Kepulauan Banda

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kepulauan Banda
Pulau Banda Besar dilihat dari Benteng Belgica di Banda Neira.
Geografi
LokasiAsia Tenggara
Koordinat4°35′S 129°55′E / 4.583°S 129.917°E / -4.583; 129.917Koordinat: 4°35′S 129°55′E / 4.583°S 129.917°E / -4.583; 129.917
KepulauanKepulauan Maluku
Luas172 km2
Pemerintahan
NegaraIndonesia
Kependudukan
Penduduk18 544 jiwa (2010)
Kepadatan110 jiwa/km2
Kelompok etnikBanda dan kelompok Indonesië lain
Peta
Letak Kepulauan Banda di tengah Kepulauan Maluku
Peta Kepulauan Banda

Kepulauan Banda adalah salah satu gugusan pulau yang berada dalam wilayah Maluku, Indonesia. Kepulauan Banda termasuk dalam wilayah Kecamatan Banda dengan wilayah administratif daratan seluas 55,3 km2.[1] Pada tahun 2000, mayoritas produksi pala dunia masih berasal dari Kepulauan Banda.[2]

Kepulauan Banda terdiri atas beberapa pulau, seperti Pulau Lontor, Pulau Banda, Pulau Banda Api, Pulau Ai, Pulau Run, Pulau Pisang, Pulau Hatta, dan Pulau Karaba. Selain itu masih ada sejumlah pulau karang yang tidak ada penghuninya, seperti Suanggi, Naljalaka, dan Batukapal. Pulau yang terluas di Kepulauan Banda adalah Pulau Lontar, dengan luas sekitar 44 km². Pulau Lontar juga disebut Pulau Banda Besar. Pada umumnya pulau-pulau yang lain lebih kecil luasnya. Secara administratif, Kepulauan Banda termasuk dalam wilayah Kecamatan Banda.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Benteng Belgica di Banda Neira, 1824.

Pada tahun 1512, penjelajah Portugis Francisco Serrão adalah salah satu orang Eropa pertama yang mengunjungi pulau-pulau ini dengan penduduk keturunan Melanesia. Belanda menaklukkan pulau-pulau tersebut pada abad ke-17 untuk meningkatkan produksi pala dan untuk mendapatkan bunga pala (foelie). Penjualan pala menghasilkan banyak keuntungan di Eropa, digunakan dalam pengobatan dukun untuk mengatasi wabah, monopolinya sangat menguntungkan.

Sebagian besar penduduk setempat dibunuh pada tahun 1621 selama pendudukan pulau-pulau tersebut di bawah Jan Pieterszoon Coen oleh Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC).[3] Mereka digantikan oleh budak dari Madagaskar dan India. Beberapa ratus orang Banda mengungsi ke Seram bagian timur dan Kepulauan Kei. Belanda melindungi posisinya di Banda dari pesaingnya dengan membangun benteng. Benteng Belgica di Banda Neira, salah satu benteng yang dibangun oleh VOC, merupakan benteng Eropa terbesar di Indonesia.

Des Alwi, meninggal November 2010, adalah burgemeester Banda dan berteman dengan Pangeran Bernhard van Lippe-Biesterfeld. Salah satu perkenier terakhir di Banda adalah Wim van den Broeke, yang tinggal di pulau Lonthoir. Baik Pangeran Bernhard maupun mantan menteri Jan Pronk mengunjunginya.

Geografi[sunting | sunting sumber]

Pulau Sangeang pada tahun 1846.

Kepulauan Banda terdiri dari 11 pulau dengan 4 diantaranya tidak berpenghuni. Keempat pulau tersebut tidak dihuni karena tidak dapat menumbuhkan tanaman pala karena dipenuhi oleh batu karang. Kepulauan Banda termasuk kepulauan yang tidak memiliki sungai dan sepenuhnya dikelilingi oleh selat, teluk, dan laut terbuka.[4]

Banda, Lonthor, dan Sangeang Api, sekitar tahun 1820.

Kepulauan Banda terdiri dari pulau-pulau yang berpenghuni dan pulau-pulau yang tidak berpenghuni. Pulau-pulau yang berpenghuni yaitu:

Sedangkan pulau-pulau yang tidak berpenghuni yaitu:

Hasil bumi[sunting | sunting sumber]

Alam dan jalur air di Kepulauan Banda.

Kepulauan Banda menghasilkan hasil pertanian dan hasil perkebunan. Hasil pertanian berupa sagu dan garam diperoleh hampir di seluruh pulau, kecuali di Pulau Banda. Hasil pertanian berupa singkong yang ditanam di Neira, Banda Besar, dan Run. Sedangkan hasil perkebunan satu-satunya yang dapat tumbuh di Kepulauan Banda adalah pala.

Kepulauan Banda hanya sedikit menghasilkan bahan makanan, termasuk sagu dan garam tidak diproduksi di Banda. Untuk kebutuhan sehari-hari bergantung sepenuhnya dari pasokan produksi bahan makanan dari daerah lain. Sementara itu, singkong ditanam di Neira, Banda besar, dan Pulau Run karena dibawa oleh Portugis pada awal abad ke-16. Produksi perkebunan dari Kepulauan Banda hanya pala.[5]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Suhardi dan Djoko M. R. (2000), hlm. 1-2.
  2. ^ trouw.nl, 13 Juli 2002, Banda-eilanden verliezen hun 'goud'
  3. ^ Encarta-encyclopedie Winkler Prins (1993–2002) s.v. "Maluku. § 2. Geschiedenis". Microsoft Corporation/Het Spectrum
  4. ^ Fauzi M., dan Razif (2017), hlm. 9.
  5. ^ Fauzi M., dan Razif (2017), hlm. 10-11.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

  • Suhardi dan Djoko M. R. (2000). Kepulauan Banda dan Masyarakatnya. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Sub-direktorat Lingkungan Budaya. 
  • Fauzi M., dan Razif (2017). Jalur Rempah dan Dinamika Masyarakat Abad X-XVI: Kepulauan Banda, Jami, dan Pantai Utara Jawa. Jakarta: Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 978-602-1289-78-5.