Kisah Putri Ular

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kisah Putri Ular[1] merupakan salah satu dari cerita rakyat Indonesia yang berasal dari Sumatera Utara, Indonesia.

Sinopsis[sunting | sunting sumber]

Kisah Putri Ular adalah cerita rakyat yang sangat terkenal. Cerita ini menceritakan sebuah kisah kegagalan seorang putri cantik jelita yang dijadikan permaisuri oleh ayahnya yang merupakan seorang raja.

Putri yang tersohor akan kecantikannya akan dilamar oleh seorang raja muda dan tampan. Namun, sang putri mengalami sebuah masalah. Ia dengan tidak sengaja melukai hidungnya ketika sedang mandi. Hal ini membuat dia merasa gagal dan ingin mengutuk dirinya sendiri karena telah melanggar janjinya untuk menjaga dirinya dengan baik sebelum pernikahan. Hal ini membuat sang Putri putus asa dan memohon kepada Tuhan agar ia dihukum, dan ia menjadi ular karena kegagalannya.

Cerita[sunting | sunting sumber]

Pada zaman dahulu kala, berdiri suatu kerajaan di Simalungun, Sumatera Utara yang dipimpin oleh seorang Raja yang bijaksana. Sang Raja memiliki seorang putri yang memiliki kecantikan paripurna yang sudah diketahui oleh segala penjuru negeri, hingga suatu hari, seorang Raja Muda dari sebuah kerajaan yang tidak jauh dari kerajaan Sang Raja ingin menikahi Sang Putri yang cantik jelita.

Raja Muda kemudian mengumpulkan para penasihat kerajaan dan meminta pendapat dari mereka mengenai rencananya untuk melamar Sang Putri. Para penasihat pun setuju dan keesokan harinya, Raja Muda mengirim rombongan utusannya ke kerajaan Sang Putri. Mereka disambut dan dijamu dengan baik oleh Sang Raja. Setelah itu, salah satu utusan Raja Muda menyampaikan maksud kedatangan mereka yaitu untuk meminta restu dari Sang Raja untuk menikahi Sang Putri atas nama Raja Muda. Sang Raja dengan senang hati merestui pernikahan mereka karena pernikahannya dapat mewujudkan persatuan dan masyarakat yang makmur, damai, dan sejahtera. Ketika Sang Raja menanyakan pendapat Sang Putri mengenai lamaran Raja Muda, Sang Putri juga bersedia untuk menikahi Raja Muda. Karena Raja Muda meminta untuk mengadakan pesta secara besar-besaran, pernikahannya akan diadakan dalam waktu dua bulan mendatang.

Menjelang hari pernikahan tersebut, Sang Raja berpesan kepada Sang Putri untuk menjaga dirinya dengan baik agar tidak ada hal yang dapat membatalkan pernikahan mereka terjadi. Sejak itu, setiap pagi Sang Putri selalu ditemani dayang-dayangnya ketika mandi di kolam yang berada di belakang istana. Suatu hari, Sang Putri duduk di atas sebuah batu di tepi kolam sambil membayangkan betapa bahagia dirinya nanti ketika ia duduk di pelaminan bersama Raja Muda yang gagah dan tampan. Tanpa ia sadari, angin bertiup kencang yang menyebabkan sebuah ranting kering jatuh di ujung hidungnya. Hidung Sang Putri pun terluka dan tangannya penuh dengan darah. Sang Putri memerintahkan dayangnya untuk mengambilkan cermin dan Sang Putri kaget ketika melihat hidungnya yang semulanya mancung menjadi terlihat konyol. Ia pun menangis karena ia merasa kecantikannya sudah berkurang sekarang dan Raja Muda akan mencari putri lain yang tidak memiliki fisik yang cacat. Ia juga merasa malu dan kecewa karena tidak bisa memenuhi janjinya dengan Sang Raja untuk menjaga dirinya dengan baik menjelang hari pernikahan.

