Media pembawa hama penyakit hewan karantina
Media pembawa hama penyakit hewan karantina (disingkat menjadi media pembawa, media pembawa HPHK, atau MP HPHK) adalah istilah perkarantinaan yang merujuk pada benda-benda yang berpotensi membawa hama dan penyakit hewan karantina (HPHK). Berdasarkan peraturan perundang-undangan, pemerintah Indonesia dalam hal ini Badan Karantina Pertanian bertugas mencegah masuk, tersebar, dan keluarnya HPHK dari wilayah Indonesia. Untuk itu, setiap media pembawa yang dilalulintaskan, baik dalam impor, ekspor, maupun domestik antararea harus dipastikan tidak tertular atau tidak membawa HPHK.
Kewajiban hukum[sunting | sunting sumber]
Sejumlah penyakit hewan memiliki dampak negatif yang sangat merugikan sehingga perlu diatur secara khusus oleh pemerintah Indonesia dan ditetapkan sebagai HPHK. Dasar hukum yang mengatur pencegahan HPHK adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (UU 21/2019). Dalam Undang-Undang ini, setiap orang maupun organisasi yang: (1) memasukkan media pembawa ke dalam wilayah negara Indonesia; (2) mengeluarkan media pembawa dari wilayah negara Indonesia; dan (3) memasukkan dan/atau mengeluarkan media pembawa dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Indonesia wajib memenuhi persyaratan karantina.[1] Pelanggaran terhadap persyaratan karantina merupakan tindak pidana yang memiliki konsekuensi hukum, baik pidana penjara maupun pidana denda.
Guna memastikan suatu media pembawa tidak tertular HPHK, pejabat karantina melakukan tindakan karantina terhadap media pembawa yang dilalulintaskan. Tindakan karantina meliputi pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, dan pembebasan.[2] Setelah media pembawa dikenakan tindakan karantina pembebasan, pejabat karantina akan menerbitkan sertifikat kesehatan, sertifikat sanitasi, atau sertifikat pelepasan[3] sebagai bukti bahwa media pembawa tersebut telah melalui serangkaian tindakan karantina.
Penggolongan[sunting | sunting sumber]
Penggolongan lama[sunting | sunting sumber]
Istilah media pembawa HPHK awalnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (UU 16/1992) serta peraturan turunannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (PP 82/2000). Dalam kedua peraturan ini, media pembawa HPHK dibagi menjadi empat golongan berdasarkan kerentanan, cara penularan, dan cara mendeteksi HPHK,[4] yaitu:
- Hewan adalah semua binatang yang hidup di darat, baik yang dipelihara maupun yang hidup secara liar,[5] termasuk hewan yang dilindungi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.[6]
- Bahan asal hewan (disingkat BAH) adalah bahan yang berasal dari hewan yang dapat diolah lebih lanjut,[7] termasuk di antaranya: daging, susu, telur, bulu, tanduk, kuku, kulit, tulang, mani.[8]
- Hasil bahan asal hewan (disingkat HBAH) adalah bahan asal hewan yang telah diolah,[9] termasuk di antaranya: daging rebus, dendeng, kulit yang disamak setengah proses, tepung tulang, tulang, darah, bulu hewan, kuku dan tanduk, usus, pupuk hewan dan organ-organ, kelenjar, jaringan serta cairan tubuh hewan.[10]
- Benda lain adalah media pembawa yang bukan tergolong hewan, BAH, dan HBAH yang mempunyai potensi penyebaran HPHK,[11] di antaranya bahan patogenik, bahan biologis, bahan pembuat makanan ternak, biakan organisme, media pertumbuhan lainnya, dan vektor.[12]
