Malikah Nahrasiyah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Nahrasiyah
Sultanah Nahrasiyah Malikul Zahir
Lukisan Sultanah Nahrasiyah
Berkuasa1406 - 1428 M
PenobatanRatu yang arif dan bijaksana serta mengangkat harkat dan martabat perempuan begitu mulia sehinga banyak yang menjadi penyiar agama pada masa pemerintahannya.
PendahuluSultan Zainal Abidin I
PenerusSultan Zainal Abidin II
KelahiranKesultanan Samudera Pasai
Pemakaman
Nama lengkap
Sultanah Nahrasiyah Malikul Zahir
AyahSultan Zainal Abidin I
AgamaIslam

Sultanah Nahrasyiyah adalah adalah seorang Sultanah / Ratu di Kesultanan Samudera Pasai. Ia merupakan puteri dari Sultan Zainal Abidin bin Ahmad bin Muhammad bin Al-Malik Ash-Shahih, wafat pada 831 H/ 1428 M. Dikenal juga dengan sebutan Putri Nahrisyah merupakan Ratu yang memerintah Kerajaan Samudera Pasai dalam rentang waktu (1406-1428 Masehi). Ia merupakan Sultanah perempuan pertama di Asia Tenggara memerintah dengan arif bijaksana dengan sifat keibuan serta kasih sayang. Pada masa pemerintahan Sultanah Malikah Nahrasyiyah penyebaran agama Islam menjadi semakin pesat, Kesultanan Samudera Pasai sendiri mencapai puncak masa kejayaan pada masa pemerintahan beliau.[1] Ratu Nahrasiyah dikenal sebagai sosok yang bijak dan arif. Selama berada di tampuk kepemimpinan, ia memerintah dengan sifat keibuan dan penuh kasih sayang. Saat itu, harkat dan martabat perempuan begitu mulia. Selama masa pemerintahan Ratu Nahrisyah harkat dan martabat perempuan begitu mulia. Banyak perempuan terlibat aktif dalam penyebaran Islam, beberapa diantaranya menjadi penyiar agama. Jejak sejarahnya bisa dilihat dari nisannya yang ada di Gampong Kuta Krueng, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara, sekitar 18 km sebelah Timur Kota Lhokseumawe. Makam tersebut berada di kompleks II (Kuta Karang), dan tidak jauh dari makam Sultan Malikussaleh yang terletak di kompleks I makam Raja-Raja Samudera Pasai.[2][3][4]

Ratu Nahrisyah adalah sultanah pertama di Aceh yang memimpin Kerajaan Samudra Pasai di atas konsep kesetaraan gender. Beliau naik ke tampuk pemerintahan menggantikan ayahnya Sultan Zainal Abidin I pada tahun 1406 dan hingga meninggal pada tahun 1428.[5][6]

Inkrpsi Nisan[sunting | sunting sumber]

Prof Dr Christiaan Snouck Hourgronje terkagum melihat sebuah makam peninggalan Kerajaan Samudra Pasai. Pada 23 Januari 1907, Ia pun menceritakan kekaguman dan ketertarikannya tentang makan itu dalam pidato pengukuhan dirinya sebagai guru besar Rijksuniversiteit Lainden. Ketertarikan Snouck Hourgronje akhirnya dituangkan dalam buku Arabie en Oost-Indie, yang diterbitkan di Leiden pada 1907 silam. Ia mengakui makam Sultanah Nahrasiyah yang terbuat dari pualam itu sebagai makam terindah di Asia Tenggara.

Makam Sultanah Nahrasiyah terletak di Gampong Kuta Krueng, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara, sekitar 18 km sebelah Timur Kota Lhokseumawe. Makam tersebut berada di kompleks II (Kuta Karang), dan tidak jauh dari makam Sultan Malikussaleh yang terletak di kompleks I makam Raja-Raja Samudera Pasai.

Makam ini memiliki jirat yang tinggi dan bersatu dengan bagian nisan. Keseluruhan makam terbuat dari pualam yang didatangkan dari Gujarat, India. Sementara dinding-dinding makam dipenuhi pahatan kaligrafi.[7]

Ada bagian kaligrafi Arab yang memiliki arti: Inilah kubur yang bercahaya, yang suci, Ratu yang terhormat, almarhumah yang diampunkan dosanya, Nahrasiyah, putrid Sultan Zainal Abidin, putra Sultan Ahmad, putra Sultan Muhammad, putra Sultan Malukussaleh. Kepada mereka itu dicurahkan rahmat dan diampunkan dosanya, meninggal dunia dengan rahmat Allah pada hari Senin 17 Zulhijjah 832. Pada sisi lain dinding makam juga terukir kaligrafi ayat Al-qur’an surat Yasin, surat Al-Baqarah ayat 285 dan ayat 298, surat Ali-Imran ayat 18 dan ayat 19.

