Tradisi megalitik: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Kembangraps (bicara | kontrib)
Kembangraps (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_%27Het_verslepen_van_de_steen_%27Darodaro%27_voor_de_gestorven_Saoenigeho_van_Bawamataloea_Nias_TMnr_1000095b.jpg|thumb|200px|Kegiatan pemindahan batu untuk monumen kematian di Nias, ca. 1915.]]
[[Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_%27Het_verslepen_van_de_steen_%27Darodaro%27_voor_de_gestorven_Saoenigeho_van_Bawamataloea_Nias_TMnr_1000095b.jpg|thumb|200px|Kegiatan pemindahan batu untuk monumen kematian di Nias, ca. 1915.]]
'''Tradisi megalitik''' (juga dikenal sebagai "'''kebudayaan megalitikum'''") adalah bentuk-bentuk praktik [[kebudayaan]] yang dicirikan oleh pelibatan monumen atau struktur yang tersusun dari batu-batu besar ([[megalit]]) sebagai komponen utamanya. Tradisi ini berkembang di akhir Zaman Batu Pertengahan (Mesolitikum), Zaman Batu Baru (Neolitikum), atau Zaman Perundagian (pengecoran logam), tergantung dari masyarakat yang mendukungnya. Menurut Jean-Pierre Mohen, tiga kriteria menjadi penciri tradisi megalitik di Eropa: kubur gunduk (tumulus), upacara penguburan, dan "batu besar"<ref>Mohen J-P. 1999. ''Megaliths : stones of memory''. Translated from the French by Dorie B. and David J. Baker. New York : Harry N. Abrams. 175 p.</ref>.
'''Tradisi megalitik''' (juga dikenal sebagai "'''kebudayaan megalitikum'''") adalah bentuk-bentuk praktik [[kebudayaan]] yang dicirikan oleh pelibatan monumen atau struktur yang tersusun dari batu-batu besar ([[megalit]]) sebagai komponen utamanya. Tradisi ini berkembang di akhir [[Zaman Batu Pertengahan]] (Mesolitikum), [[Zaman Batu Baru]] (Neolitikum), atau [[Zaman Perundagian]] (pengecoran logam), tergantung dari masyarakat yang mendukungnya. Menurut Jean-Pierre Mohen, tiga kriteria menjadi penciri tradisi megalitik di Eropa: [[kubur gunduk]] (tumulus), upacara [[penguburan]], dan "batu besar"<ref>Mohen J-P. 1999. ''Megaliths : stones of memory''. Translated from the French by Dorie B. and David J. Baker. New York : Harry N. Abrams. 175 p.</ref>.


Meskipun biasa dikaitkan dengan masa prasejarah, tradisi megalitik tidak mengacu pada suatu era peradaban tertentu, tetapi lebih merupakan bentuk ekspresi yang berkembang karena adanya kepercayaan akan kekuatan magis tertentu dan didukung oleh ketersediaan sumber daya di sekitarnya. Indonesia sampai akhir abad ke-20 memiliki beberapa masyarakat yang masih mendukung tradisi ini, seperti suku bangsa [[Suku Nias|Nias]], [[Suku Batak|Batak]] (sebagian), [[Suku Sumba|Sumba]], dan [[Suku Toraja|Toraja]]. Beberapa suku bangsa lainnya mewarisi tradisi megalitik dalam bentuk [[akulturasi]] dengan lapisan budaya setelahnya, seperti suku bangsa [[Suku Bali|Bali]], [[Suku Sunda|Sunda]] (sebagian), dan [[Suku Jawa|Jawa]].
Meskipun biasa dikaitkan dengan masa [[prasejarah]], tradisi megalitik tidak mengacu pada suatu era peradaban tertentu, namun lebih merupakan bentuk ekspresi yang berkembang karena adanya kepercayaan akan kekuatan magis atau non-fisik dan didukung oleh ketersediaan sumber daya di sekitarnya. Indonesia sampai akhir abad ke-20 memiliki beberapa masyarakat yang masih mendukung tradisi ini, seperti suku bangsa [[Suku Nias|Nias]], [[Suku Batak|Batak]] (sebagian), [[Suku Sumba|Sumba]], dan [[Suku Toraja|Toraja]]. Beberapa suku bangsa lainnya mewarisi tradisi megalitik dalam bentuk [[akulturasi]] dengan lapisan budaya setelahnya, seperti suku bangsa [[Suku Bali|Bali]], [[Suku Sunda|Sunda]] (sebagian, yaitu [[masyarakat Badui]]), dan [[Suku Jawa|Jawa]].


