Kaharingan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k menambah disambiguasi
Bthohar (bicara | kontrib)
added content
Baris 7: Baris 7:
Lambat laun, Kaharingan mempunyai tempat ibadah yang dinamakan ''[[Balai Basarah]]'' atau ''Balai Kaharingan''. Kitab suci agama mereka adalah ''[[Panaturan]]'' dan buku-buku agama lain, seperti ''Talatah Basarah'' (Kumpulan Doa), ''Tawar'' (petunjuk tatacara meminta pertolongan Tuhan dengan upacara menabur beras), dan sebagainya.
Lambat laun, Kaharingan mempunyai tempat ibadah yang dinamakan ''[[Balai Basarah]]'' atau ''Balai Kaharingan''. Kitab suci agama mereka adalah ''[[Panaturan]]'' dan buku-buku agama lain, seperti ''Talatah Basarah'' (Kumpulan Doa), ''Tawar'' (petunjuk tatacara meminta pertolongan Tuhan dengan upacara menabur beras), dan sebagainya.


Hingga kini penganut Kaharingan masih memperjuangkan hak, yaitu Kaharingan yang merupakan kepercayaan nenek moyang secara turun-temurun agar diakui sebagai agama di Indonesia. Belum diakuinya Kaharingan sebagai agama menyulitkan masyarakat adat Meratus. Ketika membuat E-KTP masyarakat adat Dayak Meratus harus mengosongkan kolom agama.<ref name="humabetang">[http://www.humabetang.net/kabar-borneo/2014/dayak-meratus-tuntut-dprd-dukung-pengakuan-kaharingan-sebagai-agama Dayak Meratus Tuntut DPRD Dukung Pengakuan Kaharingan Sebagai Agama] humabetang.net. diakses 14 September 2014</ref><ref>[http://kalsel.antaranews.com/berita/8410/dayak-tuntut-pengakuan-kaharingan Dayak Tuntut Pengakuan Kaharingan] kalsel.antaranews. diakses 14 September 2014</ref> Berdasarkan catatan Kedamangan Dayak Meratus, komunitas tersebut hingga 2003 mempunyai 60.000 orang anggota, sekitar dua persen dari penduduk Kalsel yang sekarang berjumlah 3,6 juta jiwa.<ref name="humabetang"></ref>
Dewasa ini, suku Dayak sudah diperbolehkan mencantumkan agama Kaharingan dalam [[Kartu Tanda Penduduk]].{{cn}} Dengan demikian, suku Dayak yang melakukan upacara perkawinan menurut adat Kaharingan, diakui pula pencatatan perkawinan tersebut oleh negara. Hingga tahun 2007, Badan Pusat Statistik Kalteng mencatat ada 223.349 orang penganut Kaharingan di Indonesia.{{cn}}
<!-- NO CITATION>, suku Dayak sudah diperbolehkan mencantumkan agama Kaharingan dalam [[Kartu Tanda Penduduk]].{{cn}} Dengan demikian, suku Dayak yang melakukan upacara perkawinan menurut adat Kaharingan, diakui pula pencatatan perkawinan tersebut oleh negara. Hingga tahun 2007, Badan Pusat Statistik Kalteng mencatat ada 223.349 orang penganut Kaharingan di Indonesia.{{cn}}<-->


Tetapi di [[Malaysia Timur]] ([[Sarawak]] dan [[Sabah]]), nampaknya kepercayaan Dayak ini tidak diakui sebagai bagian umat beragama [[Hindu]], jadi dianggap sebagai masyarakat yang belum menganut suatu agama apapun.
Di [[Malaysia Timur]] ([[Sarawak]] dan [[Sabah]]), kepercayaan Dayak ini tidak diakui sebagai bagian umat beragama [[Hindu]], jadi dianggap sebagai masyarakat yang belum menganut suatu agama apapun.{{cn}}