Tentang Sultanah Nahrasiyah juga ditulis dan dikaji oleh JP Moquette dalam buku De Grafsteenen Te Pase En Grissee Verge Liken Met Dergelijke Mo Menten Uit Hindoestan, diterbitkan dalam Tijdschrift Voor Indishe Taal Land-en Volkenkunde, Deel LIV, 1921.

JP Moquette menghitung meninggalnya Sultanah Nahrasiyah dalam tahun masehi. Menurutnya, mendiang Ratu Nahrasiyah meninggal pada 27 September 1428 M. Sultanah Nahrasiyah adalah salah seorang Ratu Pasai keturunan Malik As-Shalih. Dia dikenal sebagai Malikah Muazzamah, yang memiliki arti ratu yang dipertuan agung. Epitaf pada makamnya menyebutkan bahwa Ratu Nahrasiyah bergelar Ra-Baghsa Khadiyu (Penguasa yang Pemurah). Kata dalam gelar tersebut seperti dari bangsa Persia. Hingga saat ini, makam Sultanah Nahrasiyah masih utuh dan tidak mengalami kerusakan, dan makam tersebut menjadi tempat wisata sejarah dan religi di Aceh.[8][9]

Kilas sejarah[sunting | sunting sumber]

Penjaga Makam Sultanah Malikah Nahrasyiyah juga membantah bahwa Kerajaan Samudera Pasai pernah diserang oleh Kerajaan Majapahit, apa lagi sampai mengalami kekalahan hal ini disebabkan tidak ditemukan adanya peninggalan Kerajaan Majapahit baik berupa mata uang. Mengingat Sultan Malikussaleh sebagaimana tertulis dalam literature Arab bergelar “Al-Fatih” yang memiliki angkatan laut terkuat di Asia Tenggara. Kekuatan maritim Samudera Pasai pada masanya setara menguasai lautan dan diseumpanakan dengan panglima laut Turki, Khairuddin Barbarossa. Karena itu tidak mungkin Kerajaan Majapahit menyerang Kerajaan Samudera Pasai mengingat Belanda sendiri ketika menyerang Kesultanan Aceh dengan mengandeng banyak sekutu.[10]

Beliau juga menyesalkan bahwa cerita yang berkembang di masyarakat Aceh berupa hikayat yang menyebutkan bahwa Sultan Malikussaleh anak dari Meurah Silu atau Meurah Gajah dengan Putroe Puteh. Mengapa pada nisan beliau tertulis “al hasibul an nasib” Keturunan yang terhormat dan terkenal. Sebagaimana para Sultan yang bergelar al-fatih yang merupakan gelar terhormat dalam sejarah Islam yang tidak bisa diberikan kepada sembarangan orang, sebagaimana Shalahuddin Al-fatih dan Muhammad Al-fatih. Sebagaimana Rasulullah menyebutkan, “mulia seseorang karena agama, marwah karena kehormatan dan nasab dari garis keturunan.”[11]

Terjadi banyak kontradiksi dalam penulisan sejarah sumutrah (sumatera) akibat terlalu banyak pengaruh penjajah Eropa, pengolahan cerita oleh Barat yang seolah mampu menceritakan semua kejadian pada zaman itu, orang-orang kita silau dengan gelar akademik yang mereka bawa seperti Professor. Kebanyakan peneliti dari Indonesia (Aceh khususnya) sendiri tidak memahami sejarah Samudera Pasai dan hanya membebek kepada orang-orang asing. Anehnya, mereka ketika berhadapan dengan orang-orang yang hidup disekitar makam dan memahami sejarah makam seperti dimana letak malah menjadi arogan dan tidak mau mendengar dengan alasan mereka tidak punya ijazah (gelar). Akibatnya sejarah menjadi semakin kacau.[12]

Apakah mereka sebagai orang lapangan bercerita hanya berdasarkan hikayat belaka? Menurut penjaga makam Sultanah Nahrisyah ia bercerita bukan berdasarkan apa yang ia dengar belaka namun berdasarkan inskripsi yang tertulis pada makam yang tertulis dalam bahasa Arab.

