Kadipaten Sumenep: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Caca enep (bicara | kontrib)
Caca enep (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 186: Baris 186:
* Zulkarnaen, Iskandar. 2003. Sejarah Sumenep. Sumenep: Dinas Pariwisata dan kebudayaan kabupaten Sumenep.
* Zulkarnaen, Iskandar. 2003. Sejarah Sumenep. Sumenep: Dinas Pariwisata dan kebudayaan kabupaten Sumenep.
* Adurrahchman, Drs.1971.Sejarah Madura Selajang Pandang. Sumenep
* Adurrahchman, Drs.1971.Sejarah Madura Selajang Pandang. Sumenep

[[Kategori:Kabupaten Sumenep]]
[[Kategori:Sejarah Jawa Timur]]
[[Kategori:Sejarah Jawa Timur]]

Revisi per 22 Maret 2012 04.53

Kadipaten Sumenep

1269–1929
{{{coat_alt}}}
Lambang Kadipaten Sumenep pada tahun 1811
Ibu kotaKabupaten Sumenep
Bahasa yang umum digunakanMadura
PemerintahanMonarki
Adipati 
Sejarah 
• Raja Singasari Prabu Kertanegara mendinohaken Arya Wiraraja tahun 1269 - penandatanganan antara Pangeran Puger dengan Kompeni 5 Oktober 1705
1269
• Dibubarkan
1929
Didahului oleh
Digantikan oleh
krjKerajaan
Singasari
Hindia Belanda
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Kadipaten Sumenep (Atau sering dikenal sebagai Kadipaten Madura), adalah sebuah monarki yang pernah menguasai seluruh Pulau Madura dan sebagian daerah tapal kuda. Pusat pemerintahannya berada di Kota Sumenep sekarang.

Pada tahun 1269, dimasa pemerintahan Arya Wiraraja wilayah ini berada dibawah pengawasan langsung Kerajaan Singhasari dan Kerajaan Majapahit. Pada tahun 1559, dimasa pemerintahan Kanjeng Tumenggung Ario Kanduruwan, wilayah yang terletak di Madura Timur ini berada pada kekuasaan penuh Kerajaan Demak. dan Baru pada pemerintahan Kanjeng Pangeran Ario Lor II yang berkuasa pada tahun 1574, wilayah kadipaten Sumenep berada dibawah pengawasan langsung Kasultanan Mataram. Pada tahun 1705, akibat perjanjian Pangeran Puger dengan VOC, Wilayah Sumenep untuk yang kedua kalinya jatuh ketangan kekuasaan VOC. Namun tak seperti wilayah lainnya, dimana kerajaan-kerajaan dihapuskan, untuk wilayah Sumenep, Madura Timur, tetap berjalan sebagaimana biasanya dan baru pada tahun 1269, setelah Kanjeng Tumenggung Ario Prabuwinoto meninggal, berkuasa penuh atas Sumenep dengan mengangkat seorang Bupati, yakni Raden Samadikun Prawotohadikusumo yang semula menjabat sebagai patih Sumenep kala itu.

Selama bertahun-tahun, kadipaten ini diperintah oleh bangsawan elit Madura. Status monarki turun menjadi kepangeranan ketika masa pemerintahan Sultan Agung dari Mataram. Kemudian, kedudukan Dinasti Cakraningrat hanya sebagai regent di Madura pada masa pemerintahan Belanda. Peninggalan Kadipaten Sumenep yang terkenal dan masih dapat disaksikan sampai saat ini adalah Keraton Sumenep dan Masjid Jami' yang berada di pusat Kota Sumenep.

Seperti halnya keraton-keraton di Jawa, budaya halus dan tata krama yang sopan serta bahasa sehari-hari yang santun juga menjadi identitas budaya, baik di seputar lingkungan Keraton Sumenep maupun di lingkungan masyarakat Sumenep pada umumnya. Walaupun Keraton Sumenep saat ini sudah tidak berfungsi lagi sebagai istana resmi Adipati Sumenep ataupun pusat pengembangan budaya Madura, tetapi kebiasaan peninggalan masa kejayaan Kadipaten Sumenep masih sangat terasa, tak heran jika banyak orang menjuluki Sumenep sebagai 'Solo of Madura'.

