Teori pikiran: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Sulhan (bicara | kontrib)
Sinkronisasi dengan en:Theory of mind rev. 2012-05-07 09:52:22.
Botrie (bicara | kontrib)
k Robot: Perubahan kosmetika
Baris 16: Baris 16:
Walaupun ada pendekatan [[filsafat|filosofi]] terhadap masalah yang diangkat dalam diskusi ini, teori [[pikiran]] dalam hal ini berbeda dari [[filsafat pikiran]].
Walaupun ada pendekatan [[filsafat|filosofi]] terhadap masalah yang diangkat dalam diskusi ini, teori [[pikiran]] dalam hal ini berbeda dari [[filsafat pikiran]].


==Mendefinisikan teori pikiran==
== Mendefinisikan teori pikiran ==


Teori pikiran adalah sebuah [[teori]] bahwa pikiran tidak dapat langsung diobservasi.
Teori pikiran adalah sebuah [[teori]] bahwa pikiran tidak dapat langsung diobservasi.
Baris 108: Baris 108:
</ref>
</ref>


==Akar filosofi==
== Akar filosofi ==


Diskusi kontemporer mengenai TP berakar dari debat filosifis - secara luas, dari saat Descartes "''Second Meditation''", yang membuat dasar untuk mempertimbangkan sains dari pikiran.
Diskusi kontemporer mengenai TP berakar dari debat filosifis - secara luas, dari saat Descartes "''Second Meditation''", yang membuat dasar untuk mempertimbangkan sains dari pikiran.
Baris 146: Baris 146:
</ref>
</ref>


==Perkembangan Teori pikiran==
== Perkembangan Teori pikiran ==


Penelitian dimana hewan mampu mengatribusikan pengetahuan dan keadaan mental terhadap hewan lain, sebagaimana pada manusia kemampuan [[ontogeni]] dan [[filogenetis|filogeni]] berkembang, telah mengidentifikasi sejumlah perilaku awal terhadap teori pikiran.
Penelitian dimana hewan mampu mengatribusikan pengetahuan dan keadaan mental terhadap hewan lain, sebagaimana pada manusia kemampuan [[ontogeni]] dan [[filogenetis|filogeni]] berkembang, telah mengidentifikasi sejumlah perilaku awal terhadap teori pikiran.
Baris 250: Baris 250:
Horowitz menjelaskan bahwa keadaan psikologis yang tepat mengenai imitasi adalah tidak jelas dan tidak dapat, secara sendirinya, digunakan untuk mengambil kesimpulan tentang keadaan mental manusia.
Horowitz menjelaskan bahwa keadaan psikologis yang tepat mengenai imitasi adalah tidak jelas dan tidak dapat, secara sendirinya, digunakan untuk mengambil kesimpulan tentang keadaan mental manusia.


==Investigasi empiris==
== Investigasi empiris ==


Apakah anak yang lebih muda dari 3 atau 4 tahun mungkin memiliki teori pikiran adalah suatu topik debat antara para peneliti.
Apakah anak yang lebih muda dari 3 atau 4 tahun mungkin memiliki teori pikiran adalah suatu topik debat antara para peneliti.
Baris 256: Baris 256:
Pekerjaan-pekerjaan yang digunakan dalam penelitian terhadap teori pikiran harus memperhatikan [[umwelt]] -- kata dari bahasa Jerman ''Umwelt'' yang berarti "lingkungan" atau "dunia sekitar") -- dari anak-anak pra-verbal.
Pekerjaan-pekerjaan yang digunakan dalam penelitian terhadap teori pikiran harus memperhatikan [[umwelt]] -- kata dari bahasa Jerman ''Umwelt'' yang berarti "lingkungan" atau "dunia sekitar") -- dari anak-anak pra-verbal.


==Pengujian Kepercayaan-keliru==
== Pengujian Kepercayaan-keliru ==


Salah satu tonggak penting dalam perkembangan teori pikiran adalah memperoleh kemampuan untuk mengatribusikan ''kepercayaan keliru'': yaitu, untuk mengenali bahwa orang lain memiliki kepercayaan tentang dunia yang berbeda.
Salah satu tonggak penting dalam perkembangan teori pikiran adalah memperoleh kemampuan untuk mengatribusikan ''kepercayaan keliru'': yaitu, untuk mengenali bahwa orang lain memiliki kepercayaan tentang dunia yang berbeda.
Baris 284: Baris 284:
Supaya lulus dari pengujian, anak harus dapat memahami bahwa representasi mental orang lain terhadap situasi adalah berbeda dari milik mereka sendiri, dan si anak harus dapat memprediksi perilaku berdasarkan pemahaman tersebut.
Supaya lulus dari pengujian, anak harus dapat memahami bahwa representasi mental orang lain terhadap situasi adalah berbeda dari milik mereka sendiri, dan si anak harus dapat memprediksi perilaku berdasarkan pemahaman tersebut.
Hasil dari penelitian berdasarkan pengujian kepercayaan-keliru secara wajar konsisten: kebanyakan anak yang berkembang normal tidak lulus tes sampai pada umur sekitar empat tahun. (Terutama, bila kebanyakan anak-anak, termasuk mereka dengan [[Sindrom Down]], mampu lulus dalam tes ini, dalam salah satu pengujian, 80% dari anak-anak yang didiagnosa dengan [[autisme]] tidak ''mampu'' melakukan hal tersebut.)
Hasil dari penelitian berdasarkan pengujian kepercayaan-keliru secara wajar konsisten: kebanyakan anak yang berkembang normal tidak lulus tes sampai pada umur sekitar empat tahun. (Terutama, bila kebanyakan anak-anak, termasuk mereka dengan [[Sindrom Down]], mampu lulus dalam tes ini, dalam salah satu pengujian, 80% dari anak-anak yang didiagnosa dengan [[autisme]] tidak ''mampu'' melakukan hal tersebut.)
<ref name= "Baron-Cohen, Frith">
<ref name="Baron-Cohen, Frith">
{{cite journal
{{cite journal
|author=Baron-Cohen S, Leslie AM, Frith U
|author=Baron-Cohen S, Leslie AM, Frith U
Baris 374: Baris 374:
</ref>
</ref>


==Gangguan teori pikiran==
== Gangguan teori pikiran ==


Gangguan teori pikiran menjelaskan kesulitan yang dimiliki seseorang dalam memperoleh perspektif.
Gangguan teori pikiran menjelaskan kesulitan yang dimiliki seseorang dalam memperoleh perspektif.
Baris 458: Baris 458:
}}</ref>
}}</ref>


==Mekanisme Otak==
== Mekanisme Otak ==


=== Dalam perkembangan manusia secara khususnya ===
=== Dalam perkembangan manusia secara khususnya ===
Baris 772: Baris 772:
</ref>
</ref>


===Dalam autisme===
=== Dalam autisme ===


Beberapa penelitian citrasaraf telah melihat gangguan saraf dasar pada teori pikiran pada subjek dengan [[Sindrom asperger]] dan [[high-functioning autism]] (HFA).
Beberapa penelitian citrasaraf telah melihat gangguan saraf dasar pada teori pikiran pada subjek dengan [[Sindrom asperger]] dan [[high-functioning autism]] (HFA).
Baris 915: Baris 915:
}}</ref>
}}</ref>


==Teori pikiran pada selain-manusia==
== Teori pikiran pada selain-manusia ==


Seperti pada judul artikel Premack dan Woodruf tahun 1978 "''Does the chimpanzee have a theori of mind?''" (Apakah simpanse memiliki teori pikiran?) mengindikasikan, adalah hal penting juga untuk mempertanyakan jika hewan lain selain manusia memiliki suatu [[genetika|genetik]] bawaan dan lingkungan [[psikologi sosial|sosial]] yang membuat mereka memperoleh teori pikiran dengan cara yang sama pada anak manusia lakukan.
Seperti pada judul artikel Premack dan Woodruf tahun 1978 "''Does the chimpanzee have a theori of mind?''" (Apakah simpanse memiliki teori pikiran?) mengindikasikan, adalah hal penting juga untuk mempertanyakan jika hewan lain selain manusia memiliki suatu [[genetika|genetik]] bawaan dan lingkungan [[psikologi sosial|sosial]] yang membuat mereka memperoleh teori pikiran dengan cara yang sama pada anak manusia lakukan.
Baris 1.021: Baris 1.021:
{{col-end}}
{{col-end}}


==Catatan==
== Catatan ==


{{reflist|2}}
{{reflist|2}}


==Referensi==
== Referensi ==


*Excerpts taken from: Davis, E. (2007) Mental Verbs in Nicaraguan Sign Language and the Role of Language in Theory of Mind. Undergraduate senior thesis, Barnard College, Columbia University.
*Excerpts taken from: Davis, E. (2007) Mental Verbs in Nicaraguan Sign Language and the Role of Language in Theory of Mind. Undergraduate senior thesis, Barnard College, Columbia University.


