Kandagan
Tari Kandagan yaitu tari putri yang karakternya gagah, tari ini berupa tari perkembangan dari tari Renggarini di tahun 1960 oleh tokoh pembaharu tari Sunda, Raden Tjetje Somantri.[1]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Pada tahun 1957 Tjetje Somantri menciptakan tari Topeng Wadon, hanya nama Wadon tidak cocok dengan bentuk tarinya, seterusnya namanya diubah menjadi renggarini.[1] Rengga artinya berlaga dalam arti kebaikan. Rini artinya wanita, jadi Renggarini bisa diartikan sebagai wanita yang kelakuannya seperti lelaki atau wanita yang aktif.[2]
Perbedaan dari dua tari ini yaitu dalam tata pakaian dan pemakaian soder atau sampur panjang. Hiasan kepala tari Renggarini berupa perkembangan desain iket, sedangkan di tari Kandagan menggunakan siger dengan rambut membentuk gambuh kecil diatasnya. Pemakaian pakaian tari Renggarini yaitu kebaya kutung merah tua, dengan pinggirannya warna hijau, sedangkan tari Kandagan menggunakan baju tutup kutung, kerahnya pendek warna hitam.
Perbedaan dalam tata rias yaitu tidak dihiar godeg geulis di tari Renggarini sebab tidak pakai susumping, rambut digulung keatas disembunyikan dalam iket. Dalam tari Kandagan rambut memakai sanggul melengkapi tata rias Kandagan.[1]
Kandagan artinya wadah, tempat menyimpan perhiasan dan barang-barang berharga lainnya. Oleh karena itu, nama tari Kandagan bisa juga dimaksudkan tempat kumpulan gerak-gerak tari.
Dalam latihannya, tari Kandagan termasuk tari putri yang gagah, tari ini memerlukan keterampilan bakat dan latihan yang lama untuk menguasainya. Untuk membentuk koreografi tari Kandagan untuk pemula biasanya dimulai dengan mengolah badan untuk persiapan menari.[1]
Dalam pertunjukannya, tari Kandagan dipertunjukkan tunggal, tetapi bisa juga ditarikan sejara berbarengan, tentu saja dengan karakter penari yang sama yaitu karakter gagah putri. Tari Kandagan mempunyai kekayaan gerak yang beragam yang dibangun oleh gerak pokok dan gerak peralihan. Selain dari itu, untuk belajar menari tari Kandagan dibutuhkan sikap dan gerak sebagai pola yang mendorong ke pertunjukannya. Seperti sikap kepala, badan, kaki, dan tangan. Begitu juga gerak kepala, badan, kaki dan tangan. Sama seperti karakter tarinya yang gagah, dalam menerapkan sikap dan gerak mempunyai perbedaan dengan tari Dewi dan Sulintang.[1]
Rujukan
[sunting | sunting sumber]