Inses: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Menolak perubahan teks terakhir (oleh 36.69.62.89) dan mengembalikan revisi 7637836 oleh Aldnonymous: Perubahan tanpa rujukan (mohon ditambah referensi)
Baris 17: Baris 17:
Dalam [[mitologi]] [[Yunani kuno]], Dewa [[Zeus]] kawin dengan [[Hera]], yang merupakan kakak kandungnya sendiri.
Dalam [[mitologi]] [[Yunani kuno]], Dewa [[Zeus]] kawin dengan [[Hera]], yang merupakan kakak kandungnya sendiri.


[[Folklor]] Indonesia juga mengenal hubungan sumbang. Hubungan sumbang antara [[Sangkuriang]] dan ibunya sendiri ([[Dayang Sumbi]]) dalam dongeng [[masyarakat]] [[Sunda]] atau antara Prabu [[Watugunung]] dan ibunya ([[Sinta]]), yang menghasilkan 28 anak — kisahnya diabadikan dalam [[wuku|pawukon]] — adalah contoh-contohnya. Dongeng Batak terbentuknya tongkat datu Begu Ganjang yang melibatkan saudara kembar beda jenis kelamin yang sedari awal dipisahkan keluarganya karena mereka merupakan kekasih yang melakukan mati bersama dikehidupan sebelumnya. Kejadian tersebut membuat adat untuk anak kembar beda jenis kelamin ketika baru lahir atau pilihannya dipisahkan tidak boleh bertemu.
[[Folklor]] Indonesia juga mengenal hubungan sumbang. Hubungan sumbang antara [[Sangkuriang]] dan ibunya sendiri ([[Dayang Sumbi]]) dalam dongeng [[masyarakat]] [[Sunda]] atau antara Prabu [[Watugunung]] dan ibunya ([[Sinta]]), yang menghasilkan 28 anak — kisahnya diabadikan dalam [[wuku|pawukon]] — adalah contoh-contohnya.


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==

Revisi per 1 Oktober 2014 23.19

Daftar kekerabatan yang dilarang untuk kawin dalam The Trial of Bastardie karya William Clerke. London, 1594.

Hubungan sumbang (Inses, Inggris: incest) adalah hubungan saling mencintai yang bersifat seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki ikatan keluarga (kekerabatan) yang dekat, biasanya antara ayah dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama saudara kandung atau saudara tiri. Pengertian istilah ini lebih bersifat sosio antropologis daripada biologis (bandingkan dengan kerabat-dalam untuk pengertian biologis) meskipun sebagian penjelasannya bersifat biologis.

Penjelasan biologis dan sosial

Hubungan sumbang diketahui berpotensi tinggi menghasilkan keturunan yang secara biologis lemah, baik fisik maupun mental (cacat), atau bahkan letal (mematikan). Fenomena ini juga umum dikenal dalam dunia hewan dan tumbuhan karena meningkatnya koefisien kerabat-dalam pada anak-anaknya. Akumulasi gen-gen pembawa 'sifat lemah' dari kedua tetua pada satu individu (anak) terekspresikan karena genotipe-nya berada dalam kondisi homozigot.

Secara sosial, hubungan sumbang dapat disebabkan, antara lain, oleh ruangan dalam rumah yang tidak memungkinkan orangtua, anak, atau sesama saudara pisah kamar. Hubungan sumbang antara orang tua dan anak dapat pula terjadi karena kondisi psikososial yang kurang sehat pada individu yang terlibat. Beberapa budaya juga mentoleransi hubungan sumbang untuk kepentingan-kepentingan tertentu, seperti politik atau kemurnian ras.

Akibat hal-hal tadi, hubungan sumbang tidak dikehendaki pada hampir semua masyarakat dunia. Semua agama besar dunia melarang hubungan sumbang. Di dalam aturan agama Islam (fiqih), misalnya, dikenal konsep muhrim yang mengatur hubungan sosial di antara individu-individu yang masih sekerabat. Bagi seseorang tidak diperkenankan menjalin hubungan percintaan atau perkawinan dengan orang tua, kakek atau nenek, saudara kandung, saudara tiri (bukan saudara angkat), saudara dari orang tua, kemenakan, serta cucu. Di dalam Alkitab Kristen (Imamat 18) tertulis larangan hubungan sedarah antara kekerabatan tertentu.

Contoh-contoh hubungan sumbang dalam kebudayaan

Pada kelompok masyarakat tertentu, seperti suku Polahi di Kabupaten Gorontalo, Sulawesi, praktik hubungan sumbang banyak terjadi. Perkawinan sesama saudara adalah hal yang wajar dan biasa di kalangan suku Polahi.

Kalangan bangsawan Mesir Kuna, khususnya pascainvasi Alexander Agung, melakukan perkawinan dengan saudara kandung dengan maksud untuk mendapatkan keturunan berdarah murni dan melanggengkan kekuasaan. Contoh yang terdokumentasi adalah perkawinan Ptolemeus II dengan saudara perempuannya, Elsinoé. Beberapa ahli berpendapat, tindakan seperti ini juga biasa dilakukan kalangan orang biasa. Toleransi semacam ini didasarkan pada mitologi Mesir Kuna tentang perkawinan Dewa Osiris dengan saudaranya, Dewi Isis.

Dalam mitologi Yunani kuno, Dewa Zeus kawin dengan Hera, yang merupakan kakak kandungnya sendiri.

Folklor Indonesia juga mengenal hubungan sumbang. Hubungan sumbang antara Sangkuriang dan ibunya sendiri (Dayang Sumbi) dalam dongeng masyarakat Sunda atau antara Prabu Watugunung dan ibunya (Sinta), yang menghasilkan 28 anak — kisahnya diabadikan dalam pawukon — adalah contoh-contohnya.

Lihat pula