Lompat ke isi

Misinformasi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sebuah papan yang mengkampanyekan Vote Leave (pilih keluar) di Referendum keanggotaan Britania Raya di Uni Eropa 2016. Klaim yang dibuat oleh papan tersebut telah dianggap secara luas sebagai salah satu contoh misinformasi[1][2][3][4]

Misinformasi adalah informasi yang salah atau menyesatkan.[5][6] Misinformasi dapat hadir tanpa adanya niat jahat tertentu. Ini berbeda dengan disinformasi yang merupakan informasi menipu yang sengaja disebarkan.[7][8][9] Misinformasi dapat berisi informasi yang tidak akurat, tidak lengkap, menyesatkan, atau salah, serta kebenaran yang dipilih atau setengah-setengah. [10][11]Pada Januari 2024 World Economic Forum mengidentifikasi misinformasi dan disinformasi, disebarkan oleh baik kepentingan dalam maupun luar negeri, untuk "memperlebar kesenjangan sosial dan politik" sebagai risiko global paling serius dalam dua tahun ke depan.[12]

Banyak penelitian untuk mengoreksi misinformasi telah dipusatkan pada pemeriksaan fakta. [13] Namun ini dapat menjadi tantangan karena model defisit informasi tidak selalu berlaku dengan baik pada keyakinan terhadap misinformasi. [14][15] Banyak peneliti juga telah menyelidiki apa saja yang membuat rentan terhadap misinformasi. [15] Orang-orang mungkin lebih cenderung meyakini misinformasi karena mereka terkait secara emosional dengan apa yang mereka dengarkan atau baca. Media sosial telah membuat informasi tersedia untuk masyarakat kapan saja, dan menghubungkan banyak kelompok orang dengan informasi mereka pada satu waktu.[16] Kemajuan teknologi telah berdampak pada cara orang-orang menyampaikan informasi dan cara penyebaran misinformasi.[13] Misinformasi dapat mempengaruhi keyakinan orang tentang komunitas, politik, ilmu kedokteran, dan lain-lain.[16][17] Istilah ini juga berpotensi digunakan untuk mengacaukan pendapat yang sah dan memutarbalikkan wacana politik.

Istilah misinformasi mulai dikenal lebih luas selama pertengahan 1990-an sampai awal 2020-an, ketika efeknya terhadap pengaruh ideologis publik mulai diselidiki. Namun, kampanye misinformasi telah ada selama ratusan tahun. [18][19]

[sunting | sunting sumber]

Indonesia

[sunting | sunting sumber]

Dalam ranah komunikasi publik, fenomena misinformasi di Indonesia adalah isu krusial yang dipicu oleh perilaku aktor media digital yang mengeksploitasi kerentanan psikologis dan sosial masyarakat. [20]Praktik yang sering ditemukan mencakup pemotongan konten dan penyajian di luar konteks untuk memanipulasi makna pesan asli dan menyesatkan pemahaman publik. [21]Selain itu, pembuatan judul yang memancing emosi dirancang untuk menarik perhatian dan memicu respons emosional, alih-alih pemikiran logis. [22]Taktik lainnya adalah pemanfaatan isu-isu sensitif seperti Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan, yang bertujuan menciptakan ketakutan, kebencian, dan perpecahan di masyarakat. Perilaku ini didukung oleh penggunaan akun-akun anonim dan tidak otentik yang secara masif menyebarkan konten, menciptakan kesan bahwa narasi palsu tersebut didukung oleh banyak orang. [23]Akhirnya, pendaurulangan informasi lama sering dilakukan untuk memberikan legitimasi palsu pada klaim yang tidak benar saat ini. Keseluruhan perilaku ini membentuk sebuah ekosistem yang merusak kepercayaan publik dan mempersulit kemampuan individu untuk membedakan fakta dari kebohongan.[24]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Henley, Jon (10 June 2016). "Why Vote Leave's £350m weekly EU cost claim is wrong". The Guardian. Diakses tanggal 14 October 2024.
  2. ^ "The UK's EU membership fee". Full Fact (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 14 October 2024.
  3. ^ "Reality Check: Would Brexit mean extra £350m a week for NHS?". BBC News. 15 April 2016.
  4. ^ Ackrill, Robert (27 April 2016). "Fact Check: how much does the UK actually pay to the EU?". The Conversation.
  5. ^ Merriam-Webster Dictionary (19 August 2020). "Misinformation". Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 25 February 2019. Diakses tanggal 19 August 2020.
  6. ^ Fetzer, James H. (2004-05-01). "Information: Does it Have To Be True?". Minds and Machines. 14 (2): 223–229. doi:10.1023/B:MIND.0000021682.61365.56. ISSN 1572-8641. S2CID 31906034.
  7. ^ Woolley, Samuel C.; Howard, Philip N. (2016). "Political Communication, Computational Propaganda, and Autonomous Agents". International Journal of Communication. 10: 4882–4890. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2019-10-22. Diakses tanggal 2019-10-22.
  8. ^ Caramancion, Kevin Matthe (2020). "An Exploration of Disinformation as a Cybersecurity Threat". 2020 3rd International Conference on Information and Computer Technologies (ICICT). hlm. 440–444. doi:10.1109/icict50521.2020.00076. ISBN 978-1-7281-7283-5. S2CID 218651389.
  9. ^ Fisher, Natascha A. Karlova, Karen E. (2013-03-15). "A social diffusion model of misinformation and disinformation for understanding human information behaviour". informationr.net. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2023-05-11. Diakses tanggal 2023-05-11. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
  10. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama :42
  11. ^ Diaz Ruiz, Carlos (2023-10-30). "Disinformation on digital media platforms: A market-shaping approach". New Media & Society. doi:10.1177/14614448231207644. ISSN 1461-4448.
  12. ^ The Global Risks Report 2024, World Economic Forum. ISBN 978-2-940631-64-3
  13. ^ a b Lewandowsky, Stephan; Ecker, Ullrich K. H.; Seifert, Colleen M.; Schwarz, Norbert; Cook, John (2012). "Misinformation and Its Correction: Continued Influence and Successful Debiasing". Psychological Science in the Public Interest. 13 (3): 106–131. doi:10.1177/1529100612451018. JSTOR 23484653. PMID 26173286. S2CID 42633.
  14. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama :4
  15. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama :16
  16. ^ a b Aral 2020.
  17. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama NYT-20240316
  18. ^ Bode, Leticia; Vraga, Emily (23 June 2015). "In Related News, That was Wrong: The Correction of Misinformation Through Related Stories Functionality in Social Media". Journal of Communication. 65 (4): 619–638. doi:10.1111/jcom.12166. S2CID 142769329. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2022-11-12. Diakses tanggal 2024-01-31.
  19. ^ Posetti, Julie; Matthews, Alice (June 23, 2018). "A Short Guide to the History of 'Fake News' and Disinformation: A New ICFJ Learning Module". International Center for Journalists. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2019-02-25. Diakses tanggal 2024-01-31.
  20. ^ "Kominfo ingatkan "Dominasi Hoaks" di media sosial".
  21. ^ "Media Sosial Dan Realitas Gaya Hidup Masyarakat" (PDF).
  22. ^ "implementasi pendekatan emosional - Repository UIN Saizu" (PDF).
  23. ^ "Ini Cara Mengatasi Berita "Hoax" di Dunia Maya". Komdigi.
  24. ^ "Ekonomi Politik Akuntansi" (PDF). ;