==Tautan luar==
== Tautan luar ==


{{Wikibooks|Consciousness}}
{{Wikibooks|Consciousness}}
Baris 1.042: Baris 1.042:


{{DEFAULTSORT:Theory Of Mind}}
{{DEFAULTSORT:Theory Of Mind}}

[[Category:Cognitive science]]
[[Kategori:Cognitive science]]
[[Category:Theories of mind]]
[[Kategori:Theories of mind]]
[[Kategori:Teori]]
[[Kategori:Teori]]



Revisi per 30 Mei 2012 01.45

Teori pikiran (TP) adalah kemampuan untuk menghubungkan keadaan mental - kepercayaan, intensi, hasrat, berpura-pura, pengetahuan, dll. - dari diri sendiri dan orang lain dan untuk memahami bahwa orang lain memiliki kepercayaan, keinginan dan intensi yang berbeda dari diri kita sendiri.[1] Walaupun ada pendekatan filosofi terhadap masalah yang diangkat dalam diskusi ini, teori pikiran dalam hal ini berbeda dari filsafat pikiran.

Mendefinisikan teori pikiran

Teori pikiran adalah sebuah teori bahwa pikiran tidak dapat langsung diobservasi. [1] Anggapan bahwa orang lain memiliki suatu pikiran diistilahkan teori pikiran karena setiap manusia hanya dapat mengintuisi keberadaan dari pikirannya sendiri lewat introspeksi, dan tidak ada orang lain yang memiliki akses langsung terhadap pikiran orang lain. Secara tipikal diasumsikan bahwa orang lain memiliki pikiran dengan analogi yang seseorang miliki, dan berdasarkan interaksi sosial alami timbal-balik, sebagaimana yang diobservasi dalam atensi bersama, [2] penggunaan fungsi bahasa, [3] dan memahami emosi dan aksi orang lain. [4] Memiliki teori pikiran membuat seseorang mengatribusikan pemikiran, hasrat, dan intensi kepada orang lain, untuk memperkirakan atau menjelaskan aksi mereka, dan untuk menempatkan intensi mereka. Dalam arti aslinya, ia membuat seseorang untuk memahami bahwa keadaan mental dapat menjadi penyebab - yang digunakan untuk menjelaskan dan memperkirakan - perilaku orang lain. [1] Kemampuan mengatribusikan keadaan mental terhadap orang lain dan memahaminya sebagai penyebab perilaku menandakan, sebagian, bahwa seseorang harus dapat memahami pikiran sebagai "pembangkit representasi". [5] [6] Jika seseorang tidak memiliki teori pikiran yang komplit ia mungkin menandakan gangguan kognitif atau perkembangan.

Teori pikiran muncul sebagai potensi kemampuan lahiriah pada manusia, tapi membutuhkan pengalaman sosial dan lainnya selama beberapa tahun sampai menghasilkan sesuatu. Orang yang berbeda bisa saja membentuk teori pikiran yang lebih, atau kurang, efektif. Empati adalah konsep yang berkaitan, yang berarti mengenali dan memahami teori pikiran lewat pengalaman, termasuk kepercayaan, hasrat dan terkadang emosi orang lain, sering dikarakterkan sebagai kemampuan untuk "menempatkan diri sendiri di posisi orang lain." Kajian terbaru dari neuro etologis perilaku hewan, menyarankan bahkan tikus mungkin memperlihatkan kemampuan etikal atau empati. [7]

Teori perkembangan kognitif Neo-Piagetian menyatakan bahwa teori pikiran adalah hasil dari kemampuan hiperkognitif yang luas dari pikiran manusia untuk mencatat, memonitor, dan merepresentasikan fungsinya sendiri. [8]

Penelitian terhadap teori pikiran dalam sejumlah populasi yang berbeda (manusia dan hewan, orang dewasa dan anak-anak, perkembangan secara normal dan tidak-khusus) telah tumbuh secara cepat dalam 30 tahun terakhir sejak tulisan Premack dan Woodruff, "Does the chimpanzee have a theory of mind?" (Apakah simpanse memiliki teori pikiran?), [1] telah memiliki teori-teori tentang teori pikiran. Munculnya bidang ilmu neurosains sosial juga telah memulai mengawali debat ini, dengan membayangkan manusia yang sedang melakukan pekerjaan mengharapkan pemahaman dari suatu intensi, kepercayaan atau keadaan mental orang lain.

Laporan alternatif dari teori pikiran dibawakan oleh instrumental psikologi dan memberikan bukti penting empiris bagi fungsi perspektif pembawaan dan empati. Pendekatan instrumental yang paling berkembang dikembangkan dalam penelitian mengenai relasi respon turunan dan digolongkan dalam apa yang disebut, "Teori Kerangka Rasional." Menurut pandangan tersebut empati dan perspektif bawaan terdiri dari suatu set kompleks dari kemampuan relasional turunan berdasarkan pada pembelajaran terhadap diskriminasi dan respon secara verbal ke relasi yang lebih komplek antara diri sendiri, orang lain, tempat, dan waktu, dan transformasi fungsi lewat relasi yang telah terhubung. [9] [10]

Akar filosofi

Diskusi kontemporer mengenai TP berakar dari debat filosifis - secara luas, dari saat Descartes "Second Meditation", yang membuat dasar untuk mempertimbangkan sains dari pikiran. Yang paling menonjol saat sekarang adalah dua pendekatan berlawanan, dalam literatur filsafat, terhadap teori pikiran: teori-teori dan teori simulasi. Pendukung teori-teori membayangkan sebuah teori yang sesungguhnya - "psikologi tradisional" - yang digunakan untuk berpikir mengenai pikiran orang lain. Teori ini dikembangkan secara otomatis dan lahiriah, walau diinstansiasi lewat interaksi sosial. [11]

Di sisi lain, teori simulasi menyarankan TP bukanlah, pada intinya, teoritis. Dua jenis simulasi telah diajukan. [12] Versi pertama dari (Alvin Goldman menekankan bahwa seseorang harus mengenali keadaan mentalnya sendiri sebelum menganggap keadaan mental orang lain dengan simulasi. Versi kedua dari teori simulasi mengajukan bahwa setiap orang mengetahui pikiran dia dan orang lain lewat apa yang Robert Gordon [12] sebut sebagai logika "rutinitas mendaki", yang menjawab pertanyaan tentang keadaan mental dengan mengulang pertanyaan sebagai suatu metafisik. Sebagai contohnya, jika Zoe bertanya pada Pam, "Apakah kamu berpikir bahwa anjing itu ingin bermain denganmu?", Pam akan bertanya pada dirinya sendiri, "Apakah anjing itu mau bermain dengan saya?" untuk mengetahui respon dia sendiri. Pam dapat bertanya hal yang sama untuk menjawab pertanyaan dari apa yang Zoe mungkin pikirkan. Keduanya menyatakan bahwa orang secara umum memahami satu sama lain dengan mensimulasikan diri dalam posisi orang lain.

Salah satu perbedaan antara kedua teori yang telah mempengaruhi pertimbangan psikologis dari TP adalah bahwa teori-teori menjelaskan TP sebagai proses teoritis yang terpisah bahwa ia adalah fitur lahiriah, dimana teori simulasi mempotret TP sebagai sejenis pengetahuan yang membolehkan seseorang membuat suatu prediksi dari keadaan mental seseorang dengan menempatkan dirinya sendiri di dalam posisi orang lain dan mensimulasikannya. Teori-teori tersebut terus menginformasikan definisi dari teori pikiran dalam jantung investigasi ilmiah TP.