Selain penggunaan batu-batu besar sebagai simbol kekuatan magis, altar, alat upacara, atau sarana penguburan, tradisi megalitik juga melibatkan struktur ruang/arsitektur tertentu, benda-benda logam (pisau, pedang, tabuhan, dan sebagainya), gerabah (seperti tempayan), kayu, serta [[manik-manik]]. Adanya kebiasaan menyertakan bekal kubur juga berkembang kuat pada tradisi ini. Pada beberapa tradisi megalitik juga ditemukan bentuk-bentuk seni pahat batu atau ukir batu, sehingga batu menunjukkan figur-figur tertentu.
Selain penggunaan batu-batu besar sebagai simbol kekuatan magis, altar, alat upacara, atau sarana penguburan, tradisi megalitik juga melibatkan struktur ruang/arsitektur tertentu, benda-benda logam ([[pisau]], [[pedang]], [[tabuhan]], dan sebagainya), [[gerabah]] (seperti [[tempayan]]), [[kayu]], serta [[manik-manik]]. Adanya kebiasaan menyertakan [[bekal kubur]] juga berkembang kuat pada tradisi ini. Pada beberapa tradisi megalitik juga ditemukan bentuk-bentuk [[seni tatah]] batu atau ukir batu, sehingga batu merupakan arca yang menunjukkan figur-figur tertentu.


==Rujukan==
==Rujukan==

Revisi per 3 Juni 2014 16.14

Kegiatan pemindahan batu untuk monumen kematian di Nias, ca. 1915.

Tradisi megalitik (juga dikenal sebagai "kebudayaan megalitikum") adalah bentuk-bentuk praktik kebudayaan yang dicirikan oleh pelibatan monumen atau struktur yang tersusun dari batu-batu besar (megalit) sebagai komponen utamanya. Tradisi ini berkembang di akhir Zaman Batu Pertengahan (Mesolitikum), Zaman Batu Baru (Neolitikum), atau Zaman Perundagian (pengecoran logam), tergantung dari masyarakat yang mendukungnya. Menurut Jean-Pierre Mohen, tiga kriteria menjadi penciri tradisi megalitik di Eropa: kubur gunduk (tumulus), upacara penguburan, dan "batu besar"[1].

Meskipun biasa dikaitkan dengan masa prasejarah, tradisi megalitik tidak mengacu pada suatu era peradaban tertentu, namun lebih merupakan bentuk ekspresi yang berkembang karena adanya kepercayaan akan kekuatan magis atau non-fisik dan didukung oleh ketersediaan sumber daya di sekitarnya. Indonesia sampai akhir abad ke-20 memiliki beberapa masyarakat yang masih mendukung tradisi ini, seperti suku bangsa Nias, Batak (sebagian), Sumba, dan Toraja. Beberapa suku bangsa lainnya mewarisi tradisi megalitik dalam bentuk akulturasi dengan lapisan budaya setelahnya, seperti suku bangsa Bali, Sunda (sebagian, yaitu masyarakat Badui), dan Jawa.

Selain penggunaan batu-batu besar sebagai simbol kekuatan magis, altar, alat upacara, atau sarana penguburan, tradisi megalitik juga melibatkan struktur ruang/arsitektur tertentu, benda-benda logam (pisau, pedang, tabuhan, dan sebagainya), gerabah (seperti tempayan), kayu, serta manik-manik. Adanya kebiasaan menyertakan bekal kubur juga berkembang kuat pada tradisi ini. Pada beberapa tradisi megalitik juga ditemukan bentuk-bentuk seni tatah batu atau ukir batu, sehingga batu merupakan arca yang menunjukkan figur-figur tertentu.

Rujukan

  1. ^ Mohen J-P. 1999. Megaliths : stones of memory. Translated from the French by Dorie B. and David J. Baker. New York : Harry N. Abrams. 175 p.