Selain media pembawa HPHK di atas, terdapat pula benda atau barang yang diklasifikasikan sebagai media pembawa lain. Termasuk dalam pengertian media pembawa lain adalah sampah, antara lain sisa-sisa makanan yang mengandung bahan asal hewan, sisa pakan hewan, dan kotoran hewan.[13] Media pembawa lain yang terbawa oleh alat angkut (misalnya pesawat terbang dan kapal laut) dan diturunkan di tempat pemasukan (seperti bandar udara dan pelabuhan) harus dimusnahkan di bawah pengawasan petugas karantina.[14]
Berbeda dengan hewan, BAH, HBAH, dan benda lain yang dapat dikenakan tindakan karantina pembebasan dan disertifikasi, media pembawa lain hanya bisa dimusnahkan atau diberi perlakuan setelah diturunkan dari alat angkut di tempat pemasukan atau tempat transit. Media pembawa lain yang harus dimusnahkan yaitu sampah karantina, yang meliputi: (1) sisa katering; (2) sisa makanan yang berasal dari produk hewan yang dibawa kru dan penumpang; (3) sisa pakan hewan; (4) kotoran hewan, urin, dan cairan tubuh lainnya, serta alas hewan yang digunakan selama perjalanan; (5) bangkai hewan yang mati selama pengangkutan; (6) sisa bahan biologi atau sisa obat hewan yang digunakan selama perjalanan; (7) barang atau bahan yang berhubungan dengan media pembawa yang penggunaannya hanya untuk sekali pakai atau bahan yang tidak dapat diberikan perlakuan, seperti palet kayu dan kotak unggas umur sehari (day-old chicks atau DOC) yang terbuat dari bahan kardus atau kertas.[15]
Jenis media pembawa lain yang diberikan perlakuan untuk menyucihamakan atau membebaskannya dari HPHK yaitu barang atau bahan yang pernah berhubungan dengan media pembawa, seperti: (1) peralatan bekas media pembawa, antara lain palet yang digunakan dalam pengiriman hewan, brongsong, kandang hewan, kotak DOC yang terbuat dari bahan yang dapat dibebaskan dari HPHK dengan tindakan perlakuan; dan (2) peralatan petugas kandang, pejabat karantina, atau kru alat angkut yang diduga berpotensi membawa dan menyebarkan HPHK, antara lain alas kaki, baju kandang, masker, dan sarung tangan yang dapat dibebaskan dari HPHK dengan tindakan perlakuan.[15]
Penggolongan baru[sunting | sunting sumber]
Pada tahun 2019, diterbitkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (UU 21/2019) yang menggantikan UU 16/1992. Dalam Undang-Undang yang baru ini, media pembawa HPHK dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:
- Hewan adalah binatang atau satwa yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di darat, air, dan/atau udara, baik yang dipelihara maupun yang di habitatnya.[16]
- Produk hewan adalah semua bahan yang berasal dari Hewan yang masih segar dan/atau telah diolah atau diproses untuk keperluan konsumsi, farmakoseutika, pertanian, Pakan, dan/atau kegunaan lain bagi pemenuhan kebutuhan dan kemaslahatan manusia.[17]
- Media pembawa lain adalah media pembawa yang tidak digolongkan hewan atau produk hewan yang dapat membawa HPHK.[18]
Berdasarkan penggolongan ini, tidak lagi dikenal istilah BAH dan HBAH. Keduanya digabungkan dalam satu golongan, yaitu produk hewan. Istilah benda lain juga ditiadakan. Jika tidak tergolong hewan dan produk hewan, maka suatu media pembawa ditempatkan dalam golongan media pembawa lain.