Tidak tahu harus berbuat apa, Sang Putri yang sudah putus asa berdoa kepada Tuhan untuk menghukum dirinya. Petir kemudian menyambar-nyambar menandakan bahwa doa Sang Putri didengar oleh Tuhan. Tidak lama setelah itu, muncul sisik di kaki Sang Putri yang awalnya mulus. Dayang-dayang kaget dan sisik tersebut pun merambat ke dada. Sang Putri menyuruh para dayang untuk memanggil ayah dan ibunya di istana. Betapa kagetnya Sang Raja dan Permaisuri ketika melihat putrinya yang berubah menjadi ular besar yang hanya dapat menjulurkan lidahnya dan menatap kedua orang tuanya dengan tatapan yang sayu. Permaisuri memanggil nama Sang Putri berkali-kali namun Sang Putri tidak dapat berkata apa-apa. Tidak ada yang dapat dilakukan oleh Sang Raja, Permaisuri dan para dayang. Mereka hanya dapat menangis melihat nasib Sang Putri yang menjelma menjadi seekor ular.

Asal mula[sunting | sunting sumber]

Kisah Putri Ular berasal dari suku Simalungun yaitu suku dari Sumatera Utara.

Adaptasi Karya[sunting | sunting sumber]

Kisah tersebut pernah digambarkan dalam sebuah film pendek yang dibuat pada tahun 2019 berjudul "Legenda Puang Sorma" yang disutradarai oleh Sultan Saragih. Film ini direkam di Kabupaten Siantar di Simalungun, Sumatera, dan terdiri dari 25 pemain. Film tersebut kemudian diputar dalam “Festival Rondang Bittang '' pada tanggal 27 - 28 Juli 2019 yang terletak di Sarimatondang, Kecamatan Sidamanik. Sutradara film tersebut mengatakan bahwa tujuan pembuatan film ini adalah untuk meningkatkan kesadaran tentang pelestarian tradisi lokal, khususnya terhadap kaum milenial karena menurutnya film merupakan media yang cocok untuk generasi tersebut.

Analisis karakter[sunting | sunting sumber]

Sang Raja[sunting | sunting sumber]

Baik hati[sunting | sunting sumber]

Sang Raja memiliki hati yang baik. Ketika rombongan utusan Raja Muda bertamu ke istananya, Sang Raja menyambut dan menjamu mereka dengan hangat. Sang Raja juga dapat menerima permintaan Raja Muda untuk mengadakan pernikahan dalam waktu dua bulan mendatang meskipun jangka waktu tersebut cukup lama.

Bijaksana[sunting | sunting sumber]

Sang Raja tidak memberikan restu kepada Raja Muda untuk menikahi Sang Putri tanpa alasan. Sang Raja tahu bahwa dengan adanya pernikahan ini, masyarakatnya dapat bersatu dan menjalankan hidup yang lebih makmur, damai, dan sejahtera.

Perhatian dan penyayang[sunting | sunting sumber]

Meskipun Sang Raja sudah menyetujui pernikahan putrinya dengan Raja Muda, Sang Raja tetap menanyai pendapat putrinya mengenai rencana pernikahan tersebut. Sang Raja pun juga bangga dengan putrinya yang penurut.

Protektif[sunting | sunting sumber]

Sang Raja mengirim beberapa dayang untuk menemani Sang Putri mandi di kolam setiap pagi menjelang hari pernikahannya. Sang Raja juga berpesan kepada Sang Putri untuk menjaga dirinya baik-baik agar tidak terjadi hal-hal yang dapat membatalkan pernikahannya nanti.

Sang Putri (Putri ular)[sunting | sunting sumber]

Taat dan penurut[sunting | sunting sumber]

Sang putri tampaknya sangat menaati orang tuanya. Ia rela untuk menikahi seorang raja muda yang tidak ia kenal hanya karena orang tuanya menyuruhnya untuk menikahi raja muda tersebut. Ia pun berusaha sekeras mungkin untuk menjaga dirinya agar pernikahannya tidak akan dibatalkan untuk membuat orang tuanya senang.

