Keluarga berencana alami

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Keluarga berencana alami
Latar belakang
Jenis kontrol kelahiranPerilaku
Penggunaan pertamaKuno: kalender, MAL
Pertengahan 1930-an: SBT
1950-an: mukosa
Tingkat kegagalan (Enam bulan pertama: MAL
Per tahun: berdasarkan gejala dan kalender)
Penggunaan terbaikMAL: 0.5%
Berdasarkan gejala: 1–3%
Berdasarkan kalender: 5–9%
Penggunaan umumMAL: 2%
Berdasarkan gejala: 2–25%
Berdasarkan kalender: 25%
Penggunaan
ReversibilitasYa
Pengingat penggunaTergantung pada kepatuhan pengguna terhadap metode
Tinjauan klinikTidak perlu
Keuntungan dan kerugian
Perlindungan PMSTidak ada
Keuntungan periodePerkiraan
ManfaatKesadaran diri pribadi, tanpa efek samping, dapat membantu pencapaian kehamilan, sesuai dengan ajaran Katolik, tidak ada yang secara eksplisit menghalangi kemungkinan kehamilan dapat mempengaruhi hubungan seksual

Keluarga berencana alami (KB alami) mencakup metode-metode keluarga berencana yang disetujui oleh Gereja Katolik Roma untuk mendapatkan maupun menunda atau menghindari kehamilan. Sesuai dengan ajaran Gereja mengenai perilaku seksual, KB alami mengecualikan penggunaan lain metode pengaturan kelahiran, yang mana disebutnya sebagai "kontrasepsi buatan".

Dalam memilih metode KB alami tentunya memiliki kemudahan, praktis dan terjaga keamanannya, keunggulan dari KB alami dilihat pada siklus haid/masa subur. Namun terdapat tingkat kegagalan yang tinggi pada KB alami ini. [1]

Pantang berkala dianggap bermoral oleh Gereja untuk menghindari atau menunda kehamilan karena alasan-alasan yang dapat dibenarkan.[2] Ketika diterapkan untuk menghindari kehamilan, pasangan suami-istri dapat melakukan hubungan seksual selama waktu infertil (tidak subur) sang istri yang terjadi secara alamiah, misalnya selama fase tertentu dalam siklus ovulasinya. Berbagai metode dapat digunakan untuk mengidentifikasi apakah seorang wanita sedang dalam keadaan subur atau tidak; informasi ini dapat digunakan dalam upaya-upaya untuk menghindari ataupun mendapatkan kehamilan.

Suatu penelitian terhadap 19.843 wanita di India (52% Hindu, 27% Muslim, dan 21% Kristen) yang menggunakan keluarga berencana alami untuk menghindari kehamilan menghasilkan tingkat kehamilan yang tidak diharapkan sebesar 2 kehamilan per 1.000 wanita setiap tahunnya. Suatu penelitian di Jerman mencatat tingkat kehamilan yang tak diharapkan sebesar 8 kehamilan per 1.000 wanita setiap tahunnya.[3]

Keluarga berencana alami telah menunjukkan hasil yang sangat lemah dan kontradiktif dalam praseleksi jenis kelamin anak yang dikehendaki, dengan pengecualian suatu penelitian di Nigeria yang bertentangan hasilnya dengan semua hasil penelitian lain. Karena hasil-hasil yang luar biasa ini, suatu penelitian independen perlu diulang dengan menggunakan populasi lain.[4][5]

Penyebaran Informasi dan edukasi terhadap masyarakat pada partisipasi KB alami adalah melakukan edukasi serta motivasi oleh petugas penyuluh pada tiap-tiap daerah. [6]

Apa itu Keluarga Berencana Alami?[sunting | sunting sumber]

Keluarga Berencana Alami atau Natural Family Planning (NFP) adalah istilah umum untuk metode keluarga berencana yang menggunakan tanda-tanda biologis alami berdasarkan pengamatan terhadap tanda dan gejala fase subur dan tidak subur dari siklus menstruasi Wanita. Melalui Keluarga Berencana Alami pasangan suami istri dapat mencapai atau menghindari pembuahan.

Dalam Gereja Katolik Metode Keluarga Berencana Alami ini dipandang sebagai metode yang menghormati hakikat hubungan suami istri yang memberi cinta (unitif) dan memberi kehidupan (prokreatif), oleh sebab itu metode ini dianggap mendukung rancangan Tuhan bagi cinta perkawinan.

