Blustru

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Belustru)
Blustru
Luffa aegyptiaca

Taksonomi
DivisiTracheophyta
SubdivisiSpermatophytes
KladAngiospermae
Kladmesangiosperms
Kladeudicots
Kladcore eudicots
KladSuperrosidae
Kladrosids
Kladfabids
OrdoCucurbitales
FamiliCucurbitaceae
TribusSicyoeae
GenusLuffa
SpesiesLuffa aegyptiaca
Mill.
Tata nama
Sinonim takson
  • Cucurbita luffa hort.
  • Luffa cylindrica M.Roem.
  • Luffa aegyptica (lapsus)
  • Luffa pentandra Roxb.
  • Momordica cylindrica L.
  • Momordica luffa L.
  • Luffa aegyptiaca
Mill.

Blustru,[1] belustru, petola[2] atau ketola[3] (Luffa aegyptiaca) adalah tumbuhan merambat sejenis mentimun, buah yang masih muda dapat disayur, kulit buah yang tua dapat dijadikan spons.[1]

Penanaman[sunting | sunting sumber]

Penanamannya biasanya di pekarangan atau bagian ladang yang tidak digunakan untuk tanaman lain. Blustru ini pun biasa tumbuh liar di semak, tepi sungai, dan pantai.[4] Blustru biasanya dipanen ketika buahnya masak dan dimanfaatkan sebagai spons mandi. Buahnya yang masih muda juga bisa dimakan seperti gambas (Luffa acutangula), kerabatnya. Beberapa pihak menyebutnya sebagai luffa.

Ciri-Ciri Morfologi[sunting | sunting sumber]

Blustru memiliki ciri morfologi yang dapat dikenali sebagai berikut:

a. Batang dapat mencapai panjang 2–10 meter, memanjat dengan sulur-sulur sebagai alat pembelit yang keluar dari ketiak daun

b. Daunnya tunggal dengan panjang berkisar 6–25 cm dan lebarnya 7,5–27 cm. Warna daun hijau tua di permukaan atas, sedangkan di permukaan bawah hijau muda. Tangkai daun mencapai 4–9 cm berseling. Sedangkan helaian daun bulat telur melebar dan berkeluk 5–7 buah.

c. Bunga berkelamin tunggal(terdapat dalam satu pohon) yang warna kuning

d. Buahnya berbentuk silinder atau bulat memanjang berkisar 10–50 cm serta memiliki garis tengah sepanjang 5–10 cm. Buah tua akan berwarna cokelat tua

e. Bagian dalam buah yang masak terdapat anyaman sabut yang rapat. Anyaman sabut ini sering dimanfaatkan untuk mencuci peralatan rumah.

f. Bijinya berbentuk gepeng berwarna hitam dan bertekstur licin.[4]

Kandungan Kimia[sunting | sunting sumber]

Kandungan kimia tersebar pada buah, biji, daun, biji, sampai getahnya. Berikut rincian kandungan kimianya:

a. Pada buah terdapat zat kimia saponin, triterpena, luffein/zat pahit, sitrulina, dan cucurbitacin.

b. Getah mengandung saponin, lendir, lemak, protein, xilan, vitamin B, dan vitamin C.

c. Biji mengandung lemak, skualena, spinasterol, cucurbitacin b, dan protein

d. Bunga mengandung senyawa glutamina, asam aspartat, alanina, lisina, dan arginina.

e. Sabut mengandung xilan, xilosa, mannosan, galaktan, saponin, selulosa, galaktosa, manitosa, Vitamin A, B, dan C.

f. Daun dan batang mengandung senyawa saponin dan tanin.[4]

Nama lain[sunting | sunting sumber]

Di Indonesia, blustru mempunyai nama-nama seperti blustru (Melayu), hurung jawa, ketolang, dan timput (Palembang). Di Jawa, dikenal dengan sebutan-sebutan seperti lopang, oyong (Sunda), bestru,[5] blestru, blustru, dan beludru (yang digunakan juga untuk menyebut jenis gambas). Di Maluku, dikenal dengan nama-nama seperti: dodahala (Halmahera), petola cina, dan petola panjang.[6]

Galeri[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b (Indonesia) Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Republik Indonesia "Arti kata blustru pada Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam jaringan". Diakses tanggal 2019-11-9. 
  2. ^ (Indonesia) Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Republik Indonesia "Arti kata petola pada Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam jaringan". Diakses tanggal 2019-11-11. 
  3. ^ (Indonesia) Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Republik Indonesia "Arti kata ketola pada Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam jaringan". Diakses tanggal 2019-11-11. 
  4. ^ a b c Tanaman Obat Tradisional. PT. Sarana Pancakarya Nusa. 2018. hlm. 11. ISBN 978-979-678-935-1. 
  5. ^ Dharma, A.P. (1987). Indonesian Medicinal Plants [Tanaman-Tanaman Obat Indonesia] (dalam bahasa Inggris). hal.46 – 47. Jakarta: Balai Pustaka. ISBN 979-407-032-7.
  6. ^ Dalimartha, Setiawan (2000). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia 2:17 – 24. Jakarta: Trubus Agriwidya. ISBN 979-661-065-5.