Kapitan Cina
Kapitan China atau Kapitan Tionghoa[1] merupakan gelar untuk para petinggi di kalangan masyarakat Tionghoa di Asia Tenggara yang ditunjuk oleh pemerintahan kerajaan pribumi, dan kemudian oleh pemerintahan kolonial.[2][3] Mulai pada awal abad ke-15, kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara, seperti Melaka dan Banten, mulai menunjuk seorang individu untuk menanggung jawab urusan pemerintahan di masyarakat asing, baik Tionghoa maupun Arab dan Kling.[4][5] Pemimpin masyarakat ini diberikan gelar Kapitain China, Kapitan Kling atau sesuai dengan jurisdiksi yang bersangkutan. Sistem ini diwarisi oleh penjajah Portugis yang menaklukan Melaka pada abad ke-16, dan diikuti juga oleh Kompeni Belanda di Hindia Belanda, dan Inggris di Malaya Britania.[4]
Institusi Kapitan China di Hindia Belanda memiliki tiga pangkat, yaitu Majoor, Kapitein dan Luitenant der Chinezen - yang secara keseluruhan dipanggil Chinese Officieren atau Opsir Tionghoa.[6][7] Keturunan para Opsir Tionghoa di pulau Jawa mengemban gelar 'Sia' secara turun-temurun.[8] Institusi Opsir Tionghoa di Batavia (sekarang Jakarta) memiliki kontinuitas terpanjang di Indonesia, dan bahkan di Asia Tenggara.[7] Pada tahun 1619, Kompeni Belanda menunjuk Souw Beng Kong, Kapitan China di Banten menjadi Kapitein der Chinezen perdana di Batavia.[8] Jadi, Kekapitanan Betawi adalah penerus Kekapitanan Banten yang lebih tua lagi. Batavia juga menghasilkan kemungkinan satu-satunya Kapitan China perempuan di Asia, yaitu Nyai Bali yang ditunjuk oleh VOC pada tahun 1649.[7] Kekapitanan Betawi diangkat menjadi Kemayoran pada tahun 1837 dengan ditunjuknya Tan Eng Goan sebagai Majoor der Chinezen perdana di Batavia.[9] Pemegang terakhir gelar ini adalah Khouw Kim An, Majoor der Chinezen, yang wafat pada tahun 1945 pada saat penjajahan Jepang.[10] Setelah berakhirnya zaman penjajahan, pemerintah Indonesia menghapuskan pangkat-pangkat Opsir Tionghoa.[10]
Asal usul pra-kolonial
[sunting | sunting sumber]Asal usul jabatan ini, dengan berbagai penyebutan setempat yang berbeda, berasal dari posisi pengadilan di negara pra-kolonial di Asia Tenggara, seperti Kesultanan Malaka di semenanjung Malaya, Kesultanan Banten di Jawa, dan Kerajaan Siam di Asia Tenggara daratan.[11][12] Banyak penguasa menjalankan pemerintahan dengan membagikan wewenang kepada masyarakat asing lokal, termasuk Tionghoa, di bawah pimpinan mereka sendiri. Biasanya, pemuka masyarakat ini juga memiliki tanggung jawab di luar masyarakat mereka sendiri, terutama dalam hubungannya dengan perdagangan asing atau pengumpulan pajak.
