Lembaga Pemasyarakatan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
-iNu- (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
rev
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Logo_Lapas.jpg|thumb|left|Logo Lembaga Pemasyarakatan]]
[[Berkas:Logo_Lapas.png|thumb|left|Logo Lembaga Pemasyarakatan]]
'''Lembaga Pemasyarakatan''' (disingkat '''LP''' atau '''LAPAS''') adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap [[narapidana]] dan [[anak didik pemasyarakatan]] di [[Indonesia]]. Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia, tempat tersebut di sebut dengan istilah [[penjara]]. Lembaga Pemasyarakatan merupakan [[Unit Pelaksana Teknis]] di bawah [[Direktorat Jenderal Pemasyarakatan]] [[Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia|Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]] (dahulu Departemen Kehakiman). Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa [[narapidana]] (napi) atau [[Warga Binaan Pemasyarakatan]] (WBP) bisa juga yang statusnya masih [[tahanan]], maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh [[hakim]]. Pegawai negeri sipil yang menangangi pembinaan narapidana dan tahanan di lembaga pemasyarakatan di sebut dengan [[Petugas Pemasyarakatan]], atau dahulu lebih di kenal dengan istilah [[sipir]] [[penjara]]. Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman [[Sahardjo]] pada tahun [[1962]], dimana disebutkan bahwa tugas jawatan kepenjaraan bukan hanya melaksanakan hukuman, namun tugas yang jauh lebih berat adalah mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam masyarakat. Pada tahun [[2005]], jumlah penghuni LP di Indonesia mencapai 97.671 orang, lebih besar dari kapasitas hunian yang hanya untuk 68.141 orang. Maraknya peredaran [[narkoba]] di Indonesia juga salah satu penyebab terjadinya over kapasitas pada tingkat hunian LAPAS.
'''Lembaga Pemasyarakatan''' (disingkat '''LP''' atau '''LAPAS''') adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap [[narapidana]] dan [[anak didik pemasyarakatan]] di [[Indonesia]]. Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia, tempat tersebut di sebut dengan istilah [[penjara]]. Lembaga Pemasyarakatan merupakan [[Unit Pelaksana Teknis]] di bawah [[Direktorat Jenderal Pemasyarakatan]] [[Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia|Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]] (dahulu Departemen Kehakiman). Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa [[narapidana]] (napi) atau [[Warga Binaan Pemasyarakatan]] (WBP) bisa juga yang statusnya masih [[tahanan]], maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh [[hakim]]. Pegawai negeri sipil yang menangangi pembinaan narapidana dan tahanan di lembaga pemasyarakatan di sebut dengan [[Petugas Pemasyarakatan]], atau dahulu lebih di kenal dengan istilah [[sipir]] [[penjara]]. Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman [[Sahardjo]] pada tahun [[1962]], dimana disebutkan bahwa tugas jawatan kepenjaraan bukan hanya melaksanakan hukuman, namun tugas yang jauh lebih berat adalah mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam masyarakat. Pada tahun [[2005]], jumlah penghuni LP di Indonesia mencapai 97.671 orang, lebih besar dari kapasitas hunian yang hanya untuk 68.141 orang. Maraknya peredaran [[narkoba]] di Indonesia juga salah satu penyebab terjadinya over kapasitas pada tingkat hunian LAPAS.



Revisi per 12 November 2012 11.59

Logo Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP atau LAPAS) adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia, tempat tersebut di sebut dengan istilah penjara. Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa narapidana (napi) atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim. Pegawai negeri sipil yang menangangi pembinaan narapidana dan tahanan di lembaga pemasyarakatan di sebut dengan Petugas Pemasyarakatan, atau dahulu lebih di kenal dengan istilah sipir penjara. Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman Sahardjo pada tahun 1962, dimana disebutkan bahwa tugas jawatan kepenjaraan bukan hanya melaksanakan hukuman, namun tugas yang jauh lebih berat adalah mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam masyarakat. Pada tahun 2005, jumlah penghuni LP di Indonesia mencapai 97.671 orang, lebih besar dari kapasitas hunian yang hanya untuk 68.141 orang. Maraknya peredaran narkoba di Indonesia juga salah satu penyebab terjadinya over kapasitas pada tingkat hunian LAPAS.

Kritik

Lembaga Pemasyarakatan mendapat kritik atas perlakuan terhadap para narapidana. Pada tahun 2006, hampir 10% diantaranya meninggal dalam lapas. Sebagian besar napi yang meninggal karena telah menderita sakit sebelum masuk penjara, dan ketika dalam penjara kondisi kesehatan mereka semakin parah karena kurangnya perawatan, rendahnya gizi makanan, serta buruknya sanitasi dalam lingkungan penjara. Lapas juga disorot menghadapi persoalan beredarnya obat-obatan terlarang di kalangan napi dan tahanan, serta kelebihan penghuni.

Namun kebalikan dari hal tersebut di atas, pada awal tahun 2010 terkuak kasus narapidana bernama Arthalita Suryani yang menjalani masa hukumannya di blok anggrek Rutan Pondok Bambu, Jakarta yang memiliki ruang karaoke pribadi dalam sel kurungannya berikut fasilitas pendingin udara (AC) dan dilengkapi kulkas beserta 1 set komputer jaringan guna memudahkan aktifitasnya mengontrol kegiatannya di luar rutan melalui internet. Sungguh kenyataan yang amat ironis.[1]

Lihat pula

Referensi

  • Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
  • Fokus: Mengantar Maut di Lembaga Pemasyarakatan. Harian Kompas tanggal 21 April 2007.

Catatan

  1. ^ Hotel Arthalita