Jenis-jenis media pembawa[sunting | sunting sumber]
Informasi lebih jauh mengenai klasifikasi, jenis, dan beberapa contoh media pembawa HPHK dapat dilihat pada tabel berikut ini.[19] [20]
Golongan | Klasifikasi | Jenis-Jenis |
---|---|---|
1. Hewan | 1. Hewan ternak | |
2. Hewan kesayangan |
| |
3. Hewan percobaan | ||
4. Hewan liar |
| |
2. Bahan Asal Hewan (BAH) | 1. BAH pangan |
|
2. BAH nonpangan |
| |
3. Hasil Bahan Asal Hewan (HBAH) | 1. HBAH pangan |
|
2. HBAH nonpangan |
| |
4. Benda Lain | 1. Pakan hewan ternak |
|
2. Pakan hewan kesayangan |
| |
3. Bahan biologi |
Menurut Kepmentan No. 3238/Kpts/PD.630/9/2009,[19] bahan biologi berupa vaksin, sera, hormon, dan obat hewan. Menurut Kepka Barantan No. 1436/Kpts/KU.030/L/10/2016,[20] bahan biologi terdiri dari:
Menurut Kepka Barantan No. 1962/Kpts/KR.120/K/11/2017,[21] bahan biologi terdiri dari:
| |
4. Bahan diagnostika |
Menurut Kepmentan No. 3238/Kpts/PD.630/9/2009,[19] bahan diagnostik berupa antigen dan media pertumbuhan. Menurut Kepka Barantan No. 1436/Kpts/KU.030/L/10/2016,[20] bahan diagnostika adalah bahan pabrikan sebagai alat untuk mendiagnosis penyakit, seperti kit, reagen, antigen, antisera. | |
5. Vektor |
Vektor adalah kelompok Arthropoda atau hewan berbuku-buku dan tidak bertulang belakang terutama dari kelas Insecta dan Arachnida yang berpotensi membawa dan/atau menularkan HPHK. Vektor sebagai media pembawa adalah arthropoda yang dibawa atau dikirim tanpa inangnya.[22] |
Pengaturan lainnya[sunting | sunting sumber]
Tingkat risiko[sunting | sunting sumber]
Tiap MP HPHK memiliki tingkat risiko yang berbeda (tinggi, sedang, rendah) dalam membawa HPHK. Perbedaan ini memengaruhi standar waktu layanan (service level agreement) yang diberikan oleh petugas karantina. Kategorisasi tingkat risiko serta kode HS (Harmonized System) MP HPHK dapat dilihat di Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Nomor 12/Permentan/OT.140/3/2015.[23]
Penghapusan[sunting | sunting sumber]
Beberapa jenis barang yang semula dikategorikan sebagai MP HPHK dihapus dari Portal INSW (Indonesia National Single Window) dan bukan lagi merupakan MP HPHK sehingga tidak diperlukan tindakan karantina hewan. Daftar tersebut dapat dilihat di Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 870/Kpts/OT.050/K/6/2017.[24]|loc=Lampiran I}}
Larangan[sunting | sunting sumber]
Selain menetapkan jenis-jenis MP HPHK, pemerintah juga menetapkan jenis MP HPHK yang dilarang untuk dimasukkan dan/atau dikirim dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia.[25] Dilarang memasukkan atau mengeluarkan jenis MP HPHK atau transit di negara atau area yang masih tertular HPHK golongan I,dan atau sedang terjadi wabah HPHK golongan II.[26]
Tarif jasa karantina[sunting | sunting sumber]
Masyarakat yang menggunakan jasa karantina wajib membayar biaya dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Besaran tarif jasa karantina dapat dilihat di lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2016.[27]
Catatan kaki[sunting | sunting sumber]
- ^ UU 21/2019, Pasal 33-35.
- ^ UU 21/2019, Pasal 16 ayat (1).
- ^ UU 21/2019, Pasal 55 ayat (1).
- ^ PP 82/2000, Pasal 77 ayat (1).
- ^ UU 16/1992, Pasal 1 angka 7.
- ^ UU 16/1992, Penjelasan Pasal 1 angka 7.
- ^ UU 16/1992, Pasal 1 angka 8.
- ^ UU 16/1992, Penjelasan Pasal 1 angka 8.
- ^ UU 16/1992, Pasal 1 angka 9.
- ^ UU 16/1992, Penjelasan Pasal 1 angka 9.
