Ketu
Ketu | |
---|---|
Anggota Nawagraha | |
Dewanagari | केतु |
IAST | Ketu |
Afiliasi | Graha, Asura, Swarbanu |
Kediaman | Ketuloka |
Mantra | Oṃ Viprachitti Putra Simhika Putra Om Navagraha Ketave Namaḥ |
Senjata | tombak |
Wahana | burung hering |
Keluarga | |
Pasangan | Citraleka[1] |
Orang tua | Wipraciti (ayah), Singika (ibu) |
Saudara | Rahu |
Ketu (Dewanagari: केतु; IAST: Ketu ) adalah simpul orbit Bulan dalam astrologi Hindu.[2][3][4] Dalam mitologi Hindu, ia dipersonifikasikan sebagai makhluk―bersama dengan Rahu―yang tercipta dari bagian tubuh raksasa Swarbanu, yang dipenggal oleh Dewa Wisnu. Ketu biasanya digambarkan sebagai ular, atau makhluk setengah ular, sementara Rahu ialah raksasa tanpa badan. Keduanya diyakini sebagai penyebab terjadnya gerhana.
Secara astronomi, Rahu dan Ketu mengacu kepada titik persilangan jalur Surya (Matahari) dan Candra (Bulan) di bola langit, dan tidak mengacu kepada "planet" secara fisik.[5] Maka, Rahu dan Ketu masing-masing sepadan dengan simpul orbit bulan di utara dan selatan. Gerhana terjadi apabila Matahari dan Bulan berada di salah satu titik tersebut, yang secara mitologi dijelaskan sebagai ditelannya benda langit oleh Ketu. Ia diyakini bertanggung jawab atas terjadinya gerhana bulan.[5]
Mitologi
[sunting | sunting sumber]Menurut mitologi Hindu, Ketu merupakan badan dari raksasa Swarbanu yang dipenggal oleh Wisnu, sedangkan kepala raksasa tersebut berbah menjadi Rahu. Kisah pemisahan kepala dan badan ini berkaitan dengan mitos "Samudramantana" yang muncul beberapa kali dalam pustaka Purana dan Itihasa. Menurut mitos tersebut, dikisahkan bahwa para dewa dan asura (raksasa) pernah menjalin kerja sama untuk mencari ramuan keabadian bernama amerta di Ksirasagara. Saat ramuan tersebut berhasil ditemukan, para dewa segera mengeklaimnya sehingga menimbulkan protes dari para asura. Akibatnya, Dewa Wisnu turun tangan sehingga amerta berhasil dikuasai sepenuhnya oleh para dewa.
Salah satu anggota asura yang berada dalam peristiwa tersebut ialah Swarbanu. Demi memperoleh jatah amerta, ia nekad menyamar sebagai dewa, lalu turut mengantri pembagian amerta. Dewa Surya (Aditya) dan Candra (Soma) yang bermata cemerlang mengetahui penyamaran Swarbanu lalu segera melaporkannya kepada Wisnu. Wisnu pun segera memenggal Swarbanu dengan Cakra Sudarsana, tepat saat sang raksasa sedang menenggak amerta. Karena amerta telah melewati kerongkongannya, maka ia tidak bisa mati. Kepalanya melayang di udara menjadi Rahu, sementara badannya menjadi Ketu. Sementara itu, menurut kitab Adiparwa, bagian "Astikaparwa", badannya tidak berubah menjadi Ketu, melainkan jatuh ke Bumi dan mengakibatkan gempa dahsyat.[6]
Penggambaran
[sunting | sunting sumber]Dalam ikonografi Hindu, Ketu dapat digambarkan sebagai seorang pemuda dengan dua lengan, yang satu menunjukkan gestur Warada-mudra, yang satu lagi membawa gada. Ia menunggangi burung hering atau burung nasar. Kadangkala Ketu digambarkan beratribut ular atau berwujud manusia setengah ular.[7]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Chitralekha (Deity)".
- ^ "The less known story of Rahu and Ketu!". speakingtree.in.
- ^ "Role Of Ketu in Astrology". shrivinayakaastrology.com.
- ^ "Ketu Astrological significance". heerejawharat.com.
- ^ a b Santhanam, R. Brihat Parashara Hora Shastra (vol. 1). hlm. 24.
- ^ Kisari Mohan Ganguli (1883–1896), "Astika Parva: Section XIX", The Mahabharata of Krishna Dvaipayana Vyasa (dalam bahasa Inggris), Sacred-Text.com
- ^ Navagraha Ketu, Drik Panchang
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]
- (Inggris) Ketu in vedic astrology