Mas Asmaoen

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Asmaoen
LahirRaden Mas Asmaun
(1880-05-16)16 Mei 1880
Malang, Jawa Timur, Hindia Belanda.
Meninggal11 Juni 1917(1917-06-11) (umur 37)
Belanda
KebangsaanBelanda
Almamater
PekerjaanDokter
Dikenal atasOrang Indonesia pertama yang menerima gelar dokter Belanda dari Universitas Amsterdam
Suami/istriAdriana Punt[1]

Raden Mas Asmaoen (16 Mei 1880 – 11 Juni 1917) adalah seorang dokter asal kota Malang, dan Bumiputra pertama yang menerima gelar dokter Belanda dari Universiteit van Amsterdam. Ia juga menerima gelar dokter Jawa dari School Tot Opleiding Van Indische Artsen (STOVIA)-gelar ini diberikan untuk orang-orang bumiputra setelah lulus dari STOVIA.

Riwayat hidup[sunting | sunting sumber]

Raden Mas Asmaoen adalah putra dari pasangan Raden Mas Soemodiprodjo, kelahiran Surakarta dan Nyi Mas Arliah Soemodiprodjo. Ia mempunyai saudara perempuan bernama Raden Ayu Siti Sarina. Asmaoen sempat mengenyam pendidikan di School tot Opleiding van Inlandsche Artsen STOVIA (sekolah dokter untuk bumiputra) sebelum akhirnya diizinkan menempuh pendidikan di Belanda untuk mendapatkan gelar dokter penuh.

Menurut de Vries dalam buku "Jaarboek van Batavia en Omstreken", ada seorang dokter pribumi pertama di Indonesia. Ia adalah Mas Asmaoen, lulusan dokter dari STOVIA. Ia lulus dari STOVIA setelah mengemban pendidikan selama 3 tahun. Ia pun bergelar Dokter Jawa-gelar ini diberikan untuk orang-orang pribumi setelah lulus dari STOVIA.[2][3]

Pada 2 Desember 1908 (usia 28 tahun) di Surabaya, Jawa Timur. Asmaoen menikah dengan Adriana Asmaoen-Punt, perempuan berdarah Belanda kelahiran Surabaya, 20 Oktober 1888. Ia dikaruniai 3 orang anak bernama Mathilda Pustelnik Asmaoen, Maximiliaan Cornelis Asmaoen, Rudolf Alexander Asmaoen. Tanggal 11 Juni 1917, Mas Asmaoen meninggal dunia karena sakit, dan dimakamkan dikediamannya di Belanda.

Pendidikan[sunting | sunting sumber]

Pada 1904, Menteri urusan daerah Jajahan Dirk Fock mengeluarkan izin studi kedokteran di Belanda bagi lulusan STOVIA. Abdul Rivai menjadi yang pertama mendapatkannya. Kesempatan untuk melanjutkan studi di Belanda tidaklah mudah. Hanya para siswa yang benar-benar pintar yang mampu mendapat akses terbatas tersebut. Asmaoen juga menggunakan kesempatan itu untuk mendaftar. Bersama Mas Boenjamin, Asmaoen mencatatkan namanya di fakultas kedokteran Universitas Amsterdam pada 1908. Keduanya merupakan mahasiswa yang cemerlang sejak di STOVIA.[4]

Menurut Hans Pols dalam Nurturing Indonesia: Medicine and Decolonisation in the Dutch East Indies, kendati Abdul Rivai yang pertama masuk Universitas Amsterdam, tetapi Mas Asmaoen yang pertama lulus. “Karena Rivai sibuk menulis untuk majalah Bintang Hindia, Asmaoen menjadi bumiputra pertama yang menerima gelar dokter Belanda”. Rivai lulus pada Juli 1908, sedangkan Boenjamin pada Oktober 1908. Rivai kemudian menjadi orang Indonesia pertama yang menjadi dokter dari Universitas Gent. Boenjamin mengikuti langkah Rivai dengan mengambil gelar doktor bidang ilmu kedokteran di Universitas Gent, pada 9 Oktober 1909. “Dengan demikian, Boenjamin menjadi orang Indonesia kedua dan orang Jawa pertama yang meraih gelar itu".[5][6][7]

Karir[sunting | sunting sumber]

Setelah lulus dari Universiteit van Amsterdam, Asmaoen sempat beberapa bulan bekerja di Institute of Naval and Tropical Medicine di Hamburg. Selanjutnya, berdinas di kantor Koninklijk Nederlands Indisch Leger (KNIL) atau kantor Tentara Kerajaan Hindia Belanda sebagai perwira kesehatan KNIL dan menjadi orang Indonesia pertama dalam kedudukan itu. Ia dipindahkan ke Irian, tapi disana jatuh sakit karena tidak bisa menyesuaikan diri dengan kondisi di Indonesia. Lalu pindah selamanya ke negeri Belanda dan menjadi warga negara disana melalui naturalisasi.[8]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ The Life Summary of Adriana Punt.[1].
  2. ^ Vries, JJ De. "Jarboek van Batavia en Omstreken 1927." Weltevreden: G. koleff & Co., Batavia., 1927. [2].
  3. ^ Hakim, Abdul. 1989. Jakarta Tempo Doeloe. Pustaka Antarkota: Jakarta. Terjemahan dari Jaarboek van Batavia en Omstreken oleh J.J. de Vries. [3].
  4. ^ HESSELINK, LIESBETH. “The STOVIA, Dokter Djawa 1875-1915.” In Healers on the Colonial Market: Native Doctors and Midwives in the Dutch East Indies, 163–224. Brill, 2011. [4].
  5. ^ Pols, H. (2018). Nurturing Indonesia: Medicine and Decolonisation in the Dutch East Indies (Global Health Histories). Cambridge: Cambridge University Press. doi:10.1017/9781108341035.[5]
  6. ^ Hans Pols. "Nurturing Indonesia: Medicine and Decolonisation in the Dutch East Indies". Brill. [6].
  7. ^ Harry A. Poeze, Cornelis Dijk, Inge van der Meulen. "Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri Belanda, 1600-1950. Kepustakaan Populer Gramedia, 2008. Vol: 412. [7].
  8. ^ Ontwerpen van wet tot naturalisatie van: 1º. KHOUW OEN GIOK; 2º. OEIJ TIANG HOEI; 3º. MAS ASMAOEN.[8][9]