Sejarah

Masa pemerintahan Arya Wiraraja

Litografi oleh Auguste van Pers yang menggambarkan seorang pangeran dari Sumenep dan pelayannya pada masa Hindia Belanda

Arya Wiraraja dilatik sebagai Adipati pertama Sumenep pada tanggal 31 Oktober 1269, yang sekaligus bertepatan dengan hari jadi Kabupaten Sumenep. Selama dipimpin oleh Arya Wiraja, banyak kemajuan yang dialami kerajaan Sumenep. Pria yang berasal dari desa Nangka Jawa Timur ini memiliki pribadi dan kecakapan/kemampuan yang baik. Arya Wiraja secara umum dikenal sebagai seorang pakar dalam ilmu penasehat/pengatur strategi, analisanya cukup tajam dan terarah sehingga banyak yang mengira Arya Wiraja adalah seorang dukun. Adapun jasa-jasa Arya Wiraja :

  • Mendirikan Majapahit bersama dengan Raden Wijaya.
  • Menghancurkan tentara Cina/tartar serta mengusirnya dari tanah Jawa.

Dalam usia 35 Tahun, karier Arya Wiraja cepat menanjak. Mulai jabatan Demang Kerajaan Singosari kemudian dipromosikan oleh Kartanegara Raja Singosari menjadi Adipati Kerajaan Sumenep, kemudian dipromosikan oleh Raden Wijaya menjadi Rakyan Menteri di Kerajaan Majapahit dan bertugas di Lumajang. Setelah Arya Wiraja meninggalkan Sumenep, kerajaan di ujung timur Madura itu mengalami kemunduran. Kekuasaan diserahkan kepada saudaranya Arya Bangah dan keratonnya pindah dari Batuputih ke Banasare di wilayah Sumenep juga. Selanjutnya diganti oleh anaknya, yang bernama Arya Danurwendo, yang keratonnya pindah ke Desa Tanjung. Dan selanjutnya diganti oleh anaknya, yang bernama Arya asparati. Diganti pula oleh anaknya bernama Panembahan Djoharsari.

Selanjutnya kekuasaan dipindahkan kepada anaknya bernama Panembahan Mandaraja, yang mempunyai 2 anak bernama Pangeran Bukabu yang kemudian menganti ayahnya dan pindah ke Keratonnya di Bukabu (Kecamatan Ambunten). Selanjutnya diganti oleh adiknya bernama Pangeran Baragung yang kemudian pindah ke Desa Baragung (Kecamatan Guluk-guluk).

Pada Masa Pemerintahan Arya Wiraraja, Wilayah Kekuasaan Sumenep, meliputi seluruh wilayah Madura, sebagian Wilayah Tapal Kuda, dan daerah Blambangan

Masa pemerintahan Pangeran Secodiningrat III

Pangeran Jokotole menjadi raja Sumenep yang ke 13 selama 45 tahun (1415-1460). Jokotole dan adiknya bernama Jokowedi lahir dari Raden Ayu Potre Koneng, cicit dari Pangeran Bukabu sebagai hasil dari perkawinan batin (melalui mimpi) dengan Adipoday (Raja Sumenep ke 12). Karena hasil dari perkawinan batin itulah, maka banyak orang yang tidak percaya. Dan akhirnya, seolah-olah terkesan sebagai kehamilan diluar nikah. Akhirnya menimbulkan kemarahan kedua orang tuanya, sampai akan dihukum mati. Sejak kehamilannya, banyak terjadi hal-hal yang aneh dan diluar dugaan. Karena takut kepada orang tuanya maka kelahiran bayi R.A. Potre Koneng langsung diletakkan di hutan oleh dayangya. Dan, ditemukan oleh Empu Kelleng yang kemudian disusui oleh kerbau miliknya.