Nisan Sultanah Malikah Nahrasyiyah diimpor pada permulaan abad IX Hijriah, didalam nisan tidak ada isi, jasad Sultanah Sultanah Malikah Nahrasyiyah sendiri dikubur disamping makam. Monumen ini merupakan hadiah dari sebuah Kesultanan di India Barat (Pakistan sekarang), sampai saat ini merupakan nisan terindah di Asia dengan pembanding sebuah Makam di India dan Asia Tenggah namun nisan-nisan tersebut disana telah rusak. Dengan arsitek yang memenuhi nisan dengan tulisan, untuk Asia Tenggara nisan ini merupakan satu-satunya makam dengan corak seperti ini.[13]

Inskripsi makam tertulis dalam Bahasa Arab dengan terjemahan: “Inilah pembaringan yang bercahaya lagi bersih bagi ratu yang dipertuan agung, yang dirahmati lagi diampuni Nahrasyiyah yang digelar Ra-Bakhsya Khadiyu (Penguasa yang pemurah) binti Sultan yang berbahagia lagi syahid Zainal Abidin bin Sultan Ahmad bin Sultan Muhammad bin Al-Malik Ash-Shahih, semoga ke atasnya dan keatas mereka semua dilimpahkan rahmat dan keampunan. Ia meninggalkan negeri yang fana menuju sisi rahmat Allah pada tanggal hari senin 17 bulan Zulhijjah 831 dari Hijrah.”[14]

Nisan Sultanah Malikah Nahrasyiyah sampai saat ini masih utuh dan tidak mengalami kerusakan sama sekali. Namun disayangkan nisan ayah beliau Sultan Zainal Abidin telah dirusak oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Penjaga makam Sultanah mengaku tidak tahu siapa yang merusaknya, kerusakan itu telah lama terjadi sebelum ia lahir. Dari bentuk kerusakan tersebut bukan karena alam. Ia menduga kerusakan ini adalah pengaruh bangsa Eropa Belanda yang gemar menghancurkan situs sejarah bangsa yang ditaklukkannya. Menurut penelusuran kami, kompleks II (Keseluruhan ada XII Kompleks) di Kuta Karang warisan dari Kesultanan Samudera Pasai memiliki sejarah panjang. Ada sebuah dokumen terdapat pada buku Atjeh yang ditulis oleh H.C Zentgraff berpotret tempat ini diambil sekitar tahun 1937 keadaan makam Sultan Zainal Abidin terlihat memang sudah rusak.[15][16]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ El-Zastrow, Ngatawi (2020-03-01). "Ratu Nahrisyah: Pengendali Ekonomi Kawasan Asia Tenggara (Bag-III)". FIN UNUSIA (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-02-27. 
  2. ^ "Ratu Ini Pemimpin Pasai Secara Bijak, Siapa Dia?". Republika Online. 2018-01-06. Diakses tanggal 2021-02-27. 
  3. ^ swararahima (2020-03-03). "Ratu Nahrisiyah, Ratu Arif dan Bijak dari Kerajaan Samudra Pasai". Swara Rahima. Diakses tanggal 2021-02-27. 
  4. ^ Martha, Martha Tilaar Puspita (2013-05-30). The True Exotic Colors of Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-979-22-8117-0. 
  5. ^ lintasgayo.co (2013-06-20). "Ratu Nahrisyah Sultanah Pertama di Aceh". LINTAS GAYO. Diakses tanggal 2021-02-27. 
  6. ^ "Kiprah 'Kartini' Aceh dari Masa ke Masa". Serambi Indonesia. Diakses tanggal 2021-02-27. 
  7. ^ Jati diri wanita Aceh dalam Manuskrip
  8. ^ "Ratu Nahrasiyah dengan Makam Indah Se-Asia Tenggara". AcehTourism.Travel. 2019-05-12. Diakses tanggal 2021-02-27. 
  9. ^ "5 Wanita Hebat yang Pernah Menjadi Raja dan Menguasai Kerajaan Nusantara". Boombastis.com | Portal Berita Unik | Viral | Aneh Terbaru Indonesia. 2015-11-17. Diakses tanggal 2021-02-27. 
  10. ^ Redaksi (2012-03-29). "Ratu Nahrasiyah, Keagungan Seorang Ratu". Pikiran Merdeka. Diakses tanggal 2021-02-27. 
  11. ^ Raditya, Iswara N. "Kejamnya Sultan Samudera Pasai dan Serbuan Majapahit". tirto.id. Diakses tanggal 2021-02-27. 
  12. ^ "Sultanah Nahrasiyah, Sang Ratu Agung Samudera Pasai". JejakTapak. 2018-09-07. Diakses tanggal 2021-02-27. 
  13. ^ "Cambay dalam Kisah Marmer: Pencatat Kematian di Pasai, Aceh (3)". kumparan. Diakses tanggal 2021-02-27. 
  14. ^ Mediatama, PT Sisnet (22-03-2013). "Perempuan-Perempuan Aceh Tempo Dulu yang Perkasa". BeritaHukum.com. Diakses tanggal 2021-02-27. 
  15. ^ tengkuputeh (2017-10-07). "SULTANAH MALIKAH NAHRASYIYAH". Tengkuputeh. Diakses tanggal 2021-02-27. 
  16. ^ Kompasiana.com (2010-04-19). "Perempuan-perempuan Perkasa dari Aceh". KOMPASIANA. Diakses tanggal 2021-02-27.