Leang Saripa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Leang Saripa
Gua Saripa
LokasiKampung Taddeang, Dusun Samanggi, Desa Samangki, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Indonesia
Panjang1736 m
Geologikarst / batu kapur / batu gamping
Fiturbagian dasar lorong kering hingga sedikit berair dan berlumpur
Situs webvisit.maroskab.go.id
cagarbudaya.kemdikbud.go.id
kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsulsel/
Wisata Gua Prasejarah
Leang Saripa
Informasi
Lokasi Kampung Taddeang, Dusun Samanggi, Desa Samangki, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan
Negara  Indonesia
Pengelola Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Maros

Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan
Pembukaan Setiap hari, 24 jam
Biaya Rp10.000 (4 orang)
Jenis objek wisata Edukasi arkeologi dan gua prasejarah
Situs web visit.maroskab.go.id
Situs Cagar Budaya Leang Saripa
Nama sebagaimana tercantum dalam
Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya
Cagar budaya Indonesia
KategoriSitus
No. RegnasBelum ada
Lokasi
keberadaan
Kampung Taddeang, Dusun Pattunuang, Desa Samangki, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Indonesia
Tanggal SK11 Juli 2017 (tahap verifikasi)
Pemilik Indonesia
PengelolaDinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Maros

Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan

Leang Saripa atau Gua Saripa (Inggris: Saripa Cave ) adalah sebuah gua di Kawasan Karst Maros-Pangkep, Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, wilayah administratif Kabupaten Maros. Lokasi gua ini secara administratif terletak di wilayah Kampung Taddeang, Dusun Pattunuang, Desa Samangki, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Indonesia. Lokasi gua berada sekitar 96 meter dari Jalan Poros Maros-Camba. Berdasarkan morfologinya gua ini merupakan jenis ceruk. Gua ini adalah jenis gua horizontal dengan panjang berkisar ± 1.736 meter. Gua ini tersusun dari jenis batuan batu gamping dan kondisi gua bagian dasar dari kering hingga sedikit berair dan berlumpur. Sumber air gua ini berasal dari Sungai Pattunnuang. Untuk mencapai lokasi gua ini, dari Kota Makassar dapat menggunakan kendaraan umum atau pribadi menuju Jalan Poros Maros-Bone. Jika menggunakan kendaraan umum Pete-pete rute Makassar-Maros (Rp7.000-/orang) dan Maros-Taddeang (Rp8.000-/orang) dengan waktu tempuh 2 jam.[1] Gua ini termasuk ke dalam jenis gua prasejarah Budaya Toala Sulawesi Selatan. Gua ini bertipe gua lingkungan pegunungan. Temuan arkeologi di gua ini berupa mikrolit, serpih bilah, mata panah berdasar bundar, mata panah berdasar bergerigi, dan lancipan muduk. Adapun fosil fauna masa Budaya Toala yang ditemukan adalah phalanger ursinus, phalanger celebensis, macaca maura, dan sus celebensis.[2][3]

Hendrik Robbert van Heekeren mengklasifikasikan lapisan Budaya Toala dalam 3 lapisan, yaitu Toala III, Toala II, dan Toala I. Ian C. Glover menerapkan radiokarbon untuk mengetahui kurun waktu hunian di gua. Klasifikasi masa hunian pada gua didasari atas jenis temuan yang terkandung pada gua sebagai unsur lapisan budaya yang bersangkutan, yaitu Toala III sampai dengan Toala I. Berdasarkan kajian klasifikasi lapisan Budaya Toala masa hunian oleh Hendrik Robbert van Heekeren dan kajian hasil analisis radiokarbon dengan sistem penanggalan radiokarbon oleh Ian C. Glover, Situs Leang Saripa masuk pada klasifikasi lapisan Budaya Toala I dan II.[4] [5] [6]

Penelitian[sunting | sunting sumber]

