Ki Ageng Sela: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Re. suhendar (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Re. suhendar (bicara | kontrib)
Baris 170: Baris 170:
* '''Fakta 3''' : Para perintis tersebut pada dasarnya adalah '''"Misi"''' yang dipersiapkan oleh para Seikh dan para Wali (Wali-7 dan Wali-9) termasuk '''para Al-Maghrobi''' yang bertujuan "mengislamkan Tanah Jawa" secara sistematis dan berkelanjutan dengan cara menyatu dengan garis keturunan kerajaan.
* '''Fakta 3''' : Para perintis tersebut pada dasarnya adalah '''"Misi"''' yang dipersiapkan oleh para Seikh dan para Wali (Wali-7 dan Wali-9) termasuk '''para Al-Maghrobi''' yang bertujuan "mengislamkan Tanah Jawa" secara sistematis dan berkelanjutan dengan cara menyatu dengan garis keturunan kerajaan.
<br />
<br />
* '''Fakta 4''' : Suksesi [[Kesultanan Demak]] ke [[Kesultanan Pajang]] kemudian menjadi [[Kesultanan Mataram]] pada dasarnya adalah kesinambungan dari "Misi" sesuai Fakta 3, diluar adanya perebutan kekuasaan seperti juga yang terjadi dengan Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Sumedang Larang, Kerajaan Talaga Majalengka dan Kerajaan Sarosoan Banten.
* '''Fakta 4''' : Suksesi [[Kesultanan Demak]] ke [[Kesultanan Pajang]] kemudian menjadi [[Kesultanan Mataram]] pada dasarnya adalah kesinambungan dari "Misi" sesuai Fakta 3, seperti juga yang terjadi dengan Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Sumedang Larang, Kerajaan Talaga Majalengka dan Kerajaan Sarosoan Banten, diluar adanya perebutan kekuasaan.
<br />
<br />
Dengan demikian dari keempat fafta di atas, jelas sudah bahwa terbentuknya Kesultanan Mataram pada khususnya dan Kesultanan Islam di Jawa pada umumnya merupakan strategi yang dipersiapkan oleh para Syeikh dan para Wali untuk mempercepat menyebarnya Islam di Tanah Jawa, sehingga salah satu persyaratan pembentukan Kesultanan Islam baik di Jawa maupun di daerah lainnya harus mendapatkan "Legitimasi/Pengesahan" dari Mekah dan/atau Turki, jalur untuk keperluan tersebut dimiliki oleh para "Ahlul Bait" seperti para Seikh dan para Wali.
Dengan demikian dari keempat fafta di atas, jelas sudah bahwa terbentuknya Kesultanan Mataram pada khususnya dan Kesultanan Islam di Jawa pada umumnya merupakan strategi yang dipersiapkan oleh para Syeikh dan para Wali untuk mempercepat menyebarnya Islam di Tanah Jawa, sehingga salah satu persyaratan pembentukan Kesultanan Islam baik di Jawa maupun di daerah lainnya harus mendapatkan "Legitimasi/Pengesahan" dari Mekah dan/atau Turki, jalur untuk keperluan tersebut dimiliki oleh para "Ahlul Bait" seperti para Seikh dan para Wali.

Revisi per 31 Maret 2014 18.34

Ki Ageng Selo
Perintis Kesultanan Mataram
Berkas:Ki Ageng Selo.jpg
Makam Ki Ageng Selo di desa Selo.
WangsaMajapahit Rajasa
Nama lengkap
Ki Ageng Selo
Bagus Sunggam
Abdurrahman II
AyahKi Ageng Getas Pandawa
Ibu-
PasanganNyai Ageng Ngenis
Anak7 Orang, Penerus : Ki Ageng Enis
AgamaIslam

Kyai Ageng Sela atau Ki Ageng Ngabdurahman adalah tokoh spiritual sekaligus leluhur raja-raja Kesultanan Mataram. Ia adalah guru Sultan Adiwijaya pendiri Kesultanan Pajang, dan adalah kakek dari Panembahan Senapati pendiri Kesultanan Mataram. Kisah hidupnya pada umumnya bersifat legenda, menurut naskah-naskah babad.

Silsilah

Nama asli Ki Ageng Ngabdurahman Sela menurut sebagian masyarakat adalah Bagus Sogom. Menurut naskah-naskah babad ia dipercaya sebagai keturunan langsung Brawijaya raja terakhir Majapahit.

