Bahasa Jawa Semarang: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (- di zaman + pada zaman)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
'''Bahasa Jawa Semarang''' adalah sebuah dialek [[bahasa Jawa]] yang dituturkan di [[Karesidenan Semarang]]. Dialek ini tak banyak berbeda dengan dialek di daerah [[Jawa]] lainnya. Semarang termasuk daerah pesisir Jawa bagian utara, maka tak beda dengan daerah lainnya, [[Yogyakarta]], [[Solo]], [[Boyolali]] dan [[Salatiga]]. Walau letak daerah Semarang yang heterogan dari pesisir (Pekalongan/Weleri, Kudus/Demak/Purwodadi) dan dari daerah bagian selatan/pegunungan membuat dialek yang dipakai memiliki kata ''ngoko'', ''ngoko andhap'' dan ''madya'' di Semarang ada pada zaman sekarang.
'''Bahasa Jawa Semarang''' adalah sebuah dialek [[bahasa Jawa]] yang dituturkan di [[Karesidenan Semarang]]. Dialek ini tak banyak berbeda dengan dialek di daerah [[Jawa]] lainnya. Walau letak daerah Semarang yang heterogen dari pesisir (Pekalongan/Weleri, Kudus/Demak/Purwodadi) dan dari daerah bagian selatan/pegunungan membuat dialek yang dipakai memiliki kata ''ngoko'', ''ngoko andhap'' dan ''madya'' di Semarang ada pada zaman sekarang.


* Frasa: "Yo ora.." (Ya tidak) dalam dialek semarang menjadi "Yo orak too ". Kata ini sudah menjadi dialek sehari-hari para penduduk Semarang.
* Frasa: "Yo ora.." (Ya tidak) dalam dialek semarang menjadi "Yo orak too ". Kata ini sudah menjadi dialek sehari-hari para penduduk Semarang.
Baris 7: Baris 7:
Para pemakai dialek Semarang juga senang menyingkat frasa, misalnya ''Lampu abang ijo'' ([[lampu lalu lintas]]) menjadi "Bang-Jo", ''Limang rupiah'' (5 rupiah) menjadi "mang-pi", ''[[kebun binatang]]'' menjadi "Bon-bin", seratus (100) menjadi "nyatus", dan sebagainya. Namun tak semua frasa bisa disingkat, sebab tergantung kepada kesepakatan dan minat para penduduk Semarang mengenai frasa mana yang disingkat. Jadi contohnya "Taman lele" tak bisa disingkat "Tam-lel" juga Gedung Batu tak bisa menjadi "Ge-bat", dsb.
Para pemakai dialek Semarang juga senang menyingkat frasa, misalnya ''Lampu abang ijo'' ([[lampu lalu lintas]]) menjadi "Bang-Jo", ''Limang rupiah'' (5 rupiah) menjadi "mang-pi", ''[[kebun binatang]]'' menjadi "Bon-bin", seratus (100) menjadi "nyatus", dan sebagainya. Namun tak semua frasa bisa disingkat, sebab tergantung kepada kesepakatan dan minat para penduduk Semarang mengenai frasa mana yang disingkat. Jadi contohnya "Taman lele" tak bisa disingkat "Tam-lel" juga Gedung Batu tak bisa menjadi "Ge-bat", dsb.


Namun ada juga kalimat-kalimat yang disingkat, contohnya; "Kau lho pak mu Nadri" artinya "Itu lho pamanmu dari Wanadri". "Arep numpak Kijang kol" artinya akan menumpang omprengan. Zaman dulu kendaraan omprengan biasa menggunakan mobil merk "Colt", disebut "kol" maka setelah diganti "Toyota Kijang" menjadi Kijang-kol. Apa lacur kini ada yang menjadi "mercy-kol".
Namun ada juga kalimat-kalimat yang disingkat, contohnya; "Kae lho pak mu Nadri" artinya "Itu lho pamanmu dari Wanadri". "Arep numpak Kijang kol" artinya akan menumpang omprengan. Zaman dulu kendaraan omprengan biasa menggunakan mobil merk "Colt", disebut "kol" maka setelah diganti "Toyota Kijang" menjadi Kijang-kol. Apa lacur kini ada yang menjadi "mercy-kol".