Akar filosofi dari Teori Kerangka Relasional (TKR) dari TP timbul dari kontekstual psikologi dan mengacu pada kajian organisme (manusia dan bukan manusia) berinteraksi dalam dan dengan konteks situasi sekarang dan historis. Ia adalah suatu pendekatan berdasarkan pada kontekstualisme, suatu filosofi dimana setiap kejadian diinterpretasikan sebagai suatu aksi berkelanjutan tak terpisahkan dari konteks sekarang dan sejarahnya dan di mana pendekatan fungsional yang radikal terhadap kebenaran dan makna diadopsi. Sebagai variasi dari kontekstualisme, TKR fokus pada konstruksi pengetahuan praktis, ilmiah. Bentuk ilmiah dari psikologi kontekstual ini bersinonim dengan filosofi psikologi instrumental. [13]

Perkembangan Teori pikiran

Penelitian dimana hewan mampu mengatribusikan pengetahuan dan keadaan mental terhadap hewan lain, sebagaimana pada manusia kemampuan ontogeni dan filogeni berkembang, telah mengidentifikasi sejumlah perilaku awal terhadap teori pikiran. Memahami atensi, memahami intensi orang lain, dan pengalaman meniru orang lain adalah ciri khas dari teori pikiran yang bisa diobservasi lebih awal dalam perkembangan dari apa yang nantinya menjadi teori yang utuh. Dalam penelitian terhadap hewan selain-manusia dan manusia pra-verbal, secara khusus, para peneliti melihat keistimewaan perilaku-perilaku tersebut dalam membentuk interferensi mengenai pikiran.

Simon Baron-Cohen mengidentifikasi pemahaman atensi bayi terhadap orang lain, kemampuan sosial yang ditemukan pada umur 7 sampai 9 bulan, sebagai "prekursor kritikal" terhadap perkembangan teori pikiran. [2] Memahami atensi mengikutkan pemahaman bahwa melihat dapat diarahkan secara selektif sebagai atensi, bahwa yang melihat menilai objek yang terlihat sebagai "yang menarik", dan bahwa melihat dapat menyebabkan kepercayaan. Atensi dapat diarahkan dan dibagi dengan aksi menunjuk, perilaku atensi bersama yang membutuhkan mempertimbangkan keadaan mental orang lain, khususnya apakah seseorang mengenali suatu objek atau menemukannya menarik. Baron-Cohen menspekulasi bahwa kecenderungan untuk secara spontan menunjuk suatu objek dalam dunia sebagai suatu ketertarikan ("menunjuk proto-deklaratif") dan juga mengapresiasikan atensi yang diarahkan dan ketertarikan orang lain mungkin saja mendasari motif di balik semua komunikasi manusia. [2]

Memahami intensi orang lain adalah prekursor kritikal lain untuk memahami pikiran orang lain karena secara intensionalitas, atau "mengenai", adalah suatu fitur fundamental dari keadaan mental dan kejadian. "Kedudukan intensional" telah diartikan oleh Daniel Dennet [14] sebagai suatu pemahaman bahwa aksi orang lain diarahkan oleh tujuan dan timbul dari hasrat dan keinginan tertentu. Anak 2 dan 3 tahun dapat membedakan saat penguji secara sengaja vs tak sengaja menandai suatu kotak sebagai umpan dengan stiker. [15] Bahkan pada awal ontogeni, Andrew N. Meltzoff menemukan bahwa bayi umur 18 bulan dapat melakukan manipulasi target yang mana penguji dewasa cobakan dan gagal, hal ini menyiratkan bayi dapat mewakili perilaku manipulasi-objek dari orang dewasa yang mengikutkan tujuan dan intensi. [16] Bila atribusi dari intensi (penandaan kotak) dan pengetahuan (pekerjaan kepercayaan-palsu) diinvestigasi pada manusia muda dan hewan selain-manusia untuk mendeteksi prekursor untuk teori pikiran, Gagliardi[siapa?] dkk. menunjukkan bahwa bahkan manusia dewasa tidak selalu berperilaku konsisten dengan perspektif atribusional. [17] Dalam percobaan, subjek manusia dewasa disuruh memilih wadah umpan yang dipandu oleh teman yang tidak dapat melihat (dan juga, tidak mengetahui) wadah mana yang menjadi umpan.

Penelitian terbaru pada psikologi perkembangan menyatakan bahwa kemampuan bayi untuk meniru orang lain berada pada asal mula teori pikiran dan pencapaian sosial-kognitif seperti memperoleh-perspektif dan empati. [18] Menurut Meltzoff, pemahaman lahiriah bayi bahwa orang lain adalah "seperti saya" membuatnya mengenali persamaan antara keadaan fisik dan mental yang ada pada orang lain dan yang dirasakan oleh diri sendiri. Sebagai contohnya, bayi menggunakan pengalamannya sendiri mengarahkan kepala/mata pada objek yang menarik untuk memahami pergerakan orang lain yang mengarah kepada objek, dimana, bahwa mereka akan secara umum menyertai terhadap objek yang menjadi perhatian atau kepentingan. Beberapa peneliti dalam disiplin perbandingan menolak menempatkan berat terlalu berlebihan pada imitasi sebagai prekursor kritikal terhadap perkembangan kemampuan sosial-kognitif manusia seperti mentalisasi dan berempati, khususnya jika imitasi yang sebenarnya tidak digunakan lagi oleh orang dewasa. Pengujian tentang imitasi oleh Alexandra Horowitz [19] menemukan bahwa orang dewasa meniru penguji mendemonstrasikan pekerjaan yang baru jauh lebih mirip daripada yang anak-anak lakukan. Horowitz menjelaskan bahwa keadaan psikologis yang tepat mengenai imitasi adalah tidak jelas dan tidak dapat, secara sendirinya, digunakan untuk mengambil kesimpulan tentang keadaan mental manusia.

Investigasi empiris

Apakah anak yang lebih muda dari 3 atau 4 tahun mungkin memiliki teori pikiran adalah suatu topik debat antara para peneliti. Ia merupakan pertanyaan yang menantang, dikarenakan sulitnya menilai bagaimana anak pra-linguistik memahami tentang orang lain dan dunia. Pekerjaan-pekerjaan yang digunakan dalam penelitian terhadap teori pikiran harus memperhatikan umwelt -- kata dari bahasa Jerman Umwelt yang berarti "lingkungan" atau "dunia sekitar") -- dari anak-anak pra-verbal.

Pengujian Kepercayaan-keliru

Salah satu tonggak penting dalam perkembangan teori pikiran adalah memperoleh kemampuan untuk mengatribusikan kepercayaan keliru: yaitu, untuk mengenali bahwa orang lain memiliki kepercayaan tentang dunia yang berbeda. Untuk melakukan hal ini, disarankan, seseorang harus memahami bagaimana pengetahuan terbentuk, bahwa kepercayaan seseorang didasarkan pada pengetahuan mereka, bahwa keadaan mental dapat berbeda secara realitas, dan bahwa perilaku orang dapat diprediksi dengan keadaan mentalnya. Berbagai versi dari pengujian kepercayaan-keliru telah berkembang, berdasarkan pada pengujian awal yang dilakukan oleh Wimmer dan Perner (1983). [20]

Dalam versi umum dari pengujian kepercayaan-keliru (sering disebut juga dengan Percobaan Sally-Anne), anak-anak diceritakan atau diperlihatkan suatu kisah yang mengikutkan dua karakter. Sebagai contohnya, anak diperlihat dua boneka, Sally dan Ane, yang masing-masing memiliki sebuah keranjang dan sebuah kotak. Sally juga memiliki sebuah kelereng, yang disimpannya di dalam keranjang, dan pergi untuk berjalan-jalan. Saat dia keluar dari ruangan, Anne mengambil kelereng dari keranjang, dan menyimpannya di dalam kotak. Sally kembali, dan kemudian anak-anak ditanya dimanakah Sally akan mencari kelereng. Anak akan lulus pengujian tersebut jika dia menjawab bahwa Sally akan melihat ke dalam keranjang, di mana dia menaruh kelereng; anak yang gagal dalam percobaan jika dia menjawab bahwa Sally akan melihat ke dalam kotak, di mana anak tahu di mana kelereng disembunyikan, walaupun Sally tidak tahu, karena dia tidak melihatnya disembunyikan di sana. Supaya lulus dari pengujian, anak harus dapat memahami bahwa representasi mental orang lain terhadap situasi adalah berbeda dari milik mereka sendiri, dan si anak harus dapat memprediksi perilaku berdasarkan pemahaman tersebut. Hasil dari penelitian berdasarkan pengujian kepercayaan-keliru secara wajar konsisten: kebanyakan anak yang berkembang normal tidak lulus tes sampai pada umur sekitar empat tahun. (Terutama, bila kebanyakan anak-anak, termasuk mereka dengan Sindrom Down, mampu lulus dalam tes ini, dalam salah satu pengujian, 80% dari anak-anak yang didiagnosa dengan autisme tidak mampu melakukan hal tersebut.) [21]