Dikisahkan, Brawijaya memiliki anak bernama Bondan Kejawan, yang tidak diakuinya. Bondan Kejawan berputra Ki Getas Pandawa. Kemudian Ki Getas Pandawa berputra Ki Ageng Sela. Ki Ageng Sela memiliki beberapa orang putri dan seorang putra bergelar Ki Ageng Ngenis. Ki Ageng Ngenis berputra Ki Ageng Pemanahan, penguasa pertama Mataram.

  1. Ki Ageng Sela menikah dengan Nyai Ageng Selo / Nyai Bicak putri KI Ageng Ngerang, mempunyai 7 orang putra-putri :
    1. Nyai Ageng Lurung Tengah
    2. Nyai Ageng Saba
    3. Nyai Ageng Basri
    4. Nyai Ageng Jati
    5. Nyai Ageng Patanen
    6. Nyai Ageng Pakis Dadu
    7. Ki Ageng Enis (? - 1503) memiliki 2 orang putra :
      1. Ki Ageng Pemanahan / Kyai Gede Mataram (Membuka Kota Gede Mataram pada tahun 1558 sebagai hadiah dari Raja Pajang), wafat pada tahun 1584, menikah dengan Nyai Sabinah (putri Ki Ageng Saba) mempunyai putra-putri 26 orang :
        1. Adipati Manduranegara
        2. Kanjeng Panembahan Senopati / Raden Sutawijaya (Sultan Mataram ke 1, pendiri, 1587-1601) menikah dengan 3 istri melahirkan putra-putri 14 orang :
          1. Gusti Kanjeng Ratu Pambayun / Retna Pembayun
          2. Pangeran Ronggo Samudra (Adipati Pati)
          3. Pangeran Puger / Raden Mas Kentol Kejuro (Adipati Demak)
          4. Pangeran Teposono
          5. Pangeran Purbaya / Raden Mas Damar
          6. Pangeran Rio Manggala
          7. Pangeran Adipati Jayaraga / (Raden Mas Barthotot)
          8. Panembahan Hadi Prabu Hanyokrowati/Panembahan Seda ing Krapyak (Sultan Mataram ke 2, 1601-1613) menikah dengan Ratu Tulung Ayu dan Dyah Banowati / Ratu Mas Hadi (Cicit dari Raden Joko Tingkir & Ratu Mas Cempaka), menurunkan putra-putri 12 orang :
            1. Sultan Agung / Raden Mas Djatmika (1593-1645), Sultan Mataram ke 3 (1613-1645) menikah dengan Permaisuri ke 1 Kanjeng Ratu Kulon / Ratu Mas Tinumpak (putri Panembahan Ratu Cirebon ke 4 setelah Sunan Gunung Jati), permaisuri ke 2 Kanjeng Ratu Batang / Ratu Ayu Wetan / Kanjeng Ratu Kulon mempunyai 9 orang putra-putri :
              1. Raden Mas Sahwawrat / Pangeran Temenggong Pajang
              2. Raden Mas Kasim / Pangeran Demang Tanpa Nangkil
              3. Pangeran Ronggo Kajiwan
              4. Gusti Ratu Ayu Winongan
              5. Pangeran Ngabehi Loring Pasar
              6. Pangeran Ngabehi Loring Pasar
              7. Sunan Prabu Amangkurat Agung / Amangkurat I / Raden Mas Sayidin (Sultan Mataram ke 4, 1646-1677) wafat 13 Juli 1677 di Banyumas.
                1. Sunan Prabu Mangkurat II / Sunan Amral / Raden Mas Rahmat (Sunan Kartasura ke 1, 1677-1703)
                  1. Sunan Prabu Amangkurat III (Sunan Kartasura ke 2, 1703-1705)
                2. Susuhunan Pakubuwono I / Pangeran Puger / Raden Mas Drajat (Sunan Kartasura ke 3, 1704-1719)
                  1. Raden Mas Sengkuk
                  2. Prabu Amangkurat IV (Mangkurat Jawi) wafat 20 April 1726
                    1. Kanjeng Pangeran Arya Mangkunegara (Mangkunegara I, 1757-1795)
                    2. Gusti Raden Ayu Suroloyo, di Brebes
                    3. Gusti Raden Ayu Wiradigda
                    4. Gusti Pangeran Hario Hangabehi
                    5. Gusti Pangeran Hario Pamot
                    6. Gusti Pangeran Hario Diponegoro
                    7. Gusti Pangeran Hario Danupaya
                    8. Sri Susuhunan Pakubuwono II / Raden Mas Prabasuyasa (Sunan Surakarta ke 1, 1726-1742)
                    9. Gusti Pangeran Hario Hadinagoro
                    10. Gusti Kanjeng Ratu Maduretno, Garwa Pangeran Hindranata
                    11. Gusti Raden Ajeng Kacihing, Dewasa Sedho
                    12. Gusti Pangeran Hario Hadiwijoyo
                    13. Gusti Raden Mas Subronto, Wafat Dalam Usia Dewasa
                    14. Gusti Pangeran Hario Buminoto
                    15. Pangeran Hario Mangkubumi Hamengku Buwono I (Sultan Yogyakarta Ke 1, 1717-1792)
                    16. Sultan Dandunmatengsari
                    17. Gusti Raden Ayu Megatsari