Mudah putus asa[sunting | sunting sumber]

Sang putri tampaknya mudah untuk merasa putus asa karena saat ia merasa bahwa dirinya telah menjadi jelek karena hidungnya yang terluka, ia langsung ingin menyerah dan meminta Tuhan untuk menghukumnya. Tanpa mencoba untuk mencari solusi atau menunggu kemungkinan dari hasil yang lebih baik, ia telah menyerah.

Raja muda dari kerajaan lain:

Gagah dan tampan[sunting | sunting sumber]

Seorang penasehat memberitahukan bahwa raja muda dan putri adalah pasangan yang sangat serasi karena ada raja muda yang tampan, sedangkan sang putri seorang gadis yang cantik jelita. Sang putri pun membayangkan betapa bahagianya saat pernikahan nanti, duduk bersanding di pelaminan bersama sang suami yaitu seorang raja mudah yang gagah dan tampan.

Permaisuri[sunting | sunting sumber]

Baik dan bijak[sunting | sunting sumber]

Sang permaisuri terlihat sebagai individu yang baik dan bijak. Sering kali ia menasehati anaknya, sang putri, untuk menjaga ucapannya.

Para penasihat Raja Muda[sunting | sunting sumber]

Penurut dan terpercaya[sunting | sunting sumber]

Para penasihat Raja Muda mengeluarkan opini mereka ketika ditanya mengenai rencana Raja Muda untuk menikahi Sang Putri. Mereka mengikuti perintah Raja Muda untuk mengunjungi kerajaan Sang Putri dan menunjukkan amanah mereka dengan menyampaikan lamaran pernikahan Raja Muda untuk Sang Putri kepada Sang Raja.

Para dayang Sang Putri[sunting | sunting sumber]

Penurut[sunting | sunting sumber]

Para dayang Sang Putri selalu menemani Sang Putri untuk mandi di kolam sejak Sang Raja mengeluarkan perintahnya. Ketika Sang Putri terluka hidungnya dan berubah menjadi ular, para dayang tetap pergi mengambilkan cermin dan memanggil orang tua Sang Putri sesuai perintah Sang Putri meskipun mereka pastinya terkejut melihat kondisi Sang Putri.

Amanat[sunting | sunting sumber]

Kita seharusnya tidak boleh cepat merasa putus asa, terutama jika kita masih belum mengetahui apa yang akan terjadi sebagai konsekuensi atas apa yang terjadi dengan pasti. Kita harus pertama berjuang sebaik mungkin untuk memperbaiki situasi yang tampaknya buruk agar kita bisa menjauhi hasil yang buruk. Di cerita tersebut, sang putri terlalu cepat merasa putus asa dengan hidungnya yang terluka tanpa menunggu untuk mengetahui secara pasti apa yang akan menjadi reaksi tunangannya yang merupakan sang raja muda, sehingga akhirnya pun dihukum menjadi seekor ular karena permintaan dirinya sendiri.

Jangan berharap dirimu untuk dihukum, terutama hukuman dari Tuhan. Kita harus mencoba untuk mencari solusi yang benar sebelum memutuskan untuk menghukum diri. Di cerita tersebut, sang putri dengan cepat langsung meminta dirinya untuk dihukum oleh Tuhan tanpa mencari sebuah solusi dan akhirnya dihukum untuk berubah menjadi seekor ular.

Jangan menyukai orang hanya untuk penampilan luar mereka karena ini akan menciptakan hubungan yang lemah. Di cerita tersebut, sang raja muda hanya menyukai putri karena kecantikannya dan telah memutuskan untuk menikahinya tanpa mengetahui kepribadiannya. Ini adalah salah satu faktor yang menyebabkan sang putri untuk menjadi putus asa karena sang putri memikir bahwa ia telah mengecewakan orang tuanya dan sang raja muda hanya karena ia berpikir bahwa ia telah menjadi jelek karena hidungnya telah terluka.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ nanasastrawan (2019-11-29). "Kisah Putri Ular". Mbludus.com. Diakses tanggal 2021-03-30.