Pada tanggal 20 April 1980 Kaharingan dimasukan ke dalam agama Hindu Kaharingan.<ref name="Masihkah Indonesia">{{id}}{{cite book|first=A. Budi| last=Susanto | url=http://books.google.com/books?id=QyXg_GDYCdMC&lpg=PA224&dq=kahayan&hl=id&pg=PA244#v=onepage&q=kahayan&f=false | title=Masihkah Indonesia | publisher=Kanisius | year=2007 | isbn=9792116575}}ISBN 978-979-21-1657-1</ref>
Pada tanggal 20 April 1980 Kaharingan dimasukan ke dalam agama Hindu Kaharingan.<ref name="Masihkah Indonesia">{{id}}{{cite book|first=A. Budi| last=Susanto | url=http://books.google.com/books?id=QyXg_GDYCdMC&lpg=PA224&dq=kahayan&hl=id&pg=PA244#v=onepage&q=kahayan&f=false | title=Masihkah Indonesia | publisher=Kanisius | year=2007 | isbn=9792116575}}ISBN 978-979-21-1657-1</ref>

Revisi per 14 September 2014 16.23

Kaharingan adalah kepercayaan tradisional suku Dayak di Kalimantan, ketika agama lain belum memasuki Kalimantan.[1] [2] Istilah Kaharingan artinya tumbuh atau hidup, seperti dalam istilah danum kaharingan (air kehidupan),[3] maksudnya agama suku atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Ranying), yang hidup dan tumbuh secara turun temurun dan dihayati oleh masyarakat Dayak di Kalimantan. Pemerintah Indonesia mewajibkan penduduk dan warganegara untuk menganut salah satu agama yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia. Oleh sebab itu, kepercayaan Kaharingan dan religi suku yang lainnya seperti Tollotang (Hindu Tollotang) pada suku Bugis, dimasukkan dalam kategori agama Hindu sejak 20 April 1980,[4], mengingat adanya persamaan dalam penggunaan sarana kehidupan dalam melaksanakan ritual untuk korban (sesaji) yang dalam agama Hindu disebut Yadnya. Jadi mempunyai tujuan yang sama untuk mencapai Tuhan Yang Maha Esa, hanya berbeda kemasannya. Tuhan Yang Maha Esa dalam istilah agama Kaharingan disebut Ranying.

Kaharingan ini pertama kali diperkenalkan oleh Tjilik Riwut tahun 1944, saat ia menjabat Residen Sampit yang berkedudukan di Banjarmasin. Tahun 1945, pendudukan Jepang mengajukan Kaharingan sebagai penyebutan agama Dayak. Sementara pada masa Orde Baru, para penganutnya berintegrasi dengan Hindu, menjadi Hindu Kaharingan. Pemilihan integrasi ke Hindu ini bukan karena kesamaan ritualnya. Tapi dikarenakan Hindu adalah agama tertua di Kalimantan.

Lambat laun, Kaharingan mempunyai tempat ibadah yang dinamakan Balai Basarah atau Balai Kaharingan. Kitab suci agama mereka adalah Panaturan dan buku-buku agama lain, seperti Talatah Basarah (Kumpulan Doa), Tawar (petunjuk tatacara meminta pertolongan Tuhan dengan upacara menabur beras), dan sebagainya.

Hingga kini penganut Kaharingan masih memperjuangkan hak, yaitu Kaharingan yang merupakan kepercayaan nenek moyang secara turun-temurun agar diakui sebagai agama di Indonesia. Belum diakuinya Kaharingan sebagai agama menyulitkan masyarakat adat Meratus. Ketika membuat E-KTP masyarakat adat Dayak Meratus harus mengosongkan kolom agama.[5][6] Berdasarkan catatan Kedamangan Dayak Meratus, komunitas tersebut hingga 2003 mempunyai 60.000 orang anggota, sekitar dua persen dari penduduk Kalsel yang sekarang berjumlah 3,6 juta jiwa.[5]

Di Malaysia Timur (Sarawak dan Sabah), kepercayaan Dayak ini tidak diakui sebagai bagian umat beragama Hindu, jadi dianggap sebagai masyarakat yang belum menganut suatu agama apapun.[butuh rujukan]

Pada tanggal 20 April 1980 Kaharingan dimasukan ke dalam agama Hindu Kaharingan.[7]

Organisasi alim ulama Hindu Kaharingan adalah Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan (MBAHK) yang pusatnya di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah.

Referensi