Pengujian penampilan-realitas

Tes lain telah dikembangkan untuk mencoba menjawab permasalahan yang melekat dalam pengujian kepercayaan-keliru. Dalam pengujian "penampilan-realitas", atau "Smarties", penguji bertanya pada anak apa yang mereka percaya terhadap isi dari sebuah kotak sambil memegang sebuah permen bernama "Smarties". Setelah si anak menebak (biasanya) "Smarties", setiap mereka diperlihatkan bahwa kotak tersebut sebenarnya berisi pensil. Penguji kemudian menutup kotak dan menanyakan pada si anak apa yang mereka kira orang lain, yang belum diperlihatkan isi sebenarnya dari kotak, pikir tentang isi kotak. Si anak akan lulus tes tersebut jika dia merespon bahwa orang lain akan berpikir bahwa ada "Smarties" di dalam kotak, namun gagal bila mereka merespon bahwa orang lain akan berpikir bahwa kotak berisi pensil. Gopnik & Astington (1988) menemukan bahwa anak lulus dalam tes saat berumur empat atau lima tahun.

Pengujian lainnya

Pengujian "Fotografi-keliru" [22] [23] yaitu pengujian lain yang bertujuan sebagai pengukuran terhadap teori pikiran. Dalam pengujian ini, anak-anak harus memberikan jawaban tentang apa yang direpresentasikan dalam sebuah foto yang berbeda dengan keadaan sekarang. Selama pengujian fotografi-keliru, terdapat perubahan lokasi atau identitas. [24] Dalam test perubahan-lokasi, si anak diberitahu sebuah cerita tentang suatu karakter yang menaruh suatu objek di satu lokasi (misalnya, coklat di dalam lemari hijau) dan mengambil foto Polaroid dari tempat. Saat foto sedang dibuat, si objek dipindahkan ke lokasi berbeda (misalnya, ke lemari biru). Si anak kemudian diajukan dua pertanyaan kontrol, "Saat kita mengambil gambar pertama, dimana si objek? Di manakah si objek sekarang?". Subjek juga diajukan pertanyaan fotografi-keliru, "Dimanakah si objek di dalam gambar?" Anak akan lulus tes jika secara benar mengidentifikasi lokasi dari objek dalam gambar dan lokasi sebenarnya dari objek pada saat pertanyaan diajukan.

Supaya pengujian dapat lebih diterima oleh anak yang lebih muda, hewan selain manusia, dan individu yang autis, peneliti teori pikiran telah memulai menggunakan paradigma non-verbal. Salah satu kategori pengujian menggunakan paradigma melihat preferensial, dengan melihat waktu sebagai variabel tersendiri. Sebagai contohnya, Woodward menemukan bahwa bayi 9 bulan lebih menyukai melihat pada perilaku yang dilakukan oleh tangan manusia daripada objek yang berbentuk seperti tangan. Paradigma lain melihat pada tingkat perilaku imitatif, suatu kemampuan untuk meniru dan menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai,[16] dan observasi dari tingkat sandiwara bermain. [25]

Gangguan teori pikiran

Gangguan teori pikiran menjelaskan kesulitan yang dimiliki seseorang dalam memperoleh perspektif. Hal ini terkadang disebut dengan kebutaan-pikiran. Hal ini berarti bahwa individu dengan gangguan teori pikiran akan kesulitan melihat sesuatu dari perspektif orang lain daripada dari mereka sendiri. [26] Individu yang mengalami kekurangan teori pikiran memiliki kesulitan menentukan intensi orang lain, kekurangan pemahaman tentang bagaimana perilaku mereka mempengaruhi orang lain, dan memiliki kesulitan hubungan timbal-balik sosial. [27] Kekurangan teori pikiran telah diobservasi pada orang dengan kelainan spektrum autisme, orang dengan schizophrenia, orang dengan ganggunan kekurangan atensi, orang di bawah pengaruh alkohol dan narkotik, orang dengan gangguan tidur, dan orang mengalami sakit fisik dan emosi yang akut.

Autisme

Pada tahun 1985 Simon Baron-Cohen, Alan M. Leslie dan Uta Frith menerbitkan penelitian yang menyarankan bahwa anak dengan autisme tidak menggunakan teori pikiran,[21] dan menyatakan bahwa anak dengan autisme memiliki suatu kesulitan tersendiri dalam pengujian yang membutuhkan si anak untuk memahami kepercayaan orang lain. Kesulitan ini terus ada saat anak disesuaikan dengan kemampuan verbal (Happe, 1995, Child Development) dan telah digunakan sebagai fitur kunci dari autisme.

Banyak individu dikelompokkan dengan autisme memiliki kesulitan menetapkan keadaan mental dengan orang lain, dan mereka tampak memiliki kekurangan kemampuan teori pikiran. [28] Para peneliti yang mengkaji hubungan antara autisme dan teori pikiran mencoba menjelaskan hubungan dalam berbagai cara. Salah satunya mengasumsikan bahwa teori pikiran memainkan peran penting dalam atribusi keadaan mental terhadap orang lain dan dalam masa kanak-kanak saat berpura-pura bermain. [29] Menurut Leslies,[29] teori pikiran adalah suatu kapasitas untuk secara mental mewakili pemikiran, kepercayaan, dan hasrat, tanpa memperhatikan apakah keadaan yang mempengaruhi nyata atau tidak. Hal ini mungkin menjelaskan kenapa individu dengan autisme memperlihatkan kekurangan yang ekstrim dalam teori pikiran dan berpura-pura bermain. Namun, Hobson mengajukan suatu justifikasi sosial-afektif, [30] yang menyatakan bahwa seseorang dengan gangguan autisme dalam teori pikiran dihasilkan dari suatu distorsi dalam pemahaman dan merespon terhadap emosi. Dia menyatakan bahwa biasanya manusia yang berkembang, tidak seperti individu dengan autisme, lahir dengan sekumpulan kemampuan (seperti kemampuan referensi sosial) yang nantinya membuat mereka mampu mengerti dan bereaksi dengan perasaan orang lain. Ilmuwan lain menekankan bahwa autisme mengikutkan suatu keterlambatan perkembangan tertentu, sehingga anak dengan gangguan beragam dalam setiap gangguannya, karena mereka mengalami kesulitan dalam tingkat yang berbeda dalam pertumbuhan. Kemunduran saat awal sekali dapat merubah perkembangan selanjutnya dari perilaku atensi-gabungan, yang mana mengarah pada gagalnya membentuk suatu teori pikiran yang utuh.[28]

Telah dispekulasi[25] bahwa teori pikiran ada dalam continuum berlawanan dengan pandangan tradisional dari keadaan kongkrit sekarang atau ketiadaan. Bila beberapa peneliti telah menyatakan bahwa beberapa populasi autistik tidak mampu mengatribusikan keadaan mental terhadap orang lain, [2] bukti terbaru menunjukkan pada kemungkinan mekanisme penanganan yang memfasilitasi suatu spektrum dari perilaku sadar. [31]

Mekanisme Otak

Dalam perkembangan manusia secara khususnya

Penelitian tentang teori pikiran pada autisme mengarah pada pandangan bahwa kemampuan mentalisasi ditangani oleh mekanisme khusus yang mampu (pada beberapa kasus) mendapat gangguan sementara fungsi kognitif secara keseluruhan tetap utuh. Penelitian citrasaraf (neuroimaging) telah mendukung pandangan ini, memperlihatkan wilayah otak tertentu secara konsisten berhubungan selama pengujian teori pikiran. Penelitian PET awal terhadap teori pikiran, menggunakan pengujian verbal dan pemahaman cerita bergambar, mengidentifikasi sekumpulan wilayah termasuk media prefrontal cortex (mPFC), dan area disekitar posterior superior temporal sulcus (pSTS), dan terkadang precuneus dan amydala/temoropolar cortex (ditinjau dalam [32] ). Selanjutnya, penelitian berdasarkan saraf pada teori pikiran telah terpecah, dengan beberapa penelitian fokus pada pemahaman mengenai kepercayaan, intensi, dan properti yang lebih kompleks pada pikiran seperti sifat-sifat psikologis.

