Misteri Suci

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Menurut teologi Gereja Ortodoks Timur, tujuan hidup seorang Kristiani adalah mencapai teosis, persekutuan mistik manusia dengan Tuhan Allah. Persekutuan ini dipahami sebagai sesuatu yang kolektif dan individual. Santo Athanasius dari Alexandria pernah menulis mengenai Inkarnasi yang berbunyi, "Dia (Yesus) dibentuk menjadi manusia agar kita dapat dibentuk menjadi ilahi (θεοποιηθῶμεν)."[1] Lihat 2 Petrus 01:04, Yohanes 10:34-36, Mazmur 82:06. Seluruh kehidupan dan aktivitas gereja berorientasi untuk membuat hal tersebut menjadi mungkin dan memfasilitasi perihal tersebut.

Dalam Gereja Ortodoks Timur, istilah "misteri" merujuk kepada proses mencapai teosis. Meskipun Tuhan Allah dapat melakukan apapun sesuai dengan yang Dia kehendaki, secara teologis dimengerti bahwa Tuhan Allah memilih beberapa materi tertentu untuk terhubung dengan para penyembah-Nya. Hal tersebut diakibatkan oleh keterbatasan yang dimiliki oleh manusia, bukan karena Tuhan Allah yang terbatas. Materi tidak dianggap sesuatu yang jahat dalam tradisi Gereja Ortodoks. Air, minyak, roti, anggur, dsb., semuanya merupakan sarana yang dengannya Tuhan Allah memungkinkan para penyembah-Nya untuk lebih dekat kepada-Nya. Bagaimana semua hal itu terjadi dan bekerja merupakan sebuah "misteri" dan tidak dapat didefiniskan dengan pemikiran manusia yang terbatas. Misteri suci ini selalu dilengkapi dengan doa-doa dan simbol-simbol, sehingga makna aslinya terus teringat dan tidak akan terlupakan.

Hal-hal yang diakui oleh gereja-gereja barat sebagai sakramen dikenal sebagai "Misteri Suci" dalam lingkup Gereja Ortodoks Timur. Tidak seperti Gereja Katolik Roma yang mengakui hanya ada tujuh sakramen, Gereja Ortodoks Timur berpandangan bahwa sakramen tidak hanya terbatas pada ketujuh hal tersebut. Namun, demi kemudahan, katekismus biasanya lebih sering membicarakan tujuh misteri suci tersebut. Tujuh misteri suci tersebut meliputi Komuni Suci (yang menghubungkan langsung dengan Tuhan Allah), baptisan, krismasi, pengakuan dosa, perminyakan, pernikahan, dan penahbisan. Namun, beberapa hal lain pun dapat disebut sebagai sesuatu yang sakramental seperti pemberkatan air suci, berpuasa, berderma, atau bahkan hal-hal sederhana seperti berdoa untuk meminta berkat Tuhan Allah atas makanan yang hendak dinikmati.[2]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Athanasius of Alexandria, On the Incarnation of the Word, § 54. Diarsipkan April 17, 2009, di Wayback Machine.
  2. ^ Ware 1993, hlm. 274–277.