Tauhid uluhiyah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Tauhid Uluhiyah)

Uluhiyah Allah adalah mengesakan seluruh bentuk ibadah kepada Allah, seperti berdo’a, meminta, tawakal, takut, berharap, menyembelih, bernadzar, harapan dalam cinta, dan selainnya dari jenis-jenis ibadah yang telah diajarkan Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Memperuntukkan satu jenis ibadah kepada selain Allah termasuk sikap Zalim yang besar di sisi-Nya yang sering diistilahkan dengan syirik kepada Allah. Dengan mengesakan Allah dengan tauhid uluhiyah-Nya maka, orang tersebut sudah bisa dikatakan orang beriman. Maka tak ayal, banyak ulama yang mengatakan bahwa tauhid uluhiyah memiliki keutamaan yang lebih dan paling penting dalam bertauhid. Berbeda dengan Tauhid rububiyah yang memang dimiliki oleh orang beriman maupun kafir, sehingga tidak menjadikan pelakunya sebagai orang yang beriman kepada Allah.

Tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah adalah bagian tauhid yang membahas pengesaan Allah dalam ibadah.

Dalam Alquran[sunting | sunting sumber]

Bentuk penyebutan tauhid uluhiyah di dalam Alquran beragam. Pertama, berupa perintah langsung untuk beribadah kepada Allah semata dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Misal, firman Allah:

(36) Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. ۞ وَٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًۭٔا ۖ
QS al-Nisā’ ayat 36

Ajakan untuk mentauhidkan uluhiyah Allah juga dalam bentuk berita bahwa Allah menciptakan jin dan manusia untuk menyembah-Nya[a] dan seluruh nabi dan rasul terdahulu mengajak kaumnya untuk menyembah-Nya semata.[b]

Dalil Tauhid Uluhiyah Allah[sunting | sunting sumber]

Allah berfirman

“Hanya kepada-Mu ya Allah kami menyembah dan hanya kepada-Mu ya Allah kami meminta.”

— QS. Surah Al-Fatihah: 5

Rasulullah ﷺ telah membimbing Ibnu Abbas r.a dengan sabda dia:

“Dan apabila kamu minta maka mintalah kepada Allah dan apabila kamu minta tolong maka minta tolonglah kepada Allah.”

— (HR. Tirmidzi)

Lagi, Allah berfirman:

“Dan sembahlah Allah dan jangan kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun”

— QS. Surah An-Nisa: 36

“Hai sekalian manusia sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa.”

— QS. Surah Al-Baqarah: 21

Penjelasan Dalil[sunting | sunting sumber]

Dengan ayat-ayat dan hadits di atas, Allah dan Rasul-Nya telah jelas mengingatkan tentang tidak bolehnya seseorang untuk memberikan peribadatan sedikitpun kepada selain Allah karena semuanya itu hanyalah milik Allah semata.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Allah berfirman kepada ahli neraka yang paling ringan adzabnya. ‘Kalau seandainya kamu memiliki dunia dan apa yang ada di dalamnya dan sepertinya lagi, apakah kamu akan menebus dirimu? Dia menjawab ya. Allah berfirman: ‘Sungguh Aku telah menginginkan darimu lebih rendah dari ini dan ketika kamu berada di tulang rusuknya Adam tetapi kamu enggan kecuali terus menyekutukan-Ku.”

— HR. Muslim dari Anas bin Malik r.a

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Allah berfirman kepada ahli neraka yang paling ringan adzabnya. ‘Kalau seandainya kamu memiliki dunia dan apa yang ada di dalamnya dan sepertinya lagi, apakah kamu akan menebus dirimu? Dia menjawab ya. Allah berfirman: ‘Sungguh Aku telah menginginkan darimu lebih rendah dari ini dan ketika kamu berada di tulang rusuknya Adam tetapi kamu enggan kecuali terus menyekutukan-Ku.”

— HR. Muslim dari Anas bin Malik r.a

Allah berfirman dalam hadits qudsi:

“Saya tidak butuh kepada sekutu-sekutu, maka barang siapa yang melakukan satu amalan dan dia menyekutukan Aku dengan selain-Ku maka Aku akan membiarkannya dan sekutunya.”

— HR. Muslim dari Abu Hurairah r.a

Contoh Penyimpangan Uluhiyah Allah[sunting | sunting sumber]

Contoh konkret penyimpangan uluhiyah Allah di antaranya ketika seseorang mengalami musibah di mana ia berharap bisa terlepas dari musibah tersebut. Lalu orang tersebut datang ke makam seorang wali, atau kepada seorang dukun, atau ke tempat keramat atau ke tempat lainnya. Ia meminta di tempat itu agar penghuni tempat tersebut atau sang dukun, bisa melepaskannya dari musibah yang menimpanya. Ia begitu berharap dan takut jika tidak terpenuhi keinginannya. Ia pun mempersembahkan sesembelihan bahkan bernadzar, berjanji akan beri’tikaf di tempat tersebut jika terlepas dari musibah seperti keluar dari lilitan hutang.

Nasihat Ibnul Qoyyim[sunting | sunting sumber]

Ibnul Qoyyim mengatakan:

“Kesyirikan adalah penghancur tauhid rububiyah dan pelecehan terhadap tauhid uluhiyyah, dan berburuk sangka terhadap Allah.”

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. Media Muslim Diarsipkan 2008-06-29 di Wayback Machine.
  2. Lihat Syarah dari Al-Aqidah Al-Wasithiyyah oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin hal 41-45

Pranala luar[sunting | sunting sumber]


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/> yang berkaitan