Peristiwa kelahiran Jokotole, terulang lagi oleh adiknya yaitu Jokowedi. Kesaktian Jokotole mulai terlihat pada usia 6 tahun lebih, seperti membuat alat-alat perkakas dengan tanpa bantuan dari alat apapun hanya dari badanya sendiri, yang hasilnya lebih bagus ketimbang ayah angkatnya sendiri. Lewat kesaktiannya itulah maka ia membantu para pekerja pandai besi yang kelelahan dan sakit akibat kepanasan termasuk ayah angkatnya dalam pengelasan membuat pintu gerbang raksasa atas pehendak Brawijaya VII. Dengan cara membakar dirinya dan kemudian menjadi arang itulah kemudian lewat pusarnya keluar cairan putih. Cairan putih tersebut untuk keperluan pengelasan pintu raksasa. Dan, akhirnya ia diberi hadiah emas dan uang logam seberat badannya. Akhirnya ia mengabdi di kerajaan Majapahit untuk beberapa lama.

Banyak kesuksessan yang ia raih selama mengadi di kerajaan Majapahit tersebut yang sekaligus menjadi mantu dari Patih Muda Majapahit. Setibanya dari Sumenep ia bersama istrinya bernama Dewi Ratnadi bersua ke Keraton yang akhirnya bertemu dengan ibunya R.A. Potre Koneng dan kemudian dilantik menjadi Raja Sumenep dengan Gelar Pangeran Secodiningrat III. Saat menjadi raja ia terlibat pertempuran besar melawan raja dari Bali yaitu Dampo Awang, yang akhirnya dimenangkan oleh Raja Jokotole dengan kesaktiannya menghancurkan kesaktiannya Dampo Awang. Dan kemudian kekuasaannya berakhir pada tahun 1460 dan kemudian digantikan oleh Arya Wigananda putra pertama dari Jokotole.

Masa Pemerintahan Kanjeng Tumenggung Ario Cokronegoro III (Pangeran Jimat)

Kanjeng Tumenggung Ario Cokronegoro III atau Pangeran Jimat adalah putra Pangeran Romo (Kanjeng Tumenggung Ario Cokronegoro II). Pada masa pemerintahannya kekuasaan wilayahnya menjakupi wilayah Sumenep, Pamekasan, Besuki dan Blambangan.

Masa pemerintahan Raden Ayu Tirtonegoro dan Bindara Saod

Raden Ayu Tirtonegoro merupakan satu-satunya pemimpin wanita dalam sejarah kerajaan Sumenep sebagai Kepala Pemerintahan yang ke 30. Menurut hikayat RA Tirtonegoro pada suatu malam bermimipi supaya Ratu kawin dengan Bindara Saod. Setelah Bindara Saod dipanggil, diceritakanlah mimpi itu. Setelah ada kata sepakat perkawinan dilaksanakan, Bindara Saodmenjadi suami Ratu dengan gelar Tumenggung Tirtonegoro.

Terjadi peristiwa tragis pama masa pemerintahan Ratu Tirtonegoro. Raden Purwonegoro Patih Kerajaan Sumenep waktu mencintai Ratu Tirtonegoro, sehingga sangat membenci Bindara Saod, bahkan merencanakan membunuhnya. Raden Purwonegoro datang ke keraton lalu mengayunkan pedang namun tidak mengenai sasaran dan pedang tertancap dalam ke tiang pendopo. Malah sebaliknya Raden Purwonegoro tewas di tangan Manteri Sawunggaling dan Kyai Sanggatarona. Seperti diketahui bahwa Ratu Tirtonegoro dan Purwonegoro sama-sama keturunan Tumenggung Yudonegoro Raja Sumenep ke 23.

Pemandangan pintu gerbang Masjid Jami' Sumenep (tahun 1890-1917)

Akibatnya keluarga kerajaan Sumenep menjadi dua golongan yang berpihak pada Ratu Tirtonegoro diperbolehkan tetap tinggal di Sumenep dan diwajibkan merubah gelarnya dengan sebutan Kyai serta berjanji untuk tidak akan menentang Bindara Saod sampai tujuh turunan. Sedang golongan yang tidak setuju pada ketentuan tersebut dianjurkan meninggalkan kota Sumenep dan kembali ke Pamekasan, Sampang atau Bangkalan.