Kajian dari laboratorium Rebecca Saxe di MIT, menggunakan pengujian kepercayaan-keliru dibandingkan dengan fotografi-keliru bertujuan untuk memisahkan komponen mentalisasi dari pengujian kepercayaan-keliru, telah secara konsisten menemukan aktivasi di dalam mPFC, precuneus, dan temporo-parietal junction (TPJ), lateral-kanan. [33] [34] Secara khusus, telah diajukan bahwa bagian kanan TPJ (rTPJ) secara selektif ikut serta dalam merepresentasikan kepercayaan orang lain. [35] Namun, beberapa perdebatan masih ada, karena beberapa ilmuwan telah melaporkan bahwa wilayah rTPJ yang sama secara konsisten aktif selama orientasi ulang spasial dari atensi visual; [36] [37] Jean Decety dari Universitas Chicago dan Jason Mitchell dari Harvard telah mengajukan bahwa rTPJ melayani fungsi yang lebih generik yang terlibat dalam memahami kepercayaan-keliru dan reorientasi atensional, daripada suatu mekasnime khusus untuk kognisi sosial. Namun, adalah memungkinkan bahwa observasi dari wilayah yang saling tumpah tindih yang merepresentasikan kepercayaan dan reorientasi atensional bisa saja karena berdampingan tapi populasi saraf berbeda yang saling mengkode untuk setiap-tiapnya. Resolusi dari kajian fMRI mungkin tidak cukup bagus untuk memperlihatkan bahwa kode populasi saraf berbeda/berdampingan untuk setiap dari proses-proses tersebut. Dalam penelitian setelah Decety dan Mitchel, Saxe dan teman sejawatnya menggunakan fMRI resolusi tinggi dan memperlihatkan bahwa ujung dari aktivasi dari reorientasi atensioal kira-kira 6-10mm di atas ujung yang merepresentasikan kepercayaan. Penelitian lebih lanjut yang menguatkan bahwa populasi saraf yang berbeda mungkin mengkodekan untuk setiap proses, mereka menemukan tidak ada kesamaan dalam pemolaan dari respon fMRI diantara ruang. [38]

Pencitraan fungsional juga telah digunakan untuk mempelajari pendeteksian informasi keadaan mental dalam animasi pergerakan bentuk geometris-nya Heider-Simmel-esque, yang pada manusia biasa secara otomatis melihatnnya sebagai interaksi sosial yang sarat dengan intensi dan emosi. Tiga penelitian secara luar biasa menemukan pola yang sama dari aktivasi selama melihat animasi tersebut dibandingkan dengan kontrol pergerakan secara acak atau ditentukan: mPFC, pSTS, fusiform face area (FFA), dan amygdala secara selektif terlibat selama kondisi teori pikiran. [39] [40] [41] Penelitian lain memperlihatkan subjek sebuah animasi dari dua titik yang bergerak dengan derjat yang diparamaterkan secara sengaja (menghitung panjang dimana titik mengejar satu sama lain), dan menemukan bahwa aktivasi pSTS berkaitan dengan parameter tersebut. [42]

Beberapa bagian penelitian telah melibatkan posterior superior temporal sulcus (pSTS) dalam persepsi intentionalitas dalam aksi manusia; area ini juga terlibat dalam mempersepsikan gerakan biologis, termasuk badan, mata, mulut, menunjuk (direview di [43] ). Salah satu penelitian menemukan meningkatnya aktivasi pSTS saat melihat seseorang mengangkat tangannya dibandingkan saat tangannya didorong oleh sebuah piston (aksi sengaja versus tidak sengaja). [44] Beberapa penelitian telah menemukan meningkatnya aktivasi pSTS saat subjek mengamati aksi seseorang yang tidak selaras dengan aksi yang diharapkan dari konteks si pelaku dan intensi yang diharapkan: misalnya, seseorang yang melakukan gerakan menjangkau-untuk-meraih pada ruang kosong di dekat sebuah objek, dibandingkan dengan menggenggam objek; [45] seseorang merubah arah matanya ke arah ruang kosong di dekat suatu papan dibandingkan merubah pandangan ke arah suatu target; [46] seseorang yang menghidupkan lampu dengan lutut tanpa membawa apa-apa dibandingkan menghidupkan lampu dengan lutut sambil membawa sekumpulan buku; [47] dan seseorang yang berhenti berjalan saat melewati rak buku, dibandingkan berjalan dengan kecepatan tetap. [48] Dalam penelitian-penelitian tersebut, aksi dalam kasus "selaras" memiliki tujuan yang jelas, and mudah dijelaskan dalam pengertian intensi dari si aktor; aksi "tidak selaras", di lain sisi, membutuhkan penjelasan lebih lanjut (kenapa seseorang melihat ke ruang kosong di sebelah suatu perlengkapan?), dan rupanya membutuhkan pemrosesan lebih pada pSTS. Perlu diketahui bahwa wilayah ini berbeda dengan area temporo-parietal yang diaktivasi selama pengujian kepercayaan-keliru.[48] Perlu dicatat juga bahwa aktivasi pSTS pada kebanyakan penelitian di atas kebanyakan lateral-kanan, mengikuti tren umum dalam penelitian pencitraan saraf dari kognisi dan persepsi sosial: juga lateral-kanan adalah aktivasi TPJ selama pengujian kepercayaan-keliru, respon STS terhadap mosi biologis, dan respon FFA terhadap wajah.

Bukti neuropsikologi telah menyediakan dukungan untuk hasil pencitraan saraf pada teori pikiran berdasarkan saraf. Penelitian dengan pasien yang menderita luka pada bagian temporoparietal junction otak (antara temporal lobe dan parietal lobe) melaporkan bahwa mereka memiliki kesulitan dengan pengujian-pengujian teori pikiran. [49] Hal ini memperlihatkan bahwa kemampuan teori pikiran berhubungan dengan bagian tertentu pada otak manusia. Namun, fakta bahwa medial prefrontal cortex dan temporoparietal junction diperlukan untuk pengujian teori pikiran bukan berarti bahwa wilayah tersebut hanya spesifik untuk fungsi itu saja. [36] [50] TPJ dan mPFC mungkin melayani fungsi-fungsi lebih umum yang diperlukan untuk teori pikiran.

Penelitian oleh Vittorio Gallese, Luciano Fadiga dan Giacomo Rizzolatti (direview dalam [51] ) telah memperlihatkan bahwa beberapa sensorimotor saraf, yang disebut sebagai saraf mirror, pertama kali ditemukan dalam premotor cortex pada monyet rhesys, mungkin terkait dalam pemahaman aksi. Pencatatan elektroda-tunggal mengungkapkan bahwa saraf-saraf tersebut aktif saat seekor monyet melakukan suatu aksi dan saat monyet melihat agen lain melakukan pekerjaan yang sama. Hal yang sama, penelitian fMRI dengan partisipasi manusia telah memperlihatkan wilayah otak (diasumsikan memiliki saraf mirror) aktif saat seseorang melihat aksi orang lain yang terarah pada satu tujuan. [52] Data tersebut telah mengarahkan beberapa penguji menyarankan bahwa saraf mirror mungkin menyediakan dasar bagi teori pikiran pada otak, dan mendukung simulasi pembacaan teori pikiran (lihat dibagian atas). [53]

Namun, ada juga bukti yang menolak keterkaitan antara saraf mirror dan teori pikiran. Pertama, monyet macaque memiliki saraf-saraf mirror tapi tampak tidak memiliki kapasitas 'seperti-manusia' untuk memahami teori pikiran dan kepercayaan. Kedua, penelitian fMRI pada teori pikiran biasanya melaporkan aktivasi di mPFC, temporal poles dan TPJ atau STS, [54] tapi wilayah otak tersebut bukan bagian dari sistem saraf mirror. Beberapa peneliti, seperti ahli perkembangan psikologi Andrew Meltzoff dan neurosains Jean Decety, percaya bahwa saraf mirror hanya memfasilitasi pembelajaran lewat imitasi dan mungkin menyediakan suatu awal pada perkembangan teori pikiran. [55] [56] Yang lain, seperti filsuf Shaun Gallagher, menyatakan bahwa aktivasi saraf-mirror, dalam sejumlah perhitungan, gagal menemukan definisi dari simulasi yang diajukan oleh teori simulasi pembacaan pikiran. [57] [58]

Dalam autisme

Beberapa penelitian citrasaraf telah melihat gangguan saraf dasar pada teori pikiran pada subjek dengan Sindrom asperger dan high-functioning autism (HFA). Penelitian PET pertama teori pikiran pada autisme (juga penelitian citrasaraf pertama menggunakan uji-paksa aktivasi paradigma pada autisme]) menggunakan suatu pengujian komprehensi cerita, [59] meniru penelitian sebelumnya pada individu normal. [60] Penelitian tersebut menemukan aktivasi mPFC yang berkurang dan tidak digunakan pada subjek dengan autisme. Namun, karena penelitian tersebut hanya menggunakan enam subjek dengan autisme, dan karena resolusi spasial pada pencitraan PET relatif buruk, hasil tersebut harus dipertimbangkan sebagai pendahuluan.