Hendrik Robbert van Heekeren dalam karyanya The Stone Age of Indonesia (1972), meneliti dan memetakan Leang Saripa serta memasukannya ke klasifikasi situs gua prasejarah peninggalan Budaya Toala. Kehidupan penghuni gua Budaya Toala berlangsung sejak kala Pasca Plestosen hingga awal Masehi. Kehidupan Budaya Toala ini berlangsung cukup lama dan mampu bertahan beratus-ratus tahun lamanya. Kehidupan budaya tersebut masih sangat bergantung pada potensi ekologi sumber alam sekitarnya.[4][6]

Tempat wisata[sunting | sunting sumber]

Kini Leang Saripa telah menjadi tempat wisata susur gua dengan biaya masuk 10 ribu rupiah perkelompok (4 orang). Leang Saripa merupakan salah satu peninggalan bersejarah yang ada, dari dindingnya dapat melihat karts yang sangat indah. Stalaktit dan stalakmitnya kini telah ada yang menyatu, ini menandakan bahwa gua ini telah ada ratusan tahun yang lalu karena menurut penelitian dalam setahun stalaktit ataupun stalakmitnya hanya bertumbuh 0,3 mm paling cepat 6 mm. Tanpa melanggar etika dalam penelusuran gua pengunjung wajib membawa perlengkapan dan peralatan yang dibutuhkan, dikarenakan lorong-lorong gua ini sangat gelap sehingga perlatan seperti penerangan sangat diperlukan dapat berupa senter dan lilin serta cadangan yang cukup. Leang Saripa dapat dimasuki dengan menaiki beberapa anak tangga yang telah dibangun sehingga mempermudah sampai di mulut gua. Sesampai dimulut gua akan disuguhi pemandangan stalaktit dan stalakmit yang indah, salah satu stalakmitnya berbentuk pusaka milik Bima dari Pandawa 5. Pada saat memasuki gua akan melihat bentuk stalakmit menyerupai bentuk pangggung dan stalaktitnya yang berbentuk ornamen yang megah dalam sebuah panggung. Lebih ke dalam lagi akan mendapatkan ruangan yang menbentuk aula yang sangat luas. Gua ini mempunyai tantangan yang lebih ekstrem lagi, yaitu pada saat menemukan runtuhan batu-batu yang berukuran raksasa. Jalan yang dilalui pun cukup licin dan berlumpur dikarenakan tempat ini banyak dipenuhi tetesan air yang jatuh dari atap gua, karena itu terdapat banyak sumber mata air di tempat ini. Gua ini pernah disusuri oleh sebuah Kelompok Pecinta Alam (KPA) Kharisma Indonesia saat melakukan ekspedisi menyusuri gua ini pada tahun 1980-an.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Data Gua di Sulawesi Selatan". catros.wordpress.com. 21 Juni 2007. Diakses tanggal 31 Mei 2021. 
  2. ^ Ahmad, Amran; A. Siady Hamzah (2016). Database Karst Sulawesi Selatan 2016 (PDF). Makassar: Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. hlm. 37 & 44. 
  3. ^ Cagar Budaya Kemendikbud RI. "Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya". cagarbudaya.kemdikbud.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-05-05. Diakses tanggal 5 Mei 2021. 
  4. ^ a b Nurani, Indah Asikin (1993). "Pola Adaptasi Penghuni Gua Budaya Toala (Berkala Arkeologi Vol. 13 No. 2)" (PDF). berkalaarkeologi.kemdikbud.go.id. hlm. 1-17. Diakses tanggal 19 Mei 2021. [pranala nonaktif permanen]
  5. ^ Glover, Ian C.; Bernnet Bronson, C. (1984). "Archaeological Radiocarbon Dates from Indonesia: A First List (Indonesia Circle No. 34, June 1984)". hlm. 37-44. 
  6. ^ a b Heekeren, van H.R. (1972). "The Stone Age of Indonesia (Second rev. ed., VKI No. LXI)". The Hague-Martinus Nijhoof.