                    18. Gusti Raden Ayu Purubaya
                    19. Gusti Raden Ayu Pakuningrat di Sampang
                    20. Gusti Pangeran Hario Cokronegoro
                    21. Gusti Pangeran Hario Silarong
                    22. Gusti Pangeran Hario Prangwadono
                    23. Gusti Raden Ayu Suryawinata di Demak
                    24. Gusti Pangeran Hario Panular
                    25. Gusti Pangeran Hario Mangkukusumo
                    26. Gusti Raden Mas Jaka
                    27. Gusti Raden Ayu Sujonopuro
                    28. Gusti Pangeran Hario Dipawinoto
                    29. Gusti Raden Ayu Adipati Danureja I
                  3. Pangeran Diposonto / Ki Ageng Notokusumo
                  4. Raden Ayu Lembah
                  5. Raden Ayu Himpun
                  6. Raden Suryokusumo
                  7. Pangeran Blitar
                  8. Pangeran Dipanegara Madiun
                  9. Pangeran Purbaya
                  10. Kyai Adipati Nitiadiningrat I Raden Garudo (groedo)
                  11. Raden Suryokusumo
                  12. Tumenggung Honggowongso / Joko Sangrib (Kentol Surawijaya)
                3. Gusti Raden Ayu Pamot
                4. Pangeran Martosana
                5. Pangeran Singasari
                6. Pangeran Silarong
                7. Pangeran Notoprojo
                8. Pangeran Satoto
                9. Pangeran Hario Panular
                10. Gusti Raden Ayu Adip Sindurejo
                11. Raden Ayu Bendara Kaleting Kuning
                12. Gusti Raden Ayu Mangkuyudo
                13. Gusti Raden Ayu Adipati Mangkupraja
                14. Pangeran Hario Mataram
                15. Bandara Raden Ayu Danureja / Bra. Bendara
                16. Gusti Raden Ayu Wiromenggolo / R.Aj. Pusuh
              8. Gusti Raden Ayu Wiromantri
              9. Pangeran Danupoyo/Raden Mas Alit
            2. Pangeran Mangkubumi
            3. Pangeran Bumidirja
            4. Pangeran Arya Martapura / Raden Mas Wuryah (1605-1688)
            5. Ratu Mas Sekar / Ratu Pandansari
            6. Kanjeng Ratu Mas Sekar
            7. Pangeran Bhuminata
            8. Pangeran Notopuro
            9. Pangeran Pamenang
            10. Pangeran Sularong / Raden Mas Chakra (wafat Desember 1669)
            11. Gusti Ratu Wirokusumo
            12. Pangeran Pringoloyo
          9. Gusti Raden Ayu Demang Tanpa Nangkil
          10. Gusti Raden Ayu Wiramantri
          11. Pangeran Adipati Pringgoloyo I (Bupati Madiun, 1595-1601)
          12. Ki Ageng Panembahan Djuminah/Pangeran Djuminah/Pangeran Blitar I (Bupati Madiun, 1601-1613)
          13. Pangeran Adipati Martoloyo / Raden Mas Kanitren (Bupati Madiun 1613-1645)
          14. Pangeran Tanpa Nangkil
        3. Pangeran Ronggo
        4. Nyai Ageng Tumenggung Mayang menikah dengan Kyai Ageng Tumenggung Mayang berputra 1 orang :
          1. Raden Pabelan (wafat 1587)
        5. Pangeran Hario Tanduran
        6. Nyai Ageng Tumenggung Jayaprana
        7. Pangeran Teposono
        8. Pangeran Mangkubumi
          1. Adipati Sukawati
          2. Bagus Petak Madiun
        9. Pangeran Singasari/Raden Santri
          1. Pangeran Blitar
        10. Raden Ayu Kajoran
        11. Pangeran Gagak Baning (Adipati Pajang, 1588-1591)
        12. Pangeran Pronggoloyo
        13. Nyai Ageng Haji Panusa, ing Tanduran
        14. Nyai Ageng Panjangjiwa
        15. Nyai Ageng Banyak Potro, ing Waning
        16. Nyai Ageng Kusumoyudo ing Marisi
        17. Nyai Ageng Wirobodro, ing Pujang
        18. Nyai Ageng Suwakul
        19. Nyai Ageng Mohamat Pekik ing Sumawana
        20. Nyai Ageng Wiraprana ing Ngasem
        21. Nyai Ageng Hadiguno ing Pelem
        22. Nyai Ageng Suroyuda ing Kajama
        23. Nyai Ageng Mursodo ing Silarong
        24. Nyai Ageng Ronggo ing Kranggan
        25. Nyai Ageng Kawangsih ing Kawangsen
        26. Nyai Ageng Sitabaya ing Gambiro
      2. Ki Ageng Karatongan


