Sawah: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
k menghapus Kategori:Pertanian menggunakan HotCat
Baris 36: Baris 36:
*[http://www.imaginatorium.org/sano/tanbo.htm How a paddy-field works]
*[http://www.imaginatorium.org/sano/tanbo.htm How a paddy-field works]


[[Kategori:Pertanian]]
[[Kategori:Manajemen lahan]]
[[Kategori:Manajemen lahan]]
[[Kategori:Padi]]
[[Kategori:Padi]]

Revisi per 8 Januari 2014 10.09

Sawah berteras di hulu Cipamingkis, Sukamakmur, Kabupaten Bogor
Berkas:Sawahpadi.jpg
Sawah berteras di Bali

Sawah adalah tanah yg digarap dan diairi untuk tempat menanam padi.[1] Untuk keperluan ini, sawah harus mampu menyangga genangan air karena padi memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam pertumbuhannya. Untuk mengairi sawah digunakan sistem irigasi dari mata air, sungai atau air hujan. Sawah yang terakhir dikenal sebagai sawah tadah hujan, sementara yang lainnya adalah sawah irigasi. Padi yang ditanam di sawah dikenal sebagai padi lahan basah (lowland rice).

Pada lahan yang berkemiringan tinggi, sawah dicetak berteras atau lebih dikenal terasiring atau sengkedan untuk menghindari erosi dan menahan air. Sawah berteras banyak terdapat di lereng-lereng bukit atau gunung di Jawa dan Bali.

Sebuah studi yang dipublikasikan Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America menemukan bahwa semua jenis padi yang dibudidayakan saat ini, baik dari spesies indica maupun japonica, berasal dari satu spesies padi liar Oryza rufipogon yang ada pada tahun 8200 tahun hingga 13500 tahun yang lalu di China.[2] Padi sawah dibudidayakan di berbagai negara seperti Bangladesh, China, Filipina, India, Indonesia, Iran, Jepang, Kamboja, Korea Selatan, Korea Utara, Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Pakistan, Sri Lanka, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Padi sawah juga ditanam di Eropa seperti di Piedmont (Italia) dan Camargue (Prancis).[3]

Sawah merupakan salah satu sumber utama emisi metana atmosferik dan diperkirakan mengemisikan antara 50 hingga 100 juta ton gas metana per tahun.[4][5] Sebuah studi menunjukan dengan mengeringkan sawah untuk sementara sambil mengaerasikan tanah bermanfaat untuk mengganggu emisi gas metana dan juga meningkatkan hasil padi.[6]

Sejarah

Para pakar arkeologi sepakat bahwa pembudidayaan di lahan basah berawal di China. Bukti keberadaan sawah padi pertama ditemukan bertanggal 6280 tahun yang lalu berdasarkan penanggalan karbon dari biji padi dan materi organik tanah yang ditemukan di situs Chaodun di Kushan County.[7] Di sebuah situs Neolitik di Caoxieshan, arkeologis melakukan penggalian dan menemukan sebuah lokasi yang dipercaya dulunya merupakan sawah.[8] Diperkirakan situs di Caoxieshan bertanggal 4000 hingga 3000 SM.[9][10] Selain itu terdapat 10 lokasi arkeologi yang terkait dengan sawah di Korea. Dua diantaranya yang tertua berada di Okhyun dan Yaumdong, Ulsan, dibangun sejak Mumun pottery period.[11] Terdapat bukti arkeologis pula bahwa beras (padi yang sudah dihilangkan sekamnya) disimpan untuk keperluan militer dan prosesi pemakaman sejak jaman Neolitik hingga Dinasti Han di China.[12]

Referensi

  1. ^ "Kamus Besar Bahasa Indonesia". 
  2. ^ DOI:10.1073/pnas.1104686108
    Rujukan ini akan diselesaikan secara otomatis dalam beberapa menit. Anda dapat melewati antrian atau membuat secara manual
  3. ^ "Riz de Camargue, Silo de Tourtoulen, Riz blanc de Camargue, Riz et céréales de Camargue". Riz-camargue.com. Diakses tanggal 2013-04-25. 
  4. ^ Methane gas generation from paddy fields "Methane Sources - Rice Paddies" Periksa nilai |url= (bantuan). Diakses tanggal 2007-07-15. 
  5. ^ "Scientists blame global warming on rice". Sptimes.com. 2007-05-02. Diakses tanggal 2013-04-25. 
  6. ^ "Shifts in rice farming practices in China reduce greenhouse gas methane". Diakses tanggal 2002-12-19. 
  7. ^ Cao, Zhihong; Fu, Jianrong; Zou, Ping; Huang, Jing Fa; Lu, Hong; Weng, Jieping; Ding, Jinlong (2010). "Origin and chronosequence of paddy soils in China". Proceedings of the 19th World Congress of Soil Science: 39–42. Diakses tanggal 8 February 2013. 
  8. ^ Fujiwara, H. (ed.). Search for the Origin of Rice Cultivation: The Ancient Rice Cultivation in Paddy Fields at the Cao Xie Shan Site in China. Miyazaki: Society for Scientific Studies on Cultural Property, 1996. (In Japanese and Chinese)
  9. ^ Fujiwara 1996
  10. ^ Tsude, Hiroshi. Yayoi Farmers Reconsidered: New Perspectives on Agricultural Development in East Asia. Bulletin of the Indo-Pacific Prehistory Association 21(5):53-59, 2001.
  11. ^ Crawford, Gary W. and Gyoung-Ah Lee. Agricultural Origins in the Korean Peninsula. Antiquity 77(295):87-95, 2003.
  12. ^ "Expansion of Chinese Paddy Rice to the Yunnan-Guizhou Plateau". Diakses tanggal 2007-08-06. 

Bahan bacaan terkait

  • Bale, Martin T. Archaeology of Early Agriculture in Korea: An Update on Recent Developments. Bulletin of the Indo-Pacific Prehistory Association 21(5):77-84, 2001.
  • Barnes, Gina L. Paddy Soils Now and Then. World Archaeology 22(1):1-17, 1990.
  • Crawford, Gary W. and Gyoung-Ah Lee. Agricultural Origins in the Korean Peninsula. Antiquity 77(295):87-95, 2003.
  • Kwak, Jong-chul. Urinara-eui Seonsa – Godae Non Bat Yugu [Dry- and Wet-field Agricultural Features of the Korean Prehistoric].In Hanguk Nonggyeong Munhwa-eui Hyeongseong [The Formation of Agrarian Societies in Korea]: 21-73. Papers of the 25th National Meetings of the Korean Archaeological Society, Busan, 2001.

Pranala luar