Prasasti Ciaruteun: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
TjBot (bicara | kontrib)
k bot kosmetik perubahan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-jaman +zaman)
Baris 6: Baris 6:
Tempat ditemukannya prasasti ini merupakan bukit (bahasa Sunda: pasir) yang diapit oleh tiga sungai: [[sungai Cisadane|Cisadane]], [[sunga Cianten|Cianten]] dan [[sungai Ciaruteun|Ciaruteun]]. Sampai [[abad ke-19]], tempat ini masih dilaporkan sebagai Pasir Muara, yang termasuk dalam tanah swasta Ciampéa (sekarang termasuk wilayah [[Cibungbulang, Bogor|Kecamatan Cibungbulang]]).
Tempat ditemukannya prasasti ini merupakan bukit (bahasa Sunda: pasir) yang diapit oleh tiga sungai: [[sungai Cisadane|Cisadane]], [[sunga Cianten|Cianten]] dan [[sungai Ciaruteun|Ciaruteun]]. Sampai [[abad ke-19]], tempat ini masih dilaporkan sebagai Pasir Muara, yang termasuk dalam tanah swasta Ciampéa (sekarang termasuk wilayah [[Cibungbulang, Bogor|Kecamatan Cibungbulang]]).


Menurut ''[[Pustaