Minoritas etnis di Tiongkok

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Peta entolinguistik Tiongkok dan Taiwan[Note 1]

Etnis minoritas di Tiongkok adalah penduduk non-Tionghoa Han di Republik Rakyat Tiongkok. Republik Rakyat Tiongkok (RRT) secara resmi mengakui 55 kelompok etnis minoritas di Tiongkok selain mayoritas Han.[1] Pada 2010, populasi terkombinasi dari kelompok minoritas yang diakui resmi terdiri dari 8.49% dari populasi Tiongkok daratan.[2] Selain kelompok-kelompok etnis minoritas yang resmi diakui tersebut, terdapat warga negara RRT yang secara pribadi mengklasifikasikan diri mereka sendiri sebagai anggota kelompok etnis tak diakui (seperti Yahudi, Tuvan, Oirat, dan Ili Turki).

Kelompok etnis minoritas tersebut yang secara resmi diakui oleh RRT tersebut tinggal di Tiongkok daratan dan Taiwan, yang minoritasnya disebut penduduk asli Taiwan. Republik Tiongkok (RT) di Taiwan secara resmi mengakui 14 kelompok penduduk asli Taiwan, sementara RRT mengklasifikasi mereka semua sebagai kelompok minoritas etnis tunggal, Gaoshan. Hong Kong dan Makau tidak menggunakan sistem klasifikasi etnis tersebut, dan jumlahnya oleh pemerintah RRT tidak meliputi dua wilayah tersebut.

Menurut definisi, kelompok-kelompok etnis minoritas tersebut, bersama dengan mayoritas Han, membentuk kebangsaan Tiongkok besar yang dikenal sebagai Zhonghua Minzu. Minoritas Tiongkok sednri disebut sebagai "Shaoshu Minzu".

Penamaan[sunting | sunting sumber]

Istilah bahasa Tionghoa untuk etnis minoritas adalah shaoshu minzu (Hanzi sederhana: 少数民族; Hanzi tradisional: 少數民族; Pinyin: shǎoshù mínzú; harfiah: 'kebangsaan minoritas'). Dalam dokumen-dokumen RRT awal, seperti konstitusi 1982,[3] kata "minzu" diterjemahkan sebagai "kebangsaan", mengikuti pengguaan jargon Marxis-Leninis Uni Soviet. Namun, kata Tionghoa tersebut tidak menandakan bahwa etnis minoritas di Tiongkok bukanlah warga negara Tiongkok, sesuai dengan kenyataannya.[4] Setelah pembubaran Uni Soviet, publikasi sarjana dan pemerintah mengganti arti istilah "minzu" menjadi "kelompok etnis". Beberapa sarjana, yang lebih prestise, menggunakan neologisme zuqun (Hanzi: 族群; Pinyin: zǔqún) untuk menyebut etnisitas saat "minzu" dipakai untuk menyebut kebangsaan.[5]

Pemberian hak dan kepentingan[sunting | sunting sumber]

Kawasan Otonomi Utama di Yunnan. (kecuali Hui)
Kawasan Otonomi Utama di Guizhou. (kecuali Hui)

Konstitusi dan hukum RRT memberikan kesamaan hak untuk seluruh kelompok etnis di Tiongkok dan membantu mempromosikan pengembangan budaya dan ekonomi kelompok etnis minoritas.[6] Salah satu keuntungan yang didapatkan etnis minoritas adakan menikmati pengecualian mereka dari kontrol pertumbuhan populasi dari Kebijakan Satu Anak. Etnis minoritas diwakilkan dalam Kongres Rakyat Nasional serta pemerintahan di tingkat provinsi dan prefektur. Beberapa etnis minoritas di Tiongkok tinggal di apa yang disebut kawasan otonomi etnis. "Wilayah otonomi" tersebut memberikan etnis minoritas kebebasan untuk menggunakan dan mengembangkan bahasa etnis mereka, dan memakai kebiasaan sosial dan kebudayaan mereka sendiri. Selain itu, pemerintah RRT menyediakan pengembangan eknomi dan bantuan kepada wilayah dimana etnis minoritas tinggal.[7]

Catatan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Sumber: Agensi Intelijensi Pusat Amerika Serikat, 1983. Peta tersebut menunjukan persebaran kelompok etnolinguistik menurut kelompok etnis mayoritas menurut wilayah. Catatan ini berbeda dari persebaran saat ini karena asimilasi dan migrasi dalam negeri jangka usia.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ http://english.gov.cn/archive/china_abc/2014/08/27/content_281474983873388.htm
  2. ^ http://news.xinhuanet.com/english2010/china/2011-04/28/c_13849933.htm
  3. ^ Constitution of the People's Republic of China Diarsipkan 2006-05-23 di Wayback Machine., 4 December 1982. Retrieved 27 February 2007.
  4. ^ "China's Fresh Approach to the National Minority Question," by George Moseley, The China Quarterly
  5. ^ Bulag, Uradyn (2010). "Alter/native Mongolian identity". Dalam Perry, Elizabeth; Selden, Mark. Chinese Society: Change, Conflict, and Resistance. Taylor & Francis. hlm. 284. 
  6. ^ http://english.people.com.cn/constitution/constitution.html
  7. ^ Yardley, Jim (11 May 2008). "China Sticking With One-Child Policy". The New York Times. Diakses tanggal 20 November 2008. 

Bacaan tambahan[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]