Surau: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Minangkabaumosque.jpg|thumb|Di Minangkabau, letak masjid biasanya berdampingan dengan surau. Lokasi foto diambil berada di [[Pangkalan Koto Baru, Lima Puluh Kota|Pangkalan Koto Baru]] sekitar tahun 1900-an.]]
[[Berkas:Minangkabaumosque.jpg|thumb|250px|Di Minangkabau, letak masjid biasanya berdampingan dengan surau. Lokasi foto diambil berada di [[Pangkalan Koto Baru, Lima Puluh Kota|Pangkalan Koto Baru]] sekitar tahun 1900-an.]]


Di beberapa daerah di [[Sumatera]] dan [[Semenanjung Malaya]], '''surau''' merujuk pada bangunan tempat ibadah yang digunakan oleh umat Islam. Fungsinya hampir sama dengan [[masjid]] yakni sebagai pusat kegiatan keagamaan masyarakat dan pendidikan dasar keislaman. Akan tetapi, karena bangunannya yang relatif kecil dari masjid, surau biasanya tidak digunakan untuk pelaksanaan [[salat Jumat]] dan [[salat Ied]]. Di [[Minangkabau]], surau kebanyakan lebih dikhususkan sebagai lembaga pendidikan dikarenakan letaknya yang berdampingan dengan masjid.
Di beberapa daerah di [[Sumatera]] dan [[Semenanjung Malaya]], '''surau''' merujuk pada bangunan tempat ibadah yang digunakan oleh umat Islam. Fungsinya hampir sama dengan [[masjid]] yakni sebagai pusat kegiatan keagamaan masyarakat dan pendidikan dasar keislaman. Akan tetapi, karena bangunannya yang relatif kecil dari masjid, surau biasanya tidak digunakan untuk pelaksanaan [[salat Jumat]] dan [[salat Ied]]. Di [[Minangkabau]], surau kebanyakan lebih dikhususkan sebagai lembaga pendidikan dikarenakan letaknya yang berdampingan dengan masjid.

Revisi per 21 Juni 2013 09.23

Di Minangkabau, letak masjid biasanya berdampingan dengan surau. Lokasi foto diambil berada di Pangkalan Koto Baru sekitar tahun 1900-an.

Di beberapa daerah di Sumatera dan Semenanjung Malaya, surau merujuk pada bangunan tempat ibadah yang digunakan oleh umat Islam. Fungsinya hampir sama dengan masjid yakni sebagai pusat kegiatan keagamaan masyarakat dan pendidikan dasar keislaman. Akan tetapi, karena bangunannya yang relatif kecil dari masjid, surau biasanya tidak digunakan untuk pelaksanaan salat Jumat dan salat Ied. Di Minangkabau, surau kebanyakan lebih dikhususkan sebagai lembaga pendidikan dikarenakan letaknya yang berdampingan dengan masjid.

Istilah surau sudah dikenal di Minangkabau jauh sebelum kedatangan Islam.[1] A.A. Navis menggambarkan, surau merupakan tempat berkumpulnya anak laki-laki yang sudah akil baligh untuk tidur di malam hari[a] dan menekuni bermacam ilmu dan keterampilan.[2][3] Fungsi ini tidak berubah setelah kedatangan Islam, tetapi diperluas menjadi tempat ibadah dan penyebaran ilmu keislaman.[4] Menurut cendekiawan Islam Azyumardi Azra, kedudukan surau di Minangkabau serupa dengan pesantren di Jawa. Namun, setelah kemerdekaan eksistensi surau di Minangkabau berangsur surut karena lembaga pendidikan Islam di Indonesia harus tunduk pada aturan pemerintah.[5]

Di Malaysia, perbedaan fungsi antara surau dengan masjid tidak begitu jelas. Untuk tujuan administratif, surau dibedakan menjadi surau besar dan surau kecil. Meskipun fungsinya hampir sama dengan masjid di Indonesia, surau besar biasanya mempunyai fungsionaris keagamaan lebih lengkap. Akan tetapi, surau besar pada umumnya tidak dimaksudkan sebagai lembaga pendidikan Islam. Sebaliknya, surau kecil biasanya juga difungsikan sebagai tempat memberikan pelajaran dasar agama.

Catatan kaki

Keterangan
  1. ^ Menurut ketentuan adat di Minangkabau, laki-laki dianggap memalukan bila masih tidur di rumah orang tua mereka atau istri yang ia ceraikan sehingga mereka diharuskan tidur di surau.
Daftar pustaka
  1. ^ Dobbin, Cristine (1971). Islam Revivalism In Minangkabau At The Turn Of The 19th Century. Cambrage university Press. Hal. 120.
  2. ^ Sidi, Gazalba (1982). Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Ummirda. Hal. 314.
  3. ^ Dobbin, Cristine (1992). Kebangkitan Islam Dalam Ekonomi Petani yang Sedang Berubah: Sumatera Tengah 1784-1847. Terj. Lilian D. Tedjasukandhana. Jakarta: INIS. Hal. 142.
  4. ^ Azra, Azyumardi (1985). Surau Di Tengah Krisis: Pesantren Dalam Prespektif Masyarakat. Jakarta: PM3. Hal. 156.
  5. ^ Azra, Azyumardi ( 1999). Pemikiran Islam Tradisi dan Modernitas Menuju Milinium Baru. Ciputat: Logos.