Adanya para warga/budaya yang heterogen dari Jawa, [[Tiongkok]], [[Bangsa Arab|Arab]], [[Pakistan]]/[[India]] juga memiliki sifat terbuka dan ramah di Semarang tadi, juga akan menambah kosakata dan dialektik Semarang di kemudian hari.
Adanya para warga/budaya yang heterogen dari Jawa, [[Tiongkok]], [[Bangsa Arab|Arab]], [[Pakistan]]/[[India]] juga memiliki sifat terbuka dan ramah di Semarang tadi, juga akan menambah kosakata dan dialektik Semarang di kemudian hari.

Revisi per 25 Januari 2015 03.54

Bahasa Jawa Semarang adalah sebuah dialek bahasa Jawa yang dituturkan di Karesidenan Semarang. Dialek ini tak banyak berbeda dengan dialek di daerah Jawa lainnya. Walau letak daerah Semarang yang heterogen dari pesisir (Pekalongan/Weleri, Kudus/Demak/Purwodadi) dan dari daerah bagian selatan/pegunungan membuat dialek yang dipakai memiliki kata ngoko, ngoko andhap dan madya di Semarang ada pada zaman sekarang.

  • Frasa: "Yo ora.." (Ya tidak) dalam dialek semarang menjadi "Yo orak too ". Kata ini sudah menjadi dialek sehari-hari para penduduk Semarang.
  • Contoh lain: " kuwi ugo" (itu juga) dalam dialek Semarang menjadi "kuwi barang" ("barang" diucapkan sampai sengau memakai huruf h "bharhang").

Para pemakai dialek Semarang juga senang menyingkat frasa, misalnya Lampu abang ijo (lampu lalu lintas) menjadi "Bang-Jo", Limang rupiah (5 rupiah) menjadi "mang-pi", kebun binatang menjadi "Bon-bin", seratus (100) menjadi "nyatus", dan sebagainya. Namun tak semua frasa bisa disingkat, sebab tergantung kepada kesepakatan dan minat para penduduk Semarang mengenai frasa mana yang disingkat. Jadi contohnya "Taman lele" tak bisa disingkat "Tam-lel" juga Gedung Batu tak bisa menjadi "Ge-bat", dsb.

Namun ada juga kalimat-kalimat yang disingkat, contohnya; "Kae lho pak mu Nadri" artinya "Itu lho pamanmu dari Wanadri". "Arep numpak Kijang kol" artinya akan menumpang omprengan. Zaman dulu kendaraan omprengan biasa menggunakan mobil merk "Colt", disebut "kol" maka setelah diganti "Toyota Kijang" menjadi Kijang-kol. Apa lacur kini ada yang menjadi "mercy-kol".

Adanya para warga/budaya yang heterogen dari Jawa, Tiongkok, Arab, Pakistan/India juga memiliki sifat terbuka dan ramah di Semarang tadi, juga akan menambah kosakata dan dialektik Semarang di kemudian hari. Adanya bahasa Jawa yang dipergunakan tetap mengganggu bahasa Jawa yang baku, sama dengan di daerah Solo. Artinya, jika orang Kudus, Pekalongan, Boyolali pergi ke kota Semarang akan gampang dan komunikatif berkomunikasi dengan penduduknya.

Dialek Semarang memiliki kata-kata yang khas yang sering diucapkan penuturnya dan menjadi ciri tersendiri yang membdakan dengan dialek Jawa lainnya. Orang Semarang suka mengucapkan kata-kata seperti "Piye, jal?" (=Bagaimana, coba?) dan "Yo, mesti!". Orang semarang lebih suka menggunakan kata "He'e" daripada "Yo" atau "Ya".

Orang Semarang juga lebih banyak menggunakan partikel "ik" untuk mengungkapkan kekaguman atau kekecewaan yang sebenarnya tidak dimiliki oleh bahasa Jawa. Misalnya untuk menyatakan kekaguman :"Alangkah indahnya!", orang Semarang berkata: "Apik,ik!". Contoh lain untuk menyatakan kekecewaan: "Sayang, orangnya pergi!", orang Semarang berkata: "Wonge lungo, ik"!.

Partikel "ik" kemungkinan berasal dari kata "iku" yang berarti "itu' dalam bahasa Jawa, sehingga untuk mengungkapkan kesungguhan orang Semarang mengucapkan "He'e, ik!" atau "Yo, ik".

Beberapa kosakata khas Semarang adalah: "semeh" Yang berarti "ibu" dan "sebeh" yang berarti "ayah", yang dalam dialek Jawa yang lain, "sebeh" sering dipakai dalam arti "mantra" atau "guna-guna"