Metode Keluarga Berencana Alami[sunting | sunting sumber]

Metode Keluarga Berencana Alami didasarkan pada pengamatan terhadap tanda kesuburan Wanita. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk melacak tanda-tanda kesuburan, yaitu:

1.     Metode Kalendar[sunting | sunting sumber]

Prinsip dasar dalam metode kalendar yaitu bahwa sel telur yang matang hanya dapat dibuahi dalam jangka waktu tertentu pada setiap siklus menstruasi. Metode kalendar membutuhkan pencatatan yang cermat dalam mencatat riwayat menstruasi untuk memprediki kapan masa ovulasi atau pelepasan sel telur pada wanita. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), jika memiliki siklus antara 26 dan 32 hari, maka masa subur adalah hari ke 8-19 dari siklus tersebut.  Ovulasi biasanya terjadi pada pertengahan siklus. Sel telur dapat bertahan hidup selama 24-48 jam setelah pelepasan. Untuk menghindari kehamilan suami istri tidak boleh melakukan hubungan seksual selama periode subur tersebut. Metode kalendar memiliki kelebihan sangat murah karena tidak memerlukan biaya, tidak perlu bantuan alat apapun dan tidak ada efek samping. Namun metode ini hanya efektif untuk wanita yang memiliki siklus menstruasi teratur.

2. Metode Lendir Serviks atau Cervical Mucus Method[sunting | sunting sumber]

Jika menggunakan metode ini wanita harus mengidentifikasi perubahan lendir serviks atau lendir leher Rahim. Lendir ini bisa memiliki karakteristik basah atau licin di daerah vulva. Lendir yang bening, licin dan elastis, mirip putih telur menandakan masa subur. Untuk mencegah pembuahan hindari melakukan hubungan seksual pada masa ini.

3. Metode Temperatur Basal Tubuh atau Basal Body Temperature[sunting | sunting sumber]

Metode ini melibatkan pengukuran suhu basal tubuh setiap pagi sebelum bangun tidur. Tujuannya untuk mendeteksi perubahan suhu tubuh seiring siklus menstruasi Wanita. Ada peningkatan suhu tubuh selama siklus menstruasi. Ovulasi terjadi biasanya dapat ditandai ketika suhu tubuh naik; peningkatan ini biasanya berkelanjutan, hingga satu atau dua hari sebelum datang menstruasi berikutnya. Diperlukan thermometer khusus yang memiliki skala sangat detail untuk informasi yang akurat.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Azis, Andi Asmawati; Arsal, Andi Farida; Purnamasari, A. Bida (2017-10-07). "Persepsi dan Pemahaman Penyuluh KB Terhadap Keluarga Berencana Alami". Seminar Nasional LP2M UNM (dalam bahasa Inggris). 2 (1). 
  2. ^ (Inggris) "In deciding whether or not to have a child, [spouses] must not be motivated by selfishness or carelessness, but by a prudent, conscious generosity that weighs the possibilities and circumstances, and especially gives priority to the welfare of the unborn child. Therefore, when there is a reason not to procreate, this choice is permissible and may even be necessary. However, there remains the duty of carrying it out with criteria and methods that respect the total truth of the marital act in its unitive and procreative dimension, as wisely regulated by nature itself in its biological rhythms. One can comply with them and use them to advantage, but they cannot be 'violated' by artificial interference." Source: Pope John Paul II, Castel Gandolfo, 1994
  3. ^ (Inggris) Ryder, R. E. (1993). ""Natural family planning": Effective birth control supported by the Catholic Church". BMJ. 307 (6906): 723–6. doi:10.1136/bmj.307.6906.723. PMC 1678728alt=Dapat diakses gratis. PMID 8401097. 
  4. ^ (Inggris) McSweeney, L (2011). "Successful sex pre-selection using natural family planning". Afr J Reprod Health. 15 (1): 79–84. PMID 21987941. 
  5. ^ NFPS-842 Fertility File 19 Diarsipkan 2016-03-04 di Wayback Machine.. Fertilityuk.org. Retrieved on 2015-09-27.
  6. ^ Azis, Andi Asmawati; Arsal, Andi Farida; Purnamasari, A. Bida (2017-10-07). "Persepsi dan Pemahaman Penyuluh KB Terhadap Keluarga Berencana Alami". Seminar Nasional LP2M UNM (dalam bahasa Inggris). 2 (1). 

Bacaan lanjutan[sunting | sunting sumber]

  • (Inggris) "Humanae Vitae". Encyclical of Pope Paul VI. The Holy See. July 25, 1968. Diakses tanggal 2006-06-15. 
  • (Inggris) Moral Use of Natural Family Planning Diarsipkan 2014-02-24 di Wayback Machine. (PDF). Prof. Janet E. Smith (Moral Theologian and Public Speaker). B.A., M.A., Ph.D., School of Theology, Fr. Michael J. McGivney Chair in Life Ethics, Professor of Moral Theology. At SHMS 2001–present.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]