Masa pemerintahan Panembahan Somala

Bindara Saod dengan isterinya yang pertama di Batu Ampar mempunyai 2 orang anak. Pada saat kedua anak Bindara Saod itu datang ke keraton memenuhi panggilan Ratu Tirtonegoro, anak yang kedua yang bernama Somala terlebih dahulu dalam menyungkem kepada Ratu sedangkan kakaknya mendahulukan menyungkem kepada ayahnya (Bindara Saod). Saat itu pula keluar wasiat Sang Ratu yang dicatat oleh sektretaris kerajaan. Isi wasiat menyatakan bahwa di kelak kemudian hari apabila Bindara Saod meninggal maka yang diperkenankan untuk mengganti menjadi Raja Sumenep adalah Somala. Setelah Bindara Saod meninggal 8 hari kemudian Ratu Tirtonegoro ikut meninggal tahun 1762, sesuai dengan wasiat Ratu yang menjadi Raja Sumenep adalah Somala dengan gelar Panembahan Notokusumo I.

Mandiyoso, salah satu ruang didalam kompleks Keraton Sumenep yang menghubungkan Karaton Dhalem dan Pendopo Agung

Beberapa peristiwa penting pada zaman pemerintahan Somala antara lain menyerang negeri Blambangan dan berhasil menang sehingga Blambangan dan Panarukan menjadi wilayah kekuasaan Panembangan Notokusumo I. Kemudian beliau membangun keraton Sumenep yang sekarang berfungsi sebagai Pendopo Kabupaten. Selanjutnya beliau membangun Masjid Jamik pada tahuhn 1763, Asta Tinggi (tempat pemakaman Raja-Raja Sumenep dan keluarganya) juga dibangun oleh beliau.

Masa pemerintahan Sri Sultan Abdulrachman Pakunataningrat

Sultan Abdurrachman Pakunataningrat bernama asli Notonegoro putra dari Raja Sumenep yaitu Panembahan Notokusumo I. Sultan Abdurrachman Pakunataningrat mendapat gelar Doktor Kesusastraan dari pemerintah Inggris, karena beliau pernah membantu Letnan Gubernur Jenderal Sir Thomas Stamford Raffles untuk menterjemahkan tulisan-tulisan kuno di batu kedalam bahasa Melayu. Beliau memang meguasai berbagai bahasa, seperti bahasa Sansekerta, bahasa Kawi, dan sebagainya. Dan, juga ilmu pengetahuan dan Agama. Disamping itu pandai membuat senjata Keris. Sultan Abdurrachman Pakunataningrat dikenal sangat bijaksana dan memperhatikan rakyat Sumenep, oleh karena itu ia sangat disegani dan dijunjung tinggi oleh rakyat Sumenep sampai sekarang.