Ki Ageng Sela Sebagai Perintis Kesultanan Mataram

Kerajaan Mataram Islam dirintis oleh tokoh-tokoh keturunan Raden Bondan Kejawan putra Bhre Kertabhumi. Tokoh utama Perintis Kesultanan Mataram adalah Ki Ageng Pamanahan, Ki Juru Martani dan Ki Panjawi mereka bertiga dikenal dengan "Tiga Serangkai Mataram" atau istilah lainnya adalah "Three Musketeers from Mataram". Disamping itu banyak perintis lainnya yang dianggap berjasa besar terhadap terbentuknya Kesultanan Mataram seperti : Bondan Kejawan, Ki Ageng Wonosobo, Ki Ageng Getas Pandawa, Nyai Ageng Ngerang dan Ki Ageng Ngerang, Ki Ageng Made Pandan, Ki Ageng Saba, Ki Ageng Pakringan, Ki Ageng Sela, Ki Ageng Enis dan tokoh lainnya dari keturunanan masing-masing. Mereka berperan sebagai leluhur Raja-raja Mataram yang mewarisi nama besar keluarga keturunan Brawijaya majapahit yang keturunannya menduduki tempat terhormat dimata masyarakat dengan menyandang nama Ki, Ki Gede, Ki Ageng' Nyai Gede, Nyai Ageng yang memiliki arti : tokoh besar keagamaan dan pemerintahan yang dihormati yang memiliki kelebihan, kemampuan dan sifat-sifat kepemimpinan masyarakat.

Ada beberapa fakta yang menguatkan mereka dianggap sebagai perintis Kesultanan Mataram yaitu :

  • Fakta 1 : Tokoh-tokoh perintis tersebut adalah keturunan ke 1 sampai dengan ke 6 raja Majapahit terakhir Bhre Kertabhumi yang bergelar Brawijaya V, yang sudah dapat dipastikan masih memiliki pengaruh baik dan kuat terhadap Kerajaan yang memerintah maupun terhadap masyarakat luas;


  • Fakta 2 : Tokoh-tokoh tersebut adalah keturunan Silang/Campuran dari Walisongo beserta leluhurnya yang terhubung langsung kepada Imam Husain bin Ali bin Abu Thalib, yang sudah dapat dipastikan mendapatkan bimbingan ilmu keagamaan (Islam) berikut ilmu pemerintahan ala khilafah / kekhalifahan islam jajirah Arab. Hal ini terbukti dalam aktivitas keseharian mereka juga sering berdakwah dari daerah satu ke daerah lainnya dengan mendirikan banyak Masjid, Surau dan Pesantren;


  • Fakta 3 : Para perintis tersebut pada dasarnya adalah "Misi" yang dipersiapkan oleh para Seikh dan para Wali (Wali-7 dan Wali-9) termasuk para Al-Maghrobi yang bertujuan "mengislamkan Tanah Jawa" secara sistematis dan berkelanjutan dengan cara menyatu dengan garis keturunan kerajaan.