- ^ PP 82/2000, Pasal 1 angka 5.
- ^ UU 16/1992, Penjelasan Pasal 1 angka 6.
- ^ UU 16/1992, Penjelasan Pasal 25.
- ^ UU 16/1992, Pasal 25.
- ^ a b Kepka Barantan 2734/2018, Lampiran I hlm. 6.
- ^ UU 21/2019, Pasal 1 angka 19.
- ^ UU 21/2019, Pasal 1 angka 20.
- ^ UU 21/2019, Pasal 1 angka 25.
- ^ a b c Kepmentan 3238/2009, Lampiran I.
- ^ a b c Kepka Barantan 1436/2016, hlm. 33-49.
- ^ Kepka Barantan 1962/2017, Lampiran hlm. 8.
- ^ Kepka Barantan 2159/2018, hlm. 4.
- ^ Permentan 12/2015, Lampiran I.
- ^ Kepka Barantan 870/2017.
- ^ UU 16/1992, Pasal 24.
- ^ PP 82/2000, Pasal 78 ayat (1).
- ^ PP 35/2016, Lampiran hlm. 93-155.
Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]
- Pemerintah Indonesia (1992), Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (PDF), Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482, Jakarta: Sekretariat Negara[pranala nonaktif permanen]
- Pemerintah Indonesia (2000), Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (PDF), Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4002, Jakarta: Sekretariat Negara[pranala nonaktif permanen]
- Pemerintah Indonesia (2016), Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Pertanian (PDF), Lembaran Negara RI Tahun 2016 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5918, Jakarta: Sekretariat Negara, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-06-07, diakses tanggal 2019-06-07
- Pemerintah Indonesia (2019), Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (PDF), Lembaran Negara RI Tahun 2019 Nomor 200, Tambahan Lembaran RI Negara Nomor 6411, Jakarta: Kementerian Sekretariat Negara, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-11-15, diakses tanggal 2019-11-15
- Kementerian Pertanian RI (2009), Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3238/Kpts/PD.630/9/2009 tentang Penggolongan Jenis-Jenis Hama Penyakit Hewan Karantina, Penggolongan dan Klasifikasi Media Pembawa (PDF), Berita Negara RI Tahun 2009 Nomor 307, Jakarta: Kementerian Pertanian RI, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-06-07, diakses tanggal 2019-06-07
- Kementerian Pertanian RI (2015), Peraturan Menteri Pertanian Nomor 12/Permentan/OT.140/3/2015 tentang Tindakan Karantina Hewan dan Tumbuhan terhadap Pemasukan Media Pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina di Tempat Pemeriksaan Karantina (PDF), Berita Negara RI Tahun 2015 Nomor 484, Jakarta: Kementerian Pertanian RI
- Badan Karantina Pertanian (2016), Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 1436/Kpts/KU.030/L/10/2016 tentang Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari Pelaksanaan Tindakan Karantina, Jakarta: Badan Karantina Pertanian
- Badan Karantina Pertanian (2017), Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 870/Kpts/OT.050/K/6/2017 tentang Daftar Jenis Media Pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina yang Dihapus dari Portal Indonesia National Single Window, Jakarta: Badan Karantina Pertanian
- Badan Karantina Pertanian (2017), Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 1962/Kpts/KR.120/K/11/2017 tentang Pedoman Deskripsi dan Kategorisasi Risiko Bahan Biologi, Jakarta: Badan Karantina Pertanian
- Badan Karantina Pertanian (2018), Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 2159/Kpts/KR.120/K/10/2018 tentang Pedoman Tindakan Karantina Hewan terhadap Vektor, Jakarta: Badan Karantina Pertanian
- Badan Karantina Pertanian (2018), Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 2734/Kpts/KR.020/K/12/2018 tentang Pedoman Tindakan Perlakuan dan Pengawasan Pemusnahan Media Pembawa Lain yang Diturunkan dari Pesawat Udara, Jakarta: Badan Karantina Pertanian