Sebagai contoh, Souw Beng Kong dan Lim Lak Ko, Kapitan China pertama dari Batavia, sekarang Jakarta, mula-mula menjadi petinggi istana dan pegawai Sultan Banten sebelum pindah ke Perusahaan Hindia Timur Belanda pada awal abad ke-17.[13] Demikian juga, gelar pengadilan Chao Praya Chodeuk Rajasrethi di Thailand di bawah dinasti Chakri awal menggabungkan peran pemuka Tionghoa dan kepala Departemen Urusan Timur dan Perdagangan.[14] Pada akhir abad ke-19, Kapitan China Yap Ah Loy, yang kemungkinan merupakan pendiri Kuala Lumpur modern, ibu kota Malaysia, menjabat sebagai pemuka Tionghoa sambil memegang posisi pengadilan Melayu Sri Indra Perkasa Wijaya Bakti.[15]
Peran pada masa kolonial Eropa
[sunting | sunting sumber]Ketika orang Eropa mencokolkan pengaruhnya di Asia Tenggara, jabatan pemerintahan tidak resmi ini diadopsi: pertama kali oleh Portugis ketika mereka mengambil alih Malaka pada tahun 1511, kemudian pada abad-abad berikutnya oleh Belanda di Hindia Belanda, serta Inggris di Malaya dan Kalimantan.[16] Penggunaan gelar 'Kapitan' dalam administrasi sipil memiliki persamaan dengan Kapten Portugis kolonial abad ke-16 di Brasil.
Sejak itu, suksesi Kapitan Cina menjadi bagian intrinsik dari sejarah kolonial di Asia Tenggara.[17][18] Posisi ini penting dalam memperkuat pemerintahan kolonial Eropa, dan memfasilitasi migrasi China besar-besaran ke Asia Tenggara, atau yang dikenal sebagai 'Nanyang' dalam sejarah China. Orang Cina yang berperan penting dalam pembentukan kolonialisme Belanda di Indonesia termasuk Kapitein Souw Beng Kong dan Kapitein Lim Lak Ko di Batavia dan Banten awal abad ke-17; serta Soero Pernollo bersaudara dan Kapitein Han Bwee Kong di awal abad ke-18 di Jawa Timur. Di wilayah Inggris, sekutu dan kolaborator penting Cina termasuk Koh Lay Huan, Kapitan China pertama Penang pada akhir abad kedelapan belas; Choa Chong Long dan Tan Tock Seng, pendiri Kapitan Singapura pada awal abad ke-19; dan Yap Ah Loy, Kapitan Cina Kuala Lumpur pada akhir abad ke-19.[16][19][15]
Majoors dan Kapiteins der Chinezen di Batavia
[sunting | sunting sumber]- Kapitein Souw Beng Kong
- Majoor Tan Eng Goan
- Majoor Tan Tjoet Tiat
- Majoor Lie Tjian Tjoen
- Majoor Tio Tek Ho
- Majoor Khouw Kim An
Kapitan Kuala Lumpur
[sunting | sunting sumber]- 1858 - 1861: Hew Siew
- 1862 - 1868: Liu Ngim Kong
- 1868 - 1885: Yap Ah Loy
- 1885 - 1889: Yap Ah Shak
- 1889 - 1902: Yap Kwan Seng
Kapitan China lain
[sunting | sunting sumber]- Yap Sa Ting Ho, Kapitan China Yogyakarta
- Tan Jin Sing, Kapitan China Kedu, Kapitan China Yogyakarta
- Koh Lay Huan, Kapitan China Kedah, Kapitan China pertama Pulau Pinang
- Chung Thye Phin, Kapitan China terakhir Perak dan Malaya
- Chung Keng Quee
- Chin Seng Yam, lebih dikenali sebagai Chin Ah Yam, ketua Ghee Hin di Perang Larut
- Tan Ah Hun, Kapitan China Perak pertama, bapak dari Tan Seng Poh dan mertua Seah Eu Chin[20][21][22][23][24][25][26][27][28][29][30][31]
- Shing Kap, Kapitan China Sungei Ujong, ketua Hai San[32][33]
- Choa Mah Soo, Kapitan China Klias dan Mempakul (circa 1869)[34][35][36]
- Chua Su Cheong, Kapitan China Melaka Belanda dan bapak dari Choa Chong Long[37]
- Chan Yungqua, Kapitan China Melaka (1700-an)[38]
- Ah Poh, Kapitan China of Lipis
- Seah Tye Heng, Kapitan China Skudai, Johore[39]
- Lieu Chin-Fu, Kapitan China Pulai, Kapitan China Kelantan terakhir[40]
- Tan How Seng, Kapitan China Singapura[41]
- Li Kap @ Li Kup @ Lee Wei King, Kapitan China Melaka Belanda, pendiri Tokong Cheng Hoon Teng, penderma Bukit China untuk kegunaan sebagai tanah perkuburan[42][43]
- Wee Sin Hee, Kapitan China Terengganu[44]
- Tin Kap atau Tay Kap, Kapitan China Melaka Portugis, dipercayai satu-satunya Kapitan China yang dilantik oleh Portugis[45][46][47][48][49][50]
- Baba Seng, Kapitan China Kedah tahun 1820-an[51]
- Chan Ki Lock atau Chan Kup, Kapitan China Malaka Belanda tahun 1704[52]
- Khaw Boo Aun[53]
- Chua Tuah Soon di Muar, Johor
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Rujukan
[sunting | sunting sumber]- ^ Apa/Siapa itu Peranakan? - Ilmuwan sejarah Didi Kwartanada; Jakartanicus 2018.
- ^ The Kapitan System and Secret Societies published in Chinese politics in Malaysia: a history of the Malaysian Chinese Association - Page 14
- ^ Southeast Asia-China interactions: reprint of articles from the Journal of the Malaysian Branch, Royal Asiatic Society, Issue 25 of M.B.R.A.S. reprint, 2007, - Page 549
- ^ a b Ooi, Keat Gin. Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, From Angkor Wat to East Timor, p. 711
- ^ Hwang, In-Won. Personalized Politics: The Malaysian State Under Matahtir, p. 56
- ^ Lohanda, Mona., The Kapitan China of Batavia, 1837-1942: A History of Chinese Establishment in Colonial Society, 1996.
- ^ a b c Blussé, Leonard & Chen, Menghong., The Archives of the Kongkoan of Batavia, 2003.
- ^ a b Phoa, Kian Sioe, Sedjarahnja Souw Beng Kong: (tangan-kanannja G.G. Jan Pieterszoon Coen), Phoa Beng Gan (achli pengairan dalam tahun 1648), Oey Tamba Sia (hartawan mati ditiang penggantungan), 1956.
- ^ Chen, Menhong., De Chinese Gemeenschap Van Batavia, 1843-1865: Een Onderzoek Naar Het Kong Koan-archief, 2011.
- ^ a b Erkelens, Monique, The decline of the Chinese Council of Batavia: the loss of prestige and authority of the traditional elite amongst the Chinese community from the end of the nineteenth century until 1942, 2013.
- ^ Ooi, Keat Gin. Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, From Angkor Wat to East Timor, p. 711
- ^ Hwang, In-Won. Personalized Politics: The Malaysian State Under Matahtir, p. 56
- ^ Kathirithamby-Wells, J. (1990). The Southeast Asian port and polity: rise and demise (dalam bahasa Inggris). Singapore: Singapore University Press, National University of Singapore. ISBN 9789971691417. Diakses tanggal 30 March 2018.
- ^ "The Siamese Aristocracy". Soravij. Diakses tanggal 9 January 2017.
- ^ a b Malhi, PhD., Ranjit Singh (May 5, 2017). "The history of Kuala Lumpur's founding is not as clear cut as some think". www.thestar.com.my. The Star. The Star Online. Diakses tanggal 23 May 2017.
- ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaOoi3
- ^ Blussé, Léonard (1986). Strange Company: Chinese Settlers, Mestizo Women and the Dutch in Voc Batavia (dalam bahasa Inggris). Foris Publications. ISBN 9789067652117. Diakses tanggal 30 March 2018.
- ^ Lohanda, Mona (1996). The Kapitan Cina of Batavia, 1837-1942: A History of Chinese Establishment in Colonial Society (dalam bahasa Inggris). Djambatan. ISBN 9789794282571. Diakses tanggal 29 March 2018.
- ^ Buxbaum, David C.; Association of Southeast Asian Institutions of Higher Learning (2013). Family Law and Customary Law in Asia: A Contemporary Legal Perspective (dalam bahasa Inggris). Springer. ISBN 9789401762168. Diakses tanggal 30 March 2018.
- ^ A social history of the Chinese in Singapore and Malaya, 1800-1911 - Page 232
- ^ A Gallery of Chinese Kapitans, CS Wong
- ^ A portrait of Malaysia and Singapore - Page 77
- ^ Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society, Volume 68 - Page 34
- ^ Triad and Tabut: a survey of the origin and diffusion of Chinese and ... - Page 350
- ^ The Straits Settlements, 1826-67: Indian presidency to crown colony - Page 259
- ^ Wong Ah Fook: immigrant, builder, and entrepreneur - Page 85
- ^ Singapore: wealth, power and the culture of control - Page 49
- ^ The Western Malay States, 1850-1873: the effects of commercial development ... - Page 35
- ^ One hundred years' history of the Chinese in Singapore - Page 21
- ^ A social history of the Chinese in Singapore and Malaya, 1800-1911 - Page 267
- ^ Toponymics: a study of Singapore street names - Page 345
- ^ Chinese secret societies in Malaya: a survey of the Triad Society from 1800 ... - Page 206
- ^ Chinese epigraphic materials in Malaysia - Page 452
- ^ Studies in the Social History of China and South-east Asia - Page 36
- ^ Pope-Hennesy to C.O., 13 October 1869. Co. 144/20. To F.O., 1 September 1869. F.O. 12/34B. To Lord Knutsford, 25 May 1888. C.O. 133/66
- ^ The Sarawak Museum journal - Page 9, 1963
- ^ The Eastern seas: or, Voyages and adventures in the Indian Archipelago, in ... - Page 363
- ^ European commercial expansion in early modern Asia - Page 273
- ^ Opium and empire: Chinese society in Colonial Singapore, 1800-1910 - Page 195
- ^ Kelantan zaman awal: kajian arkeologi dan sejarah di Malaysia By Hassan Shuhaimi bin Nik Abd. Rahman, 1987, Pg 227
- ^ Ethnic Chinese in Singapore and Malaysia: a dialogue between tradition and modernity by Leo Suryadinata, 2002, Pg 86
- ^ The cultural melting pot By Robert Sin Nyen Tan, 1991, Page 85
- ^ Rites of belonging: memory, modernity, and identity in a Malaysian Chinese ... By Jean Elizabeth DeBernardi Page 27
- ^ Growing Up in Trengganu By Awang Goneng by Monsoon Books, 2007, Page 161
- ^ Reconstructing identities: a social history of the Babas in Singapore by Jürgen Rudolph - Page 149
- ^ The Baba of Melaka: culture and identity of a Chinese peranakan community in ... - Page 64
- ^ The Portuguese Missions in Malacca and Singapore (1511-1958): Malacca - Page 317
- ^ Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society, Volumes 11-12, 1933, - Page 1
- ^ Wong, 1963: 1-2, Studies in ASEAN sociology: urban society and social change - Page 232
- ^ Historical Sabah: The Chinese by Danny Tze-Ken Wong, 2005 - Page 57
- ^ Wong C.S., 1963, p. 47, Reconstructing identities: a social history of the Babas in Singapore By Jürgen Rudolph, Page 38
- ^ See historical Malacca in one day - Page 18 by Marcus Scott-Ross - History - 1973
- ^ The overseas Chinese and the 1911 revolution, with special reference to Singapore and Malaya by Yen Ching Hwang, Qinghuang Yan, 1976, Pg 182
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]Bibliografi
[sunting | sunting sumber]- Hwang, In-Won (2003). Personalized Politics: The Malaysian State Under Matahtir. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 981-230-185-2
- Lohanda, Mona (1996). The Kapitan China of Batavia, 1837-1942. Jakarta: Djambatan. ISBN 979-428-257-X.
- Ooi, Keat Gin (2004). Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, From Angkor Wat to East Timor. ABC-CLIO. ISBN 1-57607-770-5