Kriteria Kopenhagen

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perluasan Uni Eropa sebelumnya di bawah kriteria Kopenhagen. Hijau: EU12 (1993). Biru: penggabungan 1995, 2004 dan 2007.
Kemungkinan perluasan masa depan Uni Eropa:
  Pendaftar: Albania
Uni Eropa
Bendera Uni Eropa

Artikel ini adalah bagian dari seri:
Politik dan pemerintahan
Uni Eropa

Kriteria Kopenhagen adalah peraturan yang menetapkan apakah suatu negara layak untuk bergabung dengan Uni Eropa. Kriteria ini mensyaratkan bahwa suatu negara memiliki institusi untuk melindungi pemerintahan demokratis dan hak asasi manusia, memiliki ekonomi pasar yang berfungsi, dan menerima kewajiban dan tujuan UE. Kriteria keanggotaan ini ditetapkan pada pertemuan Dewan Eropa Juni 1993 di Kopenhagen, Denmark. Kutipan dari kesimpulan Kepemimpinan Kopenhagen:[2]

Sebagian besar elemen ini telah diklarifikasi dalam satu dasawarsa terakhir oleh undang-undang Dewan Eropa, Komisi Eropa dan Parlemen Eropa, serta hukum kasus Mahkamah Eropa dan Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa. Tetapi, kadang muncul penafsiran yang sedikit berbeda dari sudut pandang negara-negara anggota

Kriteria keanggotaan Uni Eropa[sunting | sunting sumber]

Politik Uni Eropa dibentuk atas dasar ekonomi dan politik di masing-masing negara anggotanya. Pada awalnya, landasan politik Uni Eropa lebih diutamakan pada kondisi ekonomi. Ini sejalan dengan sifat dari Uni eropa yang awalnya terbentuk sebagai organisasi ekonomi. Calon anggota harus memiliki kriteria tertentu di bidang ekonomi agar dapat bergabung ke dalam Uni Eropa. Penetapan kriteria ini telah ada sejak pembentukan Uni Eropa. Kriteria ini mengacu pada Kriteria Kopenhagen yang merupakan hasil keputusan dalam penyelenggaran Komisi Tingkat Tinggi Kopenhagen pada Juni 1993 M. Tiga kriteria ditetapkan sebagai landasan awal keanggotaan Uni Eropa. Pertama, adanya institusi yang stabil di dalam negara calon anngota yang memiliki kemampuan dalam memberikan jaminan terhadap demokrasi, supremasi hukum, hak asas manusia dan perlindungan hak minoritas. Kedua, calon negara anggota Uni Eropa harus menerapkan sistem ekonomi pasar yang memiliki kemampuan bertahan terhadap persaingan dan kekuatan pasar di dalam Uni Eropa. Ketiga, calon negara anggota Uni Eropa wajib mematuhi aturan keanggotaan dan kebijakan publik, kebijakan ekonomi dan kebijakan moneter yang diberlakukan oleh Uni Eropa.[3]

Selama negosiasi dengan masing-masing negara anggota, tahapan menuju pencapaian kriteria Kopenhagen dipantau secara rutin. Melalui dasar tersebut, keputusan dibuat mengenai apakah dan kapan suatu negara harus bergabung, atau tindakan apa yang perlu diambil sebelum memungkinkan penggabungan dengan Uni Eropa.

Kriteria Keanggotaan Uni Eropa ditetapkan oleh tiga dokumen:

  • Perjanjian Maastricht 1992 (Pasal 49)
  • Deklarasi Dewan Eropa Juni 1993 di Kopenhagen yang diberi nama kriteria Kopenhagen—menjelaskan kebijakan umum secara terperinci
  • Kerangka kerja untuk negosiasi dengan negara kandidat
    • kondisi spesifik dan terperinci
    • pernyataan yang menegaskan bahwa anggota baru tidak bisa menjabat di Uni sampai dianggap UE sendiri punya "kapasitas penyerapan" untuk mewujudkannya.

Ketika disetujui tahun 1993, belum ada mekanisme yang menjamin bahwa negara manapun yang telah menjadi negara anggota UE patuh dengan kriteria ini. Banyak perjanjian yang sekarang dibuat untuk mengawasi kepatuhan dengan kriteria ini, setelah "sanksi" yang diberikan kepada pemerintah Austria pimpinan Wolfgang Schüssel pada awal 2000 oleh 14 pemerintah negara anggota lainnya. Perjanjian-perjanjian tersebut berlaku pada 1 Februari 2003 di bawah pemberlakuan sementara Perjanjian Nice.

Pasal 49 (sebelumnya Pasal 0) Perjanjian Uni Eropa (TEU)[4] atau Perjanjian Maastricht menyatakan bahwa negara Eropa manapun yang menghormati prinsip-prinsip UE boleh mendaftar untuk bergabung. Negara-negara yang dikelompokkan sebagai bagian dari Eropa "wajib menjalani penilaian politik"[5] oleh Komisi dan tentu saja—Dewan Eropa.

