Seno Gumira Ajidarma: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
perbaikan kotak info
EmausBot (bicara | kontrib)
k Bot: Migrasi 4 pranala interwiki, karena telah disediakan oleh Wikidata pada item d:Q1061805
Baris 75: Baris 75:


[[Kategori:Penulis Indonesia]]
[[Kategori:Penulis Indonesia]]

[[en:Seno Gumira Ajidarma]]
[[jv:Seno Gumira Ajidarma]]
[[ko:세노 구미라 아지다르마]]
[[pt:Seno Gumira Ajidarma]]

Revisi per 5 April 2013 01.23

Seno Gumira Ajidarma
Berkas:Seno gumira.jpg
PekerjaanPenulis, Fotografer, Kritikus Film Indonesia
KebangsaanIndonesia Indonesia
PasanganIkke Susilowati [1]
AnakTimur Angin [1]
KerabatProf. Dr. MSA Sastroamidjojo (Ayah) dr. Poestika Kusuma Sujana (ibu)[1]

Seno Gumira Ajidarma (lahir 19 Juni 1958) [2] adalah penulis dari generasi baru di sastra Indonesia. Beberapa buku karyanya adalah Atas Nama Malam, Wisanggeni—Sang Buronan, Sepotong Senja untuk Pacarku, Biola tak berdawai, Kitab Omong Kosong, Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi, dan Negeri Senja.

Dia juga terkenal karena dia menulis tentang situasi di Timor Timur tempo dulu. Tulisannya tentang Timor-Timur dituangkan dalam trilogi buku Saksi Mata (kumpulan cerpen), Jazz, Parfum, dan Insiden (roman), dan Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara (kumpulan esai).

Perjalanan Hidup

Seno Gumira Ajidarma adalah putra dari Prof. Dr. MSA Sastroamidjojo, seorang guru besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada [3]. Tapi, lain ayah, lain pula si anak. Seno Gumira Ajidarma bertolak belakang dengan pemikiran sang ayah.

Setelah lulus SMP, Seno tidak mau melanjutkan sekolah. Terpengaruh cerita petualangan Old Shatterhand di rimba suku Apache, karya pengarang asal Jerman Karl May, dia pun mengembara mencari pengalaman. Seperti di film-film: ceritanya seru, menyeberang sungai, naik kuda, dengan sepatu mocasin, sepatu model boot yang ada bulu-bulunya. Selama tiga bulan, ia mengembara di Jawa Barat, lalu ke Sumatera. Sampai akhirnya jadi buruh pabrik kerupuk di Medan. Karena kehabisan uang, dia meminta uang kepada ibunya. Tapi, ibunya mengirim tiket untuk pulang. Maka, Seno pulang dan meneruskan sekolah.

Ketika SMA, ia sengaja memilih SMA yang boleh tidak pakai seragam. Komunitas yang dipilih sesuai dengan jiwanya. Bukan teman-teman di lingkungan elite perumahan dosen Bulaksumur (UGM), rumah orangtuanya. Tapi, komunitas anak-anak jalanan yang suka tawuran dan ngebut di Malioboro.Dia juga ikut teater Alam pimpinan Azwar A.N selama 2 tahun.

Tertarik puisi-puisi karya Remy Sylado di majalah Aktuil Bandung, Seno pun mengirimkan puisi-puisinya dan dimuat. Teman-teman Seno mengatakan Seno sebagai penyair kontemporer. Seno tertantang untuk mengirim puisinya ke majalah sastra Horison.Kemudian Seno menulis cerpen dan esai tentang teater.

Pada usia 19 tahun, Seno bekerja sebagai wartawan, menikah, dan di tahun itu juga Seno masuk Institut Kesenian Jakarta, jurusan sinematografi. [3]

Dia menjadi seniman karena terinspirasi oleh Rendra yang santai, bisa bicara, hura-hura, nyentrik, rambut boleh gondrong.

Sampai saat ini Seno telah menghasilkan puluhan cerpen yang dimuat di beberapa media massa. Cerpennya Pelajaran Mengarang terpilih sebagai cerpen terbaik Kompas 1993. Buku kumpulan cerpennya, antara lain: Manusia Kamar (1988), Penembak Misterius (1993), Saksi Mata (l994), Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi (1995), Sebuah Pertanyaan untuk Cinta (1996), Iblis Tidak Pernah Mati (1999). Karya lain berupa novel Matinya Seorang Penari Telanjang[ (2000). Pada tahun 1987, Seno mendapat Sea Write Award. Berkat cerpennya Saksi Mata, Seno memperoleh Dinny O’Hearn Prize for Literary, 1997.

Kesibukan Seno sekarang adalah membaca, menulis, memotret, jalan-jalan, selain bekerja di Pusat Dokumentasi Jakarta-Jakarta. [4] Juga kini ia membuat komik. Baru saja ia membuat teater.

Pendidikan Formal

  • 1994 – Sarjana, Fakultas Film & Televisi, Institut Kesenian Jakarta
  • 2000 – Magister Ilmu Filsafat, Universitas Indonesia
  • 2005 – Doktor Ilmu Sastra, Universitas Indonesia

Penghargaan yang pernah di peroleh, antara lain

  • 1987 – SEA Write Award
  • 1997 – Dinny O’Hearn Prize for Literary
  • 2005 – Khatulistiwa Literary Award
  • 2012 – Ahmad Bakrie Award (tapi dia menolak) [5]

Rujukan

Pranala luar