Daftar Raja (Adipati) di Sumenep

No. Nama Tempat Karaton Masa Pemerintahan Keterangan
1. Aria Wiraraja I (Aria Banyak Wedi) Batuputih 1269-1292 Abdi Kerajaan Tumapel dan Mendirikan Kerajaan Majapahit bersama Raden Wijaya
2. Aria Wiraraja II (Ario Bangah) Banasare 1292-1301 Kerajaan disebut Sumenep, dibawah pengaruh Majapahit
3. Aria Danurwendo (Lembu Sarenggono) Aeng Anyar 1301-1311
4. Aria Assrapati 1311-1319
5. Panembahan Joharsari Bluto 1319-1331
6. Panembahan Mandaraga (R. Piturut) Keles 1331-1339
7. Pangeran Ario Wotoprojo Bukabu 1339-1348
8. Pangeran Ario Notoningrat Baragung 1348-1358
9. Kanjeng Pangeran Ario Secodiningrat I (R. Agung Rawit) Banasare 1358-1366
10. Kanjeng Pangeran Ario Secodiningrat II (Tumenggung Gajah Pramono) Banasare 1366-1386
11. Kanjeng Pangeran Ario Pulang Jiwo (Panembahan Blongi) Bolingi / Poday 1386-1399
12. Kanjeng Pangeran Ario Adipoday (Ario Baribin) Nyamplong / Poday 1399-1415
13. Kanjeng Pangeran Ario Secodiningrat III (Pangeran Jokotole) Lapa Taman / Dungkek 1415-1460
14. Kanjeng Pangeran Ario Secodiningrat IV (R. Wigonando) Gapura 1460-1502
15. Kanjeng Pangeran Ario Secodingrat V (R. Siding Purih) Parsanga 1502-1559 Kerajaan disebut Sumekar, akhir kerajaan Majapahit
16. Kanjeng Tumenggung Ario Kanduruwan Karang Sabu 1559-1562 Dalam pengaruh Kerajaan Demak, Bintoro
17. Kanjeng Pangeran Ario Wetan dan Kanjeng Pangeran Ario Lor 1562-1567
18. Kanjeng Pangeran Ario Keduk II (R. Keduk) 1567-1574
19. Kanjeng Pangeran Ario Lor II (R. Rajasa) 1574-1589 Dibawah pengaruh Kerajaan Mataram
20. Kanjeng Pangeran Ario Cokronegoro I (R. Abdullah) Karang Toroy 1589-1626
21. Kanjeng Pangeran Ario Anggadipa Karang Toroy 1626-1644
22. Kanjeng Tumenggung Ario Jaing Patih dari Sampang Karang Toroy 1644-1648
23. Kanjeng Tumenggung Ario Yudonegoro (R. Bugan) Karang Toroy 1648-1672 Dibawah pengaruh Kerajaan Mataram-Kompeni, diangkat oleh P.Trunojoyo
24. Kanjeng Tumenggung Ario Pulang Jiwo dan Kanjeng Pangeran Ario Sepuh Karang Toroy 1672-1678 Untuk yang petama kalinya wilayah Sumenep dikuasai oleh kompeni VOC
25. Kanjeng Pangeran Ario Cokronegoro II (P. Romo) Karang Toroy 1678-1709 Kembali dibawah pengaruh Kerajaan Mataram-Kompeni VOC
26. Kanjeng Pangeran Ario Purwonegoro (RT. Wiromenggolo) Karang Toroy 1709-1721 Untuk kedua kalinya wilayah Sumenep dikuasai oleh kompeni VOC
27. Kanjeng Tumenggung Ario Cokronegoro III (R. Ahmat alias Pangeran Ario Jimat) Karang Toroy 1721-1744 Wilayah kekuasaan meliputi Besuki dan Blambangan
28. R. Alza Alias Pangeran Lolos Karang Toroy 1744-1749 Lolos dalam penyergapan K. Lesap
29. K. Lesap Karang Toroy 1749-1750 Pimpinan sementara diserahkan Kanjeng Tumenggung Ario Tirtonegoro
30. Gusti Raden Ayu Tirtonegoro R. Rasmana & Kanjeng Tumenggung Ario Tirtonegoro (Bindara Saod) Pajagalan 1750-1762 Pemerintahan diserahkan pada suaminya
31. Panembahan Sumolo Asirudin Pajagalan 1762-1811 Pendiri Karaton Sumenep dan Masjid Jamik Sumenep
32. Sri Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I (Raden Ario Notonegoro) Pajagalan 1811-1854 Dibawah pengawasan pemerintahan Hindia-Belanda dan Inggris, Mendapat gelar Sultan Sumenep dan gelar doktor kesusastraan Kerajaan Inggris
33. Panembahan Notokusumo II (Raden Ario Moch. Saleh) Pajagalan 1854-1879
34. Kanjeng Pangeran Ario Pakunataningrat II (Pangeran Mangkuadiningrat) Pajagalan 1879-1901 Dikuasai langsung oleh pemerintah Hindia-Belanda
35. Kanjeng Pangeran Ario Pratamingkusumo Pajagalan 1901-1926
36. Kanjeng Tumenggung Ario Prabuwinoto Pajagalan 1926-1929

Lihat pula

Refrensi

  • Zulkarnaen, Iskandar. 2003. Sejarah Sumenep. Sumenep: Dinas Pariwisata dan kebudayaan kabupaten Sumenep.
  • Adurrahchman, Drs.1971.Sejarah Madura Selajang Pandang. Sumenep