De-Soekarnoisasi: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k ←Suntingan 36.73.49.128 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Aldo samulo
Baris 1: Baris 1:
'''De-Sukarnoisasi''' adalah kebijakan yang diambil oleh pemerintah [[Orde Baru]] di bawah Jenderal [[Soeharto]] untuk memperkecil peranan dan kehadiran [[Sukarno]] dalam sejarah dan dari ingatan bangsa [[Indonesia]] juga untuk menghilangkan pengkultusan dirinya.
'''De-Soekarnoisasi''' adalah kebijakan yang diambil oleh pemerintah [[Orde Baru]] di bawah Jenderal [[Soeharto]] untuk memperkecil peranan dan kehadiran [[Soekarno]] dalam sejarah dan dari ingatan bangsa [[Indonesia]] juga untuk menghilangkan pengkultusan dirinya.


Langkah-langkah tersebut dilakukan antara lain dengan jalan mengganti nama Sukarno yang diberikan pada berbagai tempat atau bangunan di Indonesia. Misalnya, [[Stadion Gelora Bung Karno]] diubah menjadi [[Stadion Utama Senayan]], kota '''Sukarnopura''' (sebelumnya bernama '''Hollandia''') diubah namanya menjadi [[Jayapura]], dan '''Puncak Sukarno''' diubah namanya menjadi [[Puncak Jaya]]. Selain itu, pada saat Sukarno meninggal, keinginannya untuk dikebumikan di [[Istana Batu Tulis]], [[Bogor]] tidak dipenuhi oleh pemerintah. Sebaliknya, Sukarno dikebumikan di [[Blitar]], tempat tinggal kedua orang tua beserta kakaknya, Ibu Wardojo.
Langkah-langkah tersebut dilakukan antara lain dengan jalan mengganti nama Soekarno yang diberikan pada berbagai tempat atau bangunan di Indonesia. Misalnya, [[Stadion Gelora Bung Karno]] diubah menjadi [[Stadion Utama Senayan]], kota '''Soekarnopura''' (sebelumnya bernama '''Hollandia''') diubah namanya menjadi [[Jayapura]], dan '''Puncak Soekarno''' diubah namanya menjadi [[Puncak Jaya]]. Selain itu, pada saat Soekarno meninggal, keinginannya untuk dikebumikan di [[Istana Batu Tulis]], [[Bogor]] tidak dipenuhi oleh pemerintah. Sebaliknya, Soekarno dikebumikan di [[Blitar]], tempat tinggal kedua orang tua beserta kakaknya, Ibu Wardojo.


Upaya-upaya lain yang lebih fundamental dilakukan dengan memperkecil peranan Sukarno dalam mencetuskan [[Pancasila]] serta tanggal kelahiran pemikiran yang kemudian dijadikan ideologi nasional pada [[1 Juni]] [[1945]]. [[Nugroho Notosusanto]], yang merupakan sejarawan resmi Orde Baru dan yang sangat dekat dengan militer, mengajukan pendapat bahwa tokoh utama yang mencetuskan Pancasila bukanlah Bung Karno, melainkan Mr. [[Mohammad Yamin]], pada tanggal [[29 Mei]] [[1945]]. Pendapat resmi inilah yang selalu dipegang selama masa [[Orde Baru]], dan dicoba ditanamkan lewat program [[Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila|P-4]].
Upaya-upaya lain yang lebih fundamental dilakukan dengan memperkecil peranan Soekarno dalam mencetuskan [[Pancasila]] serta tanggal kelahiran pemikiran yang kemudian dijadikan ideologi nasional pada [[1 Juni]] [[1945]]. [[Nugroho Notosusanto]], yang merupakan sejarawan resmi Orde Baru dan yang sangat dekat dengan militer, mengajukan pendapat bahwa tokoh utama yang mencetuskan Pancasila bukanlah Bung Karno, melainkan Mr. [[Mohammad Yamin]], pada tanggal [[29 Mei]] [[1945]]. Pendapat resmi inilah yang selalu dipegang selama masa [[Orde Baru]], dan dicoba ditanamkan lewat program [[Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila|P-4]].


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==

Revisi per 29 Juni 2013 05.03

De-Soekarnoisasi adalah kebijakan yang diambil oleh pemerintah Orde Baru di bawah Jenderal Soeharto untuk memperkecil peranan dan kehadiran Soekarno dalam sejarah dan dari ingatan bangsa Indonesia juga untuk menghilangkan pengkultusan dirinya.

Langkah-langkah tersebut dilakukan antara lain dengan jalan mengganti nama Soekarno yang diberikan pada berbagai tempat atau bangunan di Indonesia. Misalnya, Stadion Gelora Bung Karno diubah menjadi Stadion Utama Senayan, kota Soekarnopura (sebelumnya bernama Hollandia) diubah namanya menjadi Jayapura, dan Puncak Soekarno diubah namanya menjadi Puncak Jaya. Selain itu, pada saat Soekarno meninggal, keinginannya untuk dikebumikan di Istana Batu Tulis, Bogor tidak dipenuhi oleh pemerintah. Sebaliknya, Soekarno dikebumikan di Blitar, tempat tinggal kedua orang tua beserta kakaknya, Ibu Wardojo.

Upaya-upaya lain yang lebih fundamental dilakukan dengan memperkecil peranan Soekarno dalam mencetuskan Pancasila serta tanggal kelahiran pemikiran yang kemudian dijadikan ideologi nasional pada 1 Juni 1945. Nugroho Notosusanto, yang merupakan sejarawan resmi Orde Baru dan yang sangat dekat dengan militer, mengajukan pendapat bahwa tokoh utama yang mencetuskan Pancasila bukanlah Bung Karno, melainkan Mr. Mohammad Yamin, pada tanggal 29 Mei 1945. Pendapat resmi inilah yang selalu dipegang selama masa Orde Baru, dan dicoba ditanamkan lewat program P-4.

Pranala luar