Penelitian fMRI selanjutnya memindai orang dewasa normal dan dewasa dengan HFA saat melakukan pengujian "pembacaan pikiran lewat mata" sat melihat foto mata manusia dan memilih dua kata yang lebih menjelaskan keadaan mental seseorang, dibandingkan dengan kontrol diskriminasi gender. [61] Peneliti menemukan aktivitas di orbitofrontal cortex, STS, dan amygdala pada subjek normal, dan menemukan tidak ada aktivasi amygdala dan aktivasi abnormal STS pada subjek dengan autisme.

Penelitian PET terbaru melihat aktivitas otak pada individu dengan HFA dan sindrom Asperger saat memperlihatkan animasi Heider-Simmer (lihat di atas) dibandingkan dengan kontrol gerak acak. [62] Berbanding mencolok dengan subjek normal, mereka yang dengan autisme memperlihatkan tidak ada aktivasi STS atau FFA, dan sangat sedikit aktivasi mPFC dan amygdala. Aktivitas dalam wilaya extrastriate V3 dan LO tampak identik pada kedua grup, menyarankan secara utuh pemrosesan visual tingkat-rendah pada subjek dengan autisme. Penelitian tersebut juga melaporkan sangat kurangnya konektivitas fungsional antara STS dan V3 pada grup autisme. Catat, meskipun demikian, bahwa menurunnya korelasi temporal antara aktivasi pada STS dan V3 mungkin disebabkan karena kurangnya respon yang diberikan pada STS terhadap animasi bermuatan-tajam pada subjek dengan autisme; analisis yang lebih informatif bisa dengan menghitung konektivitas fungsi setelah mengurangi respon yang muncul dari semua urutan-urutan waktu.

Penelitian berikutnya, menggunakan paradigma pengalihan tatapan tak-selaras/selaras seperti yang dijelaskan di atas, menemukan bahwa pada HFA dengan autisme, aktivasi pSTS tidak terbedakan saat melihat seseorang mengalihkan pandangan ke arah suatu target dan ke arah ruang kosong. [63] Tidak adanya pemrosesan tambahan STS pada keadaan selaras mungkin menyarankan bahwa subjek tersebut gagal melakukan suatu ekspektasi dari apa yang aktor seharusnya lakukan saat menerima informasi kontekstual, atau bahwa informasi tentang pelanggaran dari ekspektasi ini tidak mencapai STS; kedua penjelasan mengikutkan suatu kecacatan pada kemampuan menghubungkan alih pandang mata dengan penjelasan intensional. Penelitian ini juga menemukan anti-korelasi yang sangat penting antara aktivasi STS dalam perbedaan tak-selaras/selaras dan nilai subskala sosial dalam Autisme Diagnostic Interview-Revised, tapi tidak dengan nilai pada subskala lainnya.

Pada tahun 2011, penelitian fMRI mendemonstrasikan bahwa temporoparietal junction kanan (rTPJ) pada HFA dengan autisme tidak secara selektif lebih diaktivasi untuk menilai secara mentalisasi bila dibandingkan dengan penilaian fisik tentang diri dan orang lain. [64] rTPJ yang secara selektif untuk mentalisasi juga berelasi dengan variasi individu dalam pengukuran secara klinis terhadap gangguan sosial; individu yang rTPJnya meningkat lebih aktif untuk mentalisasi dibandingkan dengan penilaian fisik akan memiliki sedikit gangguan sosial, sementara mereka yang memperlihat sedikit atau tidak ada perbedaan saat merespon penilaian mental atau fisik adalah yang paling mengalami gangguan sosial. Bukti ini dibangun berdasarkan perkembangan tipikal yang menyarankan rTPJ adalah kritikal untuk merepresentasikan informasi keadaan mental, terlepas apakah itu tentang diri sendiri atau orang lain. Ia juga menunjukan pada penjelasan tingkat saraf untuk kesulitan menerima kebutaan-pikiran pada autisme yang merupakan bukti selama masa hidup. [65]

Teori pikiran pada selain-manusia

Seperti pada judul artikel Premack dan Woodruf tahun 1978 "Does the chimpanzee have a theori of mind?" (Apakah simpanse memiliki teori pikiran?) mengindikasikan, adalah hal penting juga untuk mempertanyakan jika hewan lain selain manusia memiliki suatu genetik bawaan dan lingkungan sosial yang membuat mereka memperoleh teori pikiran dengan cara yang sama pada anak manusia lakukan. Ini adalah masalah yang suka diperdebatkan karena permasalahan menyangkut perilaku hewan dengan keberadaan pemikiran, dengan keberadaan suatu konsep diri atau kesadaran diri, atau pemikiran-pemikiran yang khusus. Salah satu kesulitan dengan penelitian pada selain-manusia untuk teori pikiran adalah tidak cukupnya jumlah observasi naturalistik, yang memberikan pandangan terhadap tekanan secara evolusi apa yang ada pada perkembangan teori pikiran pada spesies.

Penelitian selain-manusia masih memiliki tempat utama dalam bidang ini, bagaimanapun juga, dan sangat berguna dalam memperjelas perilaku non-verbal mana yang menunjukan teori pikiran, dan untuk mengarahkan pada kemungkinan langkah-langkah dalam evolusi yang banyak diklaim orang hanya aspek unik manusia terhadap kognisi sosial. Walaupun sulit untuk mempelajari teori pikiran seperti-manusia dan keadaan mental pada spesies yang potensi keadaan mentalnya belum seluruhnya dipahami, para peneliti dapat fokus pada komponen yang lebih sederhana dari kemampuan yang lebih kompleks. Contohnya, banyak peneliti fokus pada pemahaman hewan terhadap intuisi, tatapan, perspektif, atau pengetahuan (atau bisa juga, apa yang mahluk lain lihat). Penelitian Call dan Tomasello [15] yang melihat pada pemahaman intensi pada orangutan, simpanse, dan anak-anak memperlihatkan bahwa ketiga spesies memahami perbedaan antara aksi sengaja dan tak-sengaja. Bagian yang sulit pada penelitian ini adalah fenomena yang diobservasi sering dijelaskan sebagai pembelajaran respon-stimulus sederhana, seperti secara alami setiap para teori pikiran harus memperkirakan keadaan mental internal dari perilaku yang diobservasi. Baru-baru ini, kebanyakan penelitian teori pikiran bukan-manusia telah memfokuskan pada monyet dan kera besar, yang kebanyakan lebih tertarik pada penelitian evolusi kognisi sosial pada manusia. Penelitian lain yang berkaitan dengan atribusi teori pikiran telah dilakukan menggunakan plover [66] dan anjing, [67] dan telah memperlihatkan bukti awal pemahaman atensi - salah satu prekursor dari teori pikiran - terhadap yang lain.

