Prasasti Ciaruteun: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Wie146 (bicara | kontrib)
Wie146 (bicara | kontrib)
k →‎Lokasi: typo
Baris 7: Baris 7:
Tempat ditemukannya prasasti ini merupakan bukit ([[bahasa Sunda]]: ''pasir'') yang diapit oleh tiga sungai: [[Ci Sadane]], [[Ci Anten]] dan [[Ci Aruteun]]. Sampai [[abad ke-19]], tempat ini masih dilaporkan sebagai Pasir Muara, yang termasuk dalam tanah swasta Tjampéa (= Ciampea, namun sekarang termasuk wilayah [[Cibungbulang, Bogor|Kecamatan Cibungbulang]]).
Tempat ditemukannya prasasti ini merupakan bukit ([[bahasa Sunda]]: ''pasir'') yang diapit oleh tiga sungai: [[Ci Sadane]], [[Ci Anten]] dan [[Ci Aruteun]]. Sampai [[abad ke-19]], tempat ini masih dilaporkan sebagai Pasir Muara, yang termasuk dalam tanah swasta Tjampéa (= Ciampea, namun sekarang termasuk wilayah [[Cibungbulang, Bogor|Kecamatan Cibungbulang]]).


Menurut ''[[Pustaka Rajya-rajya i Bhumi Nusantara]]'' parwa 2, sarga 3, halaman 161 disebutkan bahwa Tarumanagara mempunya ''rajamandala'' (wilayah bawahan) yang dinamai "Pasir Muhara".
Menurut ''[[Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara]]'' parwa 2, sarga 3, halaman 161 disebutkan bahwa Tarumanagara mempunya ''rajamandala'' (wilayah bawahan) yang dinamai "Pasir Muhara".


== Penemuan ==
== Penemuan ==

Revisi per 8 September 2012 15.12

Berkas:Prasasticiaruteun.jpg
Salinan gambar prasasti Ciaruteun dari buku The Sunda Kingdom of West Java From Tarumanagara to Pakuan Pajajaran with the Royal Center of Bogor.

Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan di tepi sungai Ciaruteun, tidak jauh dari sungai Ci Sadane, Bogor. Prasasti tersebut merupakan peninggalan kerajaan Tarumanagara.

Lokasi

Prasasti Ciaruteun terletak di Desa Ciaruteun Ilir, kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor; tepatnya pada koordinat 6°31’23,6” LS dan 106°41’28,2” BT.

Tempat ditemukannya prasasti ini merupakan bukit (bahasa Sunda: pasir) yang diapit oleh tiga sungai: Ci Sadane, Ci Anten dan Ci Aruteun. Sampai abad ke-19, tempat ini masih dilaporkan sebagai Pasir Muara, yang termasuk dalam tanah swasta Tjampéa (= Ciampea, namun sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang).

Menurut Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara parwa 2, sarga 3, halaman 161 disebutkan bahwa Tarumanagara mempunya rajamandala (wilayah bawahan) yang dinamai "Pasir Muhara".

Penemuan

Prasasti Ciaruteun di Museum Sejarah Jakarta.

Prasasti Ciaruteun dilaporkan oleh pemimpin Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (sekarang Museum Nasional) pada tahun 1863. Akibat banjir besar pada tahun 1893 batu prasasti ini terhanyutkan beberapa meter ke hilir dan bagian batu yang bertulisan menjadi terbalik posisinya ke bawah. Kemudian pada tahun 1903 prasasti ini dipindahkan ke tempat semula. Pada tahun 1981 Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengangkat dan memindahkan prasasti batu ini agar tidak terulang terseret banjir.

Bahan

Prasasti Ciaruteun dibuat dari batu alam.

Isi

Prasasti Ciaruteun bergoreskan aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka bahasa Sanskerta dengan metrum Anustubh yang terdiri dari tiga baris dan pada bagian bawah tulisan terdapat pahatan gambar umbi dan sulur-suluran (pilin), sepasang telapak kaki dan laba-laba.

Teks:

vikkrantasyavanipat eh
srimatah purnnavarmmanah
tarumanagarendrasya
visnoriva padadvayam

Terjemahan:
“Inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki Dewa Wisnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia sang Purnnawamman, raja di negri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”.

Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tempat ditemukannya prasasti tersebut. Hal ini berarti menegaskan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan Dewa Wisnu maka dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat

Lihat pula

Rujukan

  1. H.P. Hoepermans “Hindoe-Oudheden van Java (1864}” ROD 1913:75
  2. J.F.G. Brumund “Bijdragen tot de kennis van het Hindoeisme op Java” VBG XXXIII 1868:64
  3. A.B. Cohen Stuart “Heilige Voetsporen op Java” BKI 3(X) juga dalam bahasa Inggris berjudul: “Sacred Footprints in Java” Indian Antiquary IV. 1875:355-dst
  4. D. bvan Hinloopen Labberton “Ueber di Bedeutung der Spinne in der Indischen Literatuur” Zeitschrift der Deutschen Morgenlandischen Gesselschaft. 66. 1912:601
  5. H. Kern “Over de Sanskrit-Opschriften van Jambu (Batavia) (± 450 A.D), Verspreide Geschriften VII. 1917:4-5.
  6. J.Ph. Vogel “the Earliest Sanskrit Inscription of Java” POD. I. 1925:21-24. Plate 28-29
  7. N.J. Krom “Inventaris der Hindoe-oudheden” ROD. 1914, 1915:30 (di dalam keterangan atau catatan nomor 61)
  8. R.M.Ng. Poerbatjaraka Riwayat Indonesia I 1952:12
  9. L.Ch. Damais “Les Ecritures d’Origine Indienne en Indonesie et dans le Sud-Est Asiatique Continental” BSEI. XXX(4). L955:365-382. Khususnya prasasti Ciaruteun.
  10. Bambang Soemadio (et al. editor) Sejarah Nasional Indonesia II, Jaman Kuna. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1975:39-40; 1984:40


6°31′23.6″S 106°41′28.2″E / 6.523222°S 106.691167°E / -6.523222; 106.691167