Kopi Arabika Flores Bajawa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kopi Arabika Flores Bajawa
JenisKopi Arabika
WarnaCoklat tua, coklat muda, krem
RasaNutty, Orange, Chocolate

Kopi Arabika Bajawa atau dikenal dengan nama Kopi Bajawa (bahasa Inggris: Bajawa Coffee) merupakan varietas kopi arabika. Kopi Arabika merupakan sumber pendapatan utama bagi masyarakat yang mendiami wilayah dataran tinggi Ngadha di Pulau Flores bagian tengah pada koordinat antara 120°05" BT – 121°03" BT dan 08°45" LS – 08°52" LS. Dataran tinggi Ngada merupakan kawasan pertemuan dua lereng gunug api, yaitu Gunung Inerie dan Gunung Abulobo. Secara administratif kawasan tersebut merupakan wilayah dua kecamatan, yaitu Kecamatan Bajawa dan Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngadha, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Karakteristik[sunting | sunting sumber]

Kopi Arabika dari kawasan ini jika disangrai pada tingkat sedang (medium roasting) secara umum memiliki komponen-komponen citarasa utama sebagai berikut: aroma kopi bubuk kering (fragrance) dan aroma kopi seduhan (aroma) kuat bernuansa bau bunga (floral), perisa (flavor) enak dan kuat, kekentalan (body) sedang sampai kental, keasaman (acidity) sedang, serta kesan rasa manis (sweetness) kuat. Selain menggunakan tingkat sangrai sedang komponen rasa yang dihasilkan dari kopi tersebut terdapat juga rasa karamel, cokelat, citrus, helzanut, kacang macadamia bahkan terdapat juga cita rasa herbal yang terkandung dalam kopi jenis ini.[1]

Geografis[sunting | sunting sumber]

Wilayah geografis (1 200-1.800 m dpl) memiliki tanah yang gelap, subur berpori yang berasal dari material vulkanik, yang dengan kondisi iklimnya (suhu rata-rata 15-25 °C, dan pada waktu-waktu tertentu suhu sangat dingin (<10 °C) karena pengaruh angin muson, dengan angin tenggara dari benua Australia) menciptakan suatu wilayah tertentu. Ekosistem pertanian di wilayah tersebut sangat cocok untuk kopi arabika, yang dikombinasikan dengan kondisi iklim dataran tinggi Ngada dan pengetahuan produsen menghasilkan kopi berkualitas tinggi.

Pada tahun 1958, berdasarkan UU 69/1958 tentang pembentukan daerah tingkat dua (II) pada daerah tingkat satu (I) untuk wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur menjadi dasar terbentuknya Dinas Pertanian dan Perkebunan. Proyek PRPTE yang dimulai tahun anggaran 1978/1979 melalui Dinas Perkebunan Propinsi Nusa Tenggara Timur mulai berusaha untuk membangkitkan kembali budidaya kopi arabika di Flores melalui Proyek Rehabilitasi dan Pengembangan Tanaman Ekspor (PRPTE). Pertimbangan pengembangan kopi arabika di Flores bukan hanya didasarkan pada kepentingan ekspor, akan tetapi perkebunan kopi di dataran tinggi Bajawa juga dipandang mempunyai peran strategis dalam melestarikan fungsi hidrologis. PRPTE di Flores telah mampu mengembalikan dan menambah luas areal perkebunan di Flores sehingga produksi kopi dari Flores mulai meningkat. Pada akhir tahun 1980-an, luas lahan kopi di Flores mencapai sekitar 8.000 ha. Program Pengembangan Wilayah Khusus (P2WK) yang digulirkan pada tahun 1993/1994 menjadi awal pengembangan kopi secara lebih luas di daerah Ngada.

Kendali Mutu[sunting | sunting sumber]

Sejak dilakukan pemberdayaan petani kopi Arabika di kawasan dataran tinggi Bajawa oleh Dinas Perkebuan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Pemerintah Kabupaten Ngada, dan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia mulai tahun 2004 telah terjadi perbaikan mutu kopi petani yang signifikan serta telah berhasil dipromosikan ke segmen pasar spesiality dengan nama Kopi Arabika Flores Bajawa. Kegiatan pemberdayaan tersebut telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, baik berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani kopi maupun peningkatan pendapatan petani yang telah mengalami perbaikan secara signifikan. Dengan adanya upaya perbaikan dan menjaga mutu secara konsisten oleh masyarakat Bajawa serta melalui pengawasan dan edukasi oleh Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG), maka Kopi Arabika Flores Bajawa berhasil memiliki reputasi yang baik di segmen pasar domestik maupun internasional karena mutu citarasanya. Dan pada tanggal 28 Maret 2012 kopi arabika Bajawa menerima sertifikat Indikasi Geografis (IG) oleh Kemenkumham RI sebagai salah satu kopi arabika Indonesia.[2]

Proses Produksi[sunting | sunting sumber]

Masyarakat Ngadha, sering disebut orang Bajawa, telah membudidayakan kopi Arabika secara turun temurun. Petani bertanam kopi Arabika di bawah pohon penaung, menggunakan pupuk organik, dan tanpa menggunakan pestisida sintetik, serta petik selektif (hanya buah masak). Kopi Arabika hasil olahan kelompok tani ternyata tergolong dalam mutu spesialiti (specialty coffee) karena citarasanya yang enak, khas, dan unik. Ceri merah dipilih dengan cermat dan dipetik untuk memastikan kualitas terbaik, dengan minimal 95% ceri merah. Untuk mendapatkan biji kopi hijau, buah ceri dicuci (pengolahan metode basah), disortir, dihaluskan, difermentasi, direndam, dijemur, diseleksi dan disimpan. Biji kopi pada awalnya disortir dan diseleksi dan kemudian disortir dengan tangan untuk memastikan kualitas biji terbaik. Produk kopi dari dataran tinggi Ngada sebagian besar berupa biji kopi hijau (sebagai bahan baku) dan hanya sebagian kecil yang berupa kopi bubuk (sebagai produk akhir). Proses roasting tidak serta merta berlangsung di area produksi.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ "Karakter Kopi Arabika Flores Bajawa, Kopi dari Timur Indonesia". Good News From Indonesia. 
  2. ^ "Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG)". Kementrian Hukum dan HAM. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]