  • Fakta 4 : Suksesi Kesultanan Demak ke Kesultanan Pajang kemudian menjadi Kesultanan Mataram pada dasarnya adalah kesinambungan dari "Misi" sesuai Fakta 3, seperti juga yang terjadi dengan Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Sumedang Larang, Kerajaan Talaga Majalengka dan Kerajaan Sarosoan Banten, diluar adanya perebutan kekuasaan.


Dengan demikian dari keempat fafta di atas, jelas sudah bahwa terbentuknya Kesultanan Mataram pada khususnya dan Kesultanan Islam di Jawa pada umumnya merupakan strategi yang dipersiapkan oleh para Syeikh dan para Wali untuk mempercepat menyebarnya Islam di Tanah Jawa, sehingga salah satu persyaratan pembentukan Kesultanan Islam baik di Jawa maupun di daerah lainnya harus mendapatkan "Legitimasi/Pengesahan" dari Mekah dan/atau Turki, jalur untuk keperluan tersebut dimiliki oleh para "Ahlul Bait" seperti para Seikh dan para Wali.

Legenda

Berkas:Ki-Selo.jpg
Ki Ageng Selo

Kisah hidup Ki Ageng Sela pada umumnya bersifat legenda menurut naskah-naskah babad, yang dipercaya sebagian masyarakat Jawa benar-benar terjadi.

Ki Ageng Sela disebutkan pernah mendaftar sebagai perwira di Kesultanan Demak. Ia berhasil membunuh seekor banteng sebagai persyaratan seleksi, namun ngeri melihat darah si banteng. Akibatnya, Sultan menolaknya masuk ketentaraan Demak. Ki Ageng Sela kemudian menyepi di desa Sela sebagai petani sekaligus guru spiritual. Ia pernah menjadi guru Jaka Tingkir, pendiri Kesultanan Pajang. Ia kemudian mempersaudarakan Jaka Tingkir dengan cucu-cucunya, yaitu Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Panjawi.

Ki Ageng Sela juga pernah dikisahkan menangkap petir ketika sedang bertani. Petir itu kemudian berubah menjadi seorang kakek tua yang dipersembahkan sebagai tawanan pada Kesultanan Demak. Namun, kakek tua itu kemudian berhasil kabur dari penjara. Untuk mengenang kesaktian Ki Ageng Sela, pintu masuk Masjid Agung Demak kemudian disebut Lawang Bledheg (pintu petir), dengan dihiasi ukiran berupa ornamen tanaman berkepala binatang bergigi runcing, sebagai simbol petir yang pernah ditangkap Ki Ageng. Bahkan, sebagian masyarakat Jawa sampai saat ini apabila dikejutkan bunyi petir akan segera mengatakan bahwa dirinya adalah cucu Ki Ageng Sela, dengan harapan petir tidak akan menyambarnya.

Ki Ageng Sela juga dikaitkan dengan asal usul pusaka Mataram yang bernama Bende Kyai Bicak. Dikisahkan pada suatu hari Ki Ageng Sela menggelar pertunjukan wayang dengan dalang bernama Ki Bicak. Ki Ageng jatuh hati pada istri dalang yang kebetulan ikut membantu suaminya. Maka, Ki Ageng pun membunuh Ki Bicak untuk merebut Nyi Bicak. Akan tetapi, perhatian Ki Ageng kemudian beralih pada bende milik Ki Bicak. Ia tidak jadi menikahi Nyi Bicak dan memilih mengambil bende tersebut. Bende Ki Bicak kemudian menjadi warisan turun temurun keluarga Mataram. Roh Ki Bicak dipercaya menyatu dalam bende tersebut. Apabila hendak maju perang, pasukan Mataram biasanya lebih dulu menabuh bende Ki Bicak. Bila berbunyi nyaring pertanda pihak Mataram akan menang. Tapi bila tidak berbunyi pertanda musuh yang akan menang.

Selain pusaka, Ki Ageng Sela meninggalkan warisan berupa ajaran moral yang dianut keturunannya di Mataram. Ajaran tersebut berisi larangan-larangan yang harus dipatuhi apabila ingin mendapatkan keselamatan, yang kemudian ditulis para pujangga dalam bentuk syair macapat berjudul Pepali Ki Ageng Sela.

Kepustakaan

Pranala luar

Penghargaan dan prestasi
Didahului oleh:
Ki Ageng Getas Pandawa
Perintis Kesultanan Mataram
1478-1587
Diteruskan oleh:
Ki Ageng Enis