga dapat dicapai dari Pasar Boyolangu dengan jarak tempuh sejauh 2 km dan dari Balai Desa Bono dengan jarak tempuh sejauh 2,3 km. Museum Wajakensis dibuka pada hari Senin hingga Sabtu. Sedangkan pada hari Minggu, Museum Wajakensis ditutup. Pada hari Senin hingga Jumat, Museum Wajakensis dibuka mulai pukul 07.30–14.00. Sedangkan pada hari Sabtu, Museum Wajakensis dibuka mulai pukul 07.30–12.00. Pengunjung dapat masuk ke Museum Wajakensis secara gratis.[2]
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Januariani (Juni 2018). Tulungagung dalam Rasa. Sleman: Deepublish. hlm. 12. ISBN 978-602-475-375-7.
- ^ a b c d e Rusmiyati, dkk. (2018). Katalog Museum Indonesia Jilid II (PDF). Jakarta: Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. hlm. 186. ISBN 978-979-8250-67-5.
- ^ Direktorat Pelestarian Cagar Budaya & Permuseuman 2019, hlm. 55.
- ^ Presiden Indonesia (19 Agustus 2015). "Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2015 tentang Museum" (PDF). Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 4.
- ^ Direktorat Pelestarian Cagar Budaya & Permuseuman 2019, hlm. 58.
- ^ Museum Nasional Indonesia 2020, hlm. 41.
- ^ Museum Nasional Indonesia 2020, hlm. 42.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Direktorat Pelestarian Cagar Budaya & Permuseuman (2019). "Hasil Standarisasi Museum 2018". Museografia. XIV (1): 55–59.
- Museum Nasional Indonesia (2020). Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Museum Nasional Tahun 2019 (PDF). Jakarta: Museum Nasional Indonesia.