Pangeran Kornel

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pangeran Kornel

Foto Tugu Pangeran Kornel
Lokasi: Sumedang
Provinsi: Jawa Barat

Pangeran Kornel ialah nama lain bagi Pangeran Kusumadinata IX (Sunda: ᮕᮍᮦᮛᮔ᮪ ᮊᮥᮞᮥᮙᮓᮤᮔᮒ, translit. Pangéran Kusumadinata), Bupati Sumedang tahun 1791-1828, Pangeran Kusumadinata oleh Belanda diangkat sebagai kolonel tituler. Istilah “kolonel” yang masih langka pada zaman itu, mengalami rinéka sora atau gejala perubahan fonem dalam bahasa Sunda menjadi “kornel”. Nama “Pangeran Kornel” itu sendiri lebih terkenal di masyarakat daripada namanya yang sebenarnya yaitu Asep Djamu (1761-1828), kemudian selang dua tahun kemudian sepupunya lahir dengan mana Asep Ema.

Riwayat Hidup[sunting | sunting sumber]

Pangeran Kusumadinata IX lahir pada tahun 1762 dengan nama Surianagara III, putra dari pasangan Adipati Surianagara II (Bupati Sumedang tahun 1761-1765) dan Nyi Mas Nagakasih. Semasa kecilnya beliau dikenal dengan nama Raden Asep Djamu. Pada saat ayahnya meninggal pada tahun 1765, diangkatlah bupati penyelang/sementara dikarenakan Raden Asep Djamu yang masih balita belum bisa naik tahta menjadi Bupati Sumedang. Baru pada tahun 1791, Raden Djamu alias Surianagara III diangkat menjadi Bupati Sumedang dengan gelar Pangeran Kusumadinata IX (memerintah tahun 1791–1828).[1][2]

Perlawanan Simbolik Cadas Pangeran[sunting | sunting sumber]

Cadas Pangeran merupakan salah satu jalan raya sepanjang tiga kilometer penghubung Sumedang dengan wilayah Bandung yang dibangun oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811) pada tahun 1809. Peristiwa Cadas Pangeran ini merupakan sebuah tindakan perlawanan simbolik atau protes dari Bupati Sumedang ketika itu, Pangeran Kusumadinata IX (1791 – 1828), ambisi dari Gubernur Jendral Herman Willem Daendels yang berniat untuk membangun jalan dari Anyer ke Panarukan. Pangeran Kusumadinata IX atau yang lebih dikenal dengan nama Pangeran Kornel sangat kesal karena melihat rakyatnya diperlakukan seenaknya oleh Gubernur Jendral Daendels.

Seperti yang diceritakan oleh para sesepuh Sumedang, peristiwa Cadas Pangeran berasal dari pertemuan Pangeran Kusumadinata IX atau disebut juga Pangeran Kornel dengan Gubernur Daendels di tengah berlangsungnya proses pembangunan jalan raya tersebut. Diceritakan bahwa Pangeran Kusumadinata IX melakukan jabat tangan dengan sang Gubernur menggunakan tangan kiri. Sedangkan tangan kanan sang pangeran kornel ini siap dengan memegang keris pusaka. Tindakan tersebut membuat Daendels sangat terkejut.

Peristiwa heroik ini diabadikan secara visual pada sebuah patung di pertengahan jalur Bandung-Sumedang. Peristiwa ini juga yang kini dijadikan nama jalan tersebut, yakni Jalan Cadas Pangeran. Jadi, istilah Cadas Pangeran bagi sebagian kalangan mengartikan watak keras atau ‘cadas’ dari sang Pangeran Sumedang. Namun ada pula arti lainnya, yaitu daerah tersebut memang memiliki areal yang berbukit cadas. Bukit cadas itulah yang diubah menjadi bagian dari jalur yang membangun jalan Daendels tersebut dan pekerjaan tersebut yang mengubah sebuah bukit cadas yang berliku dan terjam menjadi jalan raya yang mendatangkan penderitaan hebat bagi rakyat Sumedang yang direkrut menjadi pekerja paksa (rodi) dan memicu kemarahan Pangeran Kusumadinata IX selaku penguasa Sumedang.

Selain memprotes secara simbolik, Pangeran Kornel juga menantang Gubernur Daendels bertarung satu lawan satu. Pangeran Kornel berkata bahwa dirinya adalah selaku adipati Sumedang lebih berjuang dan berkorban sendiri daripada harus mengorbankan seluruh rakyat Sumedang. Mendengar hal tersebut, Daendels pun terpaksa mengubah siasatnya. Daendels pun berjanji pada sang Pangeran bahwa tentara Zeni Belanda lah yang akan mengambil alih pekerjaan pembuatan jalan. Sedangkan rakyat Sumedang dipersiapkan untuk tenaga cadangan saja.

Namun, Daendels tengah bermuslihat. Beberapa hari kemudian, Gubernur yang sangat kejam dan oleh rakyat jawa dijuluki dengan ‘Mas Galak’ tersebut membawa ribuan pasukan Belanda dengan tujuan untuk menumpas perlawanan dari Pangeran Kornel dan rakyat Sumedang. Rakyat Sumedang dibawah pimpinan Pangeran Kornel beserta segenap pembesar Sumedang lainnya melawan dengan gigih dan semangat juang yang tinggi tentang penindasan Belanda tersebut. Karena kekuatan Belanda yang tangguh dan kurangnya persenjataan dari rakyat sumedang itu sendiri, akhirnya pemberontakan Pangeran Kornel berhasil dikalahkan. Pangeran Kornel dan ratusan rakyat Sumedang gugur dibantai oleh pasukan Belanda.

Teori Djoko Marihandono[sunting | sunting sumber]

Sedangkan menurut sejarawan UI Djoko Marihandono, Ia menyimpulkan bahwa dengan melihat prasasti yang menyebut bahwa Cadas pangeran dibuat pada 26 November 1812, dengan adanya prasasti tersebut diduga bahwa yang datang serta mengawasi pembangunan jalan dan bersalaman dengan Pangeran Kornel bukanlah Herman Daendels, karena Daendels sudah meninggalkan Indonesia pada 29 Juli 1811.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ http://id.rodovid.org/wk/Orang:902973
  2. ^ Sejarah singkat Kabupaten Sumedang, www.sumedangkab.go.id, Copyright © 2009 Pemerintah Kabupaten Sumedang