Meski negara non-Eropa tidak dianggap layak menjadi anggota, mereka bisa menikmati berbagai tingkat integrasi dengan UE yang ditetapkan oleh perjanjian-perjanjian internasional. Kapasitas umum komunitas dan negara anggota untuk mencapai persetujuan asosiasi dengan negara dunia ketiga sedang dikembangkan. Selain itu, kerangka kerja spesifik untuk integrasi dengan negara dunia ketiga mulai bermunculan—termasuk Kebijakan Lingkungan Eropa (ENP). Kebijakan ini menggantikan proses Barcelona yang sebelumnya menyediakan kerangka kerja untuk hubungan UE dengan tetangga Mediteranianya di Afrika dan Timur Tengah. ENP berbeda dengan Proses Stabilisasi dan Asosiasi di Balkan Barat atau Wilayah Ekonomi Eropa. Rusia tidak masuk dalam cakupan ENP, namun memiliki kerangka kerja terpisah. Kebijakan Lingkungan Eropa dapat ditafsirkan sebagai penetapan perbatasan Uni untuk masa depan. Cara lain UE dalam berintegrasi dengan negara-negara tetangganya adalah melalui Uni Mediterania, yang terdiri dari negara-negara UE dan negara lain yang berbatasan dengan Laut Mediterania.

Kriteria politik[sunting | sunting sumber]

Demokrasi[sunting | sunting sumber]

Pemerintahan demokratis yang berfungsi mensyaratkan agar semua warga negara bisa berpartisipasi, atas asas setara, dalam pembuatan keputusan politik di setiap tingkat pemerintahan, mulai dari kotamadya setempat hingga tingkat nasional. Selain itu, perlu pula diadakannya pemilihan umum yang bebas dengan kotak suara rahasia, hak mendirikan partai politik tanpa gangguan dari negara, akses pers bebas yang adil dan setara, organisasi serikat dagang bebas, kebebasan berpendapat, dan kekuasaan eksekutif yang dibatasi hukum dan memungkinkan akses bebas kepada hakim yang bukan berasal dari golongan eksekutif.

Aturan hukum[sunting | sunting sumber]

Aturan hukum menegaskan bahwa otoritas pemerintah hanya bisa dilaksanakan sesuai hukum tertulis, yang diadopsi melalui prosedur tetap. Prinsipnya ditujukan sebagai pelindung terhadap aturan arbitrase dalam kasus-kasus perorangan.

Hak asasi manusia[sunting | sunting sumber]

Deklarasi Hak Asasi Manusia Universal Perserikatan Bangsa-Bangsa dianggap sebagai perumusan hak asasi manusia paling tinggi, meski kurang memiliki mekanisme penegakan Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa yang lebih efektif. Persyaratan untuk sejajar dengan perumusan ini memaksa beberapa negara[butuh rujukan] yang baru saja bergabung dengan UE untuk memberlakukan perubahan besar dalam undang-undang mereka, pelayanan publik dan sistem hukum. Banyak perubahan tersebut mencakup perlakuan etnis dan kaum minoritas beragama, atau penghapusan celah perlakuan antara faksi-faksi politik.

Penghormatan dan perlindungan kaum minoritas[sunting | sunting sumber]

Sebuah konvensi Dewan Eropa yang relevan adalah gebrakan besar dalam bidang ini. Tetapi, wilayahnya sangat sensitif sehingga konvensi tersebut tidak mencakup penetapan jelas tentang kaum minoritas. Akibatnya, banyak negara penandatangan menambahkan klarifikasi resmi pada tanda tangannya mengenai kaum minoritas mana di negara mereka yang terlibat. Deklarasi dibuat dengan mempertimbangkan Perjanjian No. 157. Konvensi Kerangka Kerja untuk Perlindungan Kaum Minoritas Nasional meliputi:

  • Denmark: 'minoritas Jerman di Jutland Selatan';
  • Jerman: 'orang Denmark berkewarganegaraan Jerman dan anggota masyarakat Sorbia (Lusatia Sorbia) dengan kewarganegaraan Jerman, kelompok etnis yang sejak dulu menetap di Jerman, bangsa Frisia berkewarganegaraan Jerman dan bangsa Sinti dan Roma berkewarganegaraan Jerman';
  • Slovenia: 'Minoritas Nasional Italia dan Hungaria'
  • Slowakia: 'Minoritas Hungaria'
  • Britania Raya: Minoritas Cornish di Cornwall dan Nasionalis dan Republikan Irlandia di Irlandia Utara.
  • Austria: bangsa Serbia, Kroasia, Slovenia, Hungaria, Ceko, Slovak, Roma, dan Sinti.
  • Rumania: Rumania mengakui 19 kaum minoritas nasional - hukum pemilu menjamin perwakilan mereka di parlemen
  • Irlandia: Penjelajah Irlandia

Banyak negara penandatangan lain hanya menyatakan bahwa mereka tidak punya kaum minoritas nasional sebagaimana yang telah ditetapkan.