Ada beberapa kontroversi mengenai interpretasi bukti yang mengaku memperlihatkan kemampuan atau ketakmampuan teori pikiran pada hewan. Dua contoh sebagai demonstrasi: pertama, Povinelli et all. (1990) [68] memberikan simpanse pilihan dua orang eksperimen yang akan memberikan makanan: pertama yaitu yang telah melihat dimana makanan disembunyikan, dan satu lagi, berdasarkan berbagai mekanisme (memiliki keranjang atau tas di atas kepalanya; mata yang ditutup, atau dijauhkan dari umpan) tidak tahu, dan hanya dapat menebak. Mereka menemukan bahwa hewan gagal pada kebanyakan kasus untuk membedakan meminta makanan kepada yang "mengetahui". Sebaliknya, Hare, Call, dan Tomasello (2001) [69] menemukan bahwa subordinat simpanse mampu menggunakan keadaan pengetahuan dari simpanse dominan lawan untuk menentukan kotak yang berisi makanan mana yang mereka dekati. William Field dan Sue Savage-Rumbaugh tidak meragukan bahwa bonob telah memiliki teori pikiran dan mengutip komunikasi mereka dengan bonobo tangkaran terkenal, Kanzi, sebagai bukti. [70]

Lihat juga

Catatan

  1. ^ a b c d Premack, D. G.; Woodruff, G. (1978). "Does the chimpanzee have a theory of mind?". Behavioral and Brain Sciences. 1 (4): 515–526. doi:10.1017/S0140525X00076512. 
  2. ^ a b c d Baron-Cohen, S. (1991). Precursors to a theory of mind: Understanding attention in others. In A. Whiten (Ed.), Natural theories of mind: Evolution, development and simulation of everyday mindreading (pp. 233-251). Oxford: Basil Blackwell.
  3. ^ Bruner, J. S. (1981). Intention in the structure of action and interaction. In L. P. Lipsitt & C. K. Rovee-Collier (Eds.), Advances in infancy research. Vol. 1 (pp. 41-56). Norwood, NJ: Ablex Publishing Corporation.
  4. ^ Gordon, R. M. (1996). 'Radical' simulationism. In P. Carruthers & P. K. Smith, Eds. Theories of theories of mind. Cambridge: Cambridge University Press.
  5. ^ Courtin, C. (2000). "The impact of sign language on the cognitive development of deaf children: The case of theories of mind". Cognition. 77: 25–31. 
  6. ^ Courtin, C.; Melot, A.-M. (2005). "Metacognitive development of deaf children: Lessons from the appearance-reality and false belief tasks". Journal of Deaf Studies and Deaf Education. 5 (3): 266–276. doi:10.1093/deafed/5.3.266. PMID 15454505. 
  7. ^ de Waal, Franz B.M. (2007), "Commiserating Mice" (Scientific American), 24 June 2007
  8. ^ Demetriou, A., Mouyi, A., & Spanoudis, G. (2010). The development of mental processing. Nesselroade, J. R. (2010). Methods in the study of life-span human development: Issues and answers. In W. F. Overton (Ed.), Biology, cognition and methods across the life-span. Volume 1 of the Handbook of life-span development (pp. 36-55), Editor-in-chief: R. M. Lerner. Hoboken, NJ: Wiley.
  9. ^ Hayes, S. C., Barnes-Holmes, D., & Roche, B. (2001). Relations frame theory: A post-Skinnerian account of human language and cognition. New York; Kluwer Academic/Plenum.
  10. ^ Rehfeldt, R. A., and Barnes-Holmes, Y., (2009). Derived Relational Responding: Application for learners with autism and other development disabilities. Context Press; New Harbinger Publications, Inc.
  11. ^ Carruthers, P. (1996). Simulation and self-knowledge: a defence of the theory-theory. In P. Carruthers & P.K. Smith, Eds. Theories of theories of mind. Cambridge: Cambridge University Press.
  12. ^ a b Gordon, R.M. (1996). 'Radical' simulationism. In P. Carruthers & P.K. Smith, Eds. Theories of theories of mind. Cambridge: Cambridge University Press.
  13. ^ http://www.contextualpsychology.org/functional_contextualism_0
  14. ^ Dennett, D. C. (1987). Reprint of Intentional systems in cognitive ethology: The Panglossian paradigm defended (to p. 260). The Brain and Behavioral Sciences, 6, 343-390
  15. ^ a b Call, J.; Tomasello, M. (1998). "Distinguishing intentional from accidental actions in orangutans (Pongo pygmaeus), chimpanzees (Pan troglodytes), and human children (Homo sapiens)". Journal of Comparative Psychology. 112 (2): 192–206. doi:10.1037/0735-7036.112.2.192. PMID 9642787. 
  16. ^ a b Meltzoff, A. (1995). "Understanding the intentions of others: Re-enactment of intended acts by 18-month-old children". Developmental Psychology. 31 (5): 838–850. doi:10.1037/0012-1649.31.5.838. 
  17. ^ Gagliardi, J. L.; et al. (1995). "Seeing and knowing: Knowledge attribution versus stimulus control in adult humans (Homo sapiens)". Journal of Comparative Psychology. 109 (2): 107–114. doi:10.1037/0735-7036.109.2.107. PMID 7758287. 
  18. ^ Meltzoff, A. N. (2002). Imitation as a mechanism of social cognition: Origins of empathy, theory of mind, and the representation of action. In U. Goswami (Ed.), Handbook of childhood cognitive development (pp. 6-25). Oxford: Blackwell Publishers.
  19. ^ Horowitz, A. (2003). "Do humans ape? or Do apes human? Imitation and intention in humans and other animals". Journal of Comparative Psychology. 17: 325–336. 
  20. ^ Wimmer, H.; Perner, J. (1983). "Beliefs about beliefs: Representation and constraining function of wrong beliefs in young children's understanding of deception". Cognition. 13 (1): 103–128. doi:10.1016/0010-0277(83)90004-5. PMID 6681741. 
  21. ^ a b Baron-Cohen S, Leslie AM, Frith U (1985). "Does the autistic child have a 'theory of mind'?" (PDF). Cognition. 21 (1): 37–46. doi:10.1016/0010-0277(85)90022-8. PMID 2934210. Diakses tanggal 2008-02-16. 
  22. ^ Zaitchik, D. (1990). "When representations conflict with reality: the preschooler's problem with false beliefs and "false" photographs". Cognition. 35 (1): 41–68. doi:10.1016/0010-0277(90)90036-J. PMID 2340712. 
  23. ^ Leslie, A.; Thaiss, L. (1992). "Domain specificity in conceptual development". Cognition. 43 (3): 225–51. doi:10.1016/0010-0277(92)90013-8. PMID 1643814. 
  24. ^ Sabbagh, M.A.; Moses, L.J.; Shiverick, S (2006). "Executive functioning and preschoolers' understanding of false beliefs, false photographs, and false signs". Child Development. 77 (4): 1034–1049. doi:10.1111/j.1467-8624.2006.00917.x. PMID 16942504. 
  25. ^ a b Leslie, A. M. (1991). Theory of mind impairment in autism. In A. Whiten (Ed.), Natural theories of mind: Evolution, development and simulation of everyday mindreading (pp. 63-77). Oxford: Basil Blackwell.
  26. ^ Moore, S. (2002). Asperger Syndrome and the Elementary School Experience. Shawnee Mission, KS: Autism Asperger Publishing Company. 
  27. ^ Baker, J. (2003). Social Skills Training: for children and adolescents with Asperger Syndrome and Social-Communication Problems. Mission, KS: Autism Asperger Publishing Company. 
  28. ^ a b Baron-Cohen, S. (1991). Precursors to a theory of mind: Understanding attention in others. In A. Whiten, Ed., Natural theories of mind: Evolution, development, and simulation of everyday mindreading (233-251). Cambridge, MA: Basil Blackwell.
  29. ^ a b Leslie, A. M. (1991). Theory of mind impairment in autism. In A. Whiten, Ed., Natural theories of mind: Evolution, development, and simulation of everyday mindreading. Cambridge, MA: Basil Blackwell.
  30. ^ Hobson, R.P. (1995). Autism and the development of mind. Hillsdale, N.J.: Lawrence Erlbaum Associates Ltd.
  31. ^ Dapretto, M.; et al. (2006). "Understanding emotions in others: mirror neuron dysfunction in children with autism spectrum disorders". Nature Neuroscience. 9 (1): 28–30. doi:10.1038/nn1611. PMID 16327784. 
  32. ^ Gallagher and Frith, (2003) "Functional imaging of 'theory of mind'," Trends in Cognitive Sciences Vol. 7, No. 2, 77-83
  33. ^ Saxe, R; Kanwisher, N (2003). "People thinking about thinking people: The role of the temporo-parietal junction in 'theory of mind'". NeuroImage. 19 (4): 1835–1842. doi:10.1016/S1053-8119(03)00230-1. PMID 12948738. 
  34. ^ Saxe et al. (2006), "Reading minds versus following rules: Dissociating theory of mind and executive control in the brain," Social Neuroscience 1 (3-4), 284-298
  35. ^ Saxe and Powell (2006), "It's the Thought That Counts: Specific Brain Regions for One Component of Theory of Mind," Psychological Science Vol. 17, No. 8, 692-699
  36. ^ a b Decety and Lamm (2007), "The Role of the Right Temporoparietal Junction in Social Interaction: How Low-Level Computational Processes Contribute to Meta-Cognition," Neuroscientist Vol. 13, No. 6, 580-593
  37. ^ Mitchell (2008), "Activity in Right Temporo-Parietal Junction is Not Selective for Theory-of-Mind," Cerebral Cortex
  38. ^ Scholz J, Triantafyllou C, Whitfield-Gabrieli S, Brown EN, Saxe R. Distinct regions of right temporo-parietal junction are selective for theory of mind and exogenous attention. PLoS One. 2009;4(3):e4869. doi:10.1371/journal.pone.0004869. PMID 19290043.
  39. ^ Castelli et al. (2002), "Movement and Mind: A Functional Imaging Study of Perception and Interpretation of Complex Intentional Movement Patterns," NeuroImage
  40. ^ Martin and Weisberg (2003), "Neural Foundations For Understanding Social And Mechanical Concepts," Cognitive Neuropsychology 20(3-6), 575-587
  41. ^ Schultz et al. (2003), "The role of the fusiform face area in social cognition: Implications for the pathobiology of autism," Philosophical Transactions of Royal Society of London, Series B: Biological Sciences, 358(1430), 415–427
  42. ^ Schultz et al. (2005), "Activation in Posterior Superior Temporal Sulcus Parallels Parameter Inducing the Percept of Animacy," Neuron Vol. 45, 625-635
  43. ^ Allison, T; et al. (2000). "Social perception from visual cues: role of the STS region". Trends in Cognitive Sciences. 4 (7): 267–278. doi:10.1016/S1364-6613(00)01501-1. PMID 10859571. 
  44. ^ Morris et al. (2008), "Perceived causality influences brain activity evoked by biological motion," Social Neuroscience 3(1), 16-25
  45. ^ Pelphrey, KA; et al. (2004). "Grasping the Intentions of Others: The Perceived Intentionality of an Action Influences Activity in the Superior Temporal Sulcus during Social Perception". Journal of Cognitive Neuroscience. 16 (10): 1706–1716. doi:10.1162/0898929042947900. PMID 15701223. 
  46. ^ Mosconi, MW; et al. (2005). "Taking an 'intentional stance' on eye-gaze shifts: A functional neuroimaging study of social perception in children". NeuroImage. 27 (1): 247–252. doi:10.1016/j.neuroimage.2005.03.027. PMID 16023041. 
  47. ^ Brass, M; et al. (2007). "Investigating Action Understanding: Inferential Processes versus Action Simulation". Current Biology. 17 (24): 2117–2121. doi:10.1016/j.cub.2007.11.057. PMID 18083518. 
  48. ^ a b Saxe, R; et al. (2004). "A region of right posterior superior temporal sulcus response to observed intentional actions". Neuropsychologia. 42 (11): 1435–1446. doi:10.1016/j.neuropsychologia.2004.04.015. PMID 15246282. 
  49. ^ Samson, D.; Apperly, I.A.; Chiavarino, C.; Humphreys, G.W. (2004). "Left temporoparietal junction is necessary for representing someone else's belief". Nature Neuroscience. 7 (5): 499–500. doi:10.1038/nn1223. PMID 15077111. 
  50. ^ Stone, V.E., & Gerrans, P. (2006). What's domain-specific about theory of mind. Social Neuroscience, 1 (3-4), 309-319.
  51. ^ Rizzolatti, G., & Craighero, L. (2004). The mirror-neuron system. Annual Review of Neuroscience, 27, 169-192.
  52. ^ Iacoboni, M.; Molnar-Szakacs, I.; Gallese, V.; Buccino, G.; Mazziotta, J.C. (2005). "Grasping the intentions of others with one's own mirror neuron system". PLoS Biology. 3 (3): 529–535. 
  53. ^ Gallese, V., & Goldman, A. (1998). Mirror neurons and the simulation theory of mind-reading. Trends in Cognitive Science, 2(12), 493-501.
  54. ^ Frith U, Frith CD (2003). "Development and neurophysiology of mentalizing" (PDF). Philos Trans R Soc Lond B Biol Sci. 358 (1431): 459–73. doi:10.1098/rstb.2002.1218. PMC 1693139alt=Dapat diakses gratis. PMID 12689373. 
  55. ^ Meltzoff, A.N., & Decety, J. (2003). What imitation tells us about social cognition: A rapprochement between developmental psychology and cognitive neuroscience. The Philosophical Transactions of the Royal Society, London, 358, 491-500.
  56. ^ Sommerville, J. A.; Decety, J. (2006). "Weaving the fabric of social interaction: Articulating developmental psychology and cognitive neuroscience in the domain of motor cognition". Psychonomic Bulletin & Review. 13 (2): 179–200. doi:10.3758/BF03193831. 
  57. ^ Gallagher, S. (2007). Simulation trouble. Social Neuroscience. 2 (3-4): 353-65.
  58. ^ Gallagher, S. (2008). Neural simulation and social cognition. In J. A. Pineda (ed.), Mirror Neuron Systems: The Role of Mirroring Processes in Social Cognition (355-71). Totowa, NJ: Humana Press.
  59. ^ Happe, F; et al. (1996). "'Theory of mind' in the brain. Evidence from a PET scan study of Asperger syndrome". NeuroReport. 8 (1): 197–201. doi:10.1097/00001756-199612200-00040. PMID 9051780. 
  60. ^ Fletcher, PC; et al. (1995). "Other minds in the brain: a functional imaging study of 'theory of mind' in story comprehension". Cognition. 57 (2): 109–128. doi:10.1016/0010-0277(95)00692-R. PMID 8556839. 
  61. ^ Baron-Cohen et al. (1999), "Social intelligence in the normal and autistic brain: an fMRI study," European Journal of Neuroscience 11: 1891-1898
  62. ^ Castelli, F; et al. (2002). "Autism, Asperger syndrome and brain mechanisms for the attribution of mental states to animated shapes". Brain. 125 (Pt 8): 1839–1849. doi:10.1093/brain/awf189. PMID 12135974. 
  63. ^ Pelphrey, KA; et al. (2005). "Neural basis of eye gaze processing deficits in autism". Brain. 128 (Pt 5): 1038–1048. doi:10.1093/brain/awh404. PMID 15758039. 
  64. ^ Lombardo MV, Chakrabarti B, Bullmore ET, MRC AIMS Consortium, Baron-Cohen S. Specialization of right temporo-parietal junction for mentalizing and its relation to social impairments in autism. Neuroimage. 2011;56(3):1832–1838. doi:10.1016/j.neuroimage.2011.02.067. PMID 21356316.
  65. ^ Senju A, Southgate V, White S, Frith U. Mindblind eyes: an absence of spontaneous theory of mind in Asperger syndrome. Science. 2009;325(5942):883–885. doi:10.1126/science.1176170. PMID 19608858.
  66. ^ Ristau, C. (1991). Aspects of the cognitive ethology of an injury-feigning bird, the piping plovers. In C. A. Ristau (Ed.), Cognitive ethology: The minds of other animals. Essays in honor of Donald R. Griffin (pp. 91-126). Hillsdale, New Jersey: Lawrence Erlbaum.
  67. ^ Horowitz, A. (2009). Attention to attention in domestic dog (Canis familiaris) dyadic play. Animal Cognition, 12, 107-118.
  68. ^ Povinelli, D.J.; Nelson, K.E.; Boysen, S.T. (1990). "Inferences about guessing and knowing by chimpanzees (Pan troglodytes)". Journal of Comparative Psychology. 104 (3): 203–210. doi:10.1037/0735-7036.104.3.203. PMID 2225758. 
  69. ^ Hare, B.; Call, J.; Tomasello, M. (2001). "Do chimpanzees know what conspecifics know and do not know?". Animal Behavior. 61: 139–151. 
  70. ^ Hamilton, Jon (8 July 2006). "A Voluble Visit with Two Talking Apes". NPR. Diakses tanggal 21 March 2012. 

Referensi

  • Excerpts taken from: Davis, E. (2007) Mental Verbs in Nicaraguan Sign Language and the Role of Language in Theory of Mind. Undergraduate senior thesis, Barnard College, Columbia University.

Tautan luar

Templat:Philosophy of mind