Kriteria ekonomi[sunting | sunting sumber]

Kriteria ekonomi secara luar mensyaratkan agar negara-negara kandidat memiliki ekonomi pasar yang berfungsi dan produsen mereka mampu menghadapi tekanan kompetitif dan kekuatan pasar di Uni Eropa. Kriteria pergeseran euro dan Mekanisme Nilai Tukar Eropa telah digunakan untuk mempersiapkan negara-negara yang bergabung dengan Zona Euro, baik anggota pendiri maupun non-pendiri.

Penyejajaran legislatif[sunting | sunting sumber]

Terakhir, dan secara teknis di luar kriteria Kopenhagen, ada persyaratan lanjutan bahwa semua anggota prospektif harus memberlakukan undang-undang agar hukum mereka sejajar dengan badan hukum Eropa yang dikembangkan sepanjang sejarah Uni, yang dikenal sebagai acquis communautaire. Dalam mempersiapkan penggabungannya, acquis dibagi menjadi beberapa bab, masing-masing bab menangani wilayah kebijakan yang berbeda. Untuk proses perluasan kelima yang diakhiri dengan masuknya Bulgaria dan Rumania pada tahun 2007, terdapat 31 bab. Untuk perbincangan dengan Kroasia, Turki, dan Islandia, acquis dibagi lagi menjadi 35 bab.

Penolakan[sunting | sunting sumber]

Proses integrasi politik Uni Eropa mulai ditingkatkan setelah terjadinya Perang Dingin. Uni Eropa menetapkan dua kriteria yang masing-masing merupakan landasan kebijakan ekonomi dan kebijakan politik Uni Eropa. Kriteria ekonomi Uni Eropa ini dikenal dengan nama Kriteria Maastricht, sementara kriteria politik Uni Eropa dikenal dengan nama Kriteria Kopenhagen. Kriteria Maastricht ditetapkan pada tahun 1992, sementara Kriteria Kopenhagen ditetapkan pada tahun 1993. Tiap negara anggota Uni Eropa diwajibkan mematuhi melaksanakan dan memenuhi kedua kriteria tersebut. Penyusunan kedua kirteria ini meningkatkan permintaan negara-negara bekas Uni Soviet untuk bergabung ke dalam Uni Eropa. Penguatan integrasi politik Uni Eropa juga diikuti dengan penguatan ekonomi pasar. Negara-negara yang ingin bergabung dengan Uni Eropa kemudian mulai diseleksi secara ketat dengan dua kriteria Uni eropa.[6]

Mekanisme perluasan politik Uni Eropa terbagi menjadi dua langkah yaitu melalui Kriteria Kopenhagen dan pemantauan politik secara teratur. Penolakan penerimaan keanggotaan pada langkah pertama terjadi ketika Kriteria Kopenhagen tidak terpenuhi. Sementara itu, penolakan pada langkah kedua terjadi ketika politik nasional di negara kandidat mengalami perubahan besar yang kemudian tidak memenuhi Kriteria Kopenhagen. Salah satu contoh kasus penolakan keanggotaan Uni Eropa adalah Turki. Permintaan Turki untuk menjadi anggota Uni Eropa telah diadakan sejak tahun 1987, tetapi tidak terwujud karena adanya permasalahan pada kepala pemerintahan. Pada masa itu, Turki berada dalam pemerintahan Recep Tayyip Erdoğan. Uni Eropa menolak permintaan Turki untuk bergabung karena Erdoğan memiliki kekuasaan yang otoriter dan mempunyai masalah terkait hak asasi manusia.[7]

Dalam pandangan wacana kritis, penolakan keanggotan Turki dalam Uni Eropa juga dipengaruhi oleh menyebarnya islamofobia di pikiran masyarakat Eropa. Selain itu, masyarakat Eropa secara umum belum menerima komunitas muslim secara menyeluruh. Pandangan wacana kritis mengaitkan persoalan agama sebagai penyebab penolakan Turki dalam keanggotaan Uni Eropa. Penolakan ini juga dipengaruhi oleh perbedaan sejarah negara anggota Uni Eropa dengan sejarah Turki. Selain itu, hegemoni Kekristenan di Eropa dan hegemoni demokrasi liberal menjadi faktor yang membuat Turki belum dapat diterima sebagai anggota Uni Eropa.[8]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Di bawah Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa 1244; status diragukan. Lihat Pengakuan internasional atas Kosovo untuk lebih lanjut.
  2. ^ Presidency Conclusions, Copenhagen European Council 1993, 7.A.iii http://www.europarl.europa.eu/enlargement/ec/pdf/cop_en.pdf
  3. ^ McGlinchey, Walters, dan Scheinpflug 2017, hlm. 39.
  4. ^ "The Maastricht Treaty" (PDF). Treaty on the European Union. eurotreaties.com. 1992-02-07. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2006-03-04. Diakses tanggal 2008-07-09. 
  5. ^ "Legal questions of enlargement". Enlargement of the European Union. The European Parliament. 1998-05-19. Diakses tanggal 2008-07-09. 
  6. ^ Arif 2014, hlm. 41.
  7. ^ McGlinchey, Walters, dan Scheinpflug 2017, hlm. 40.
  8. ^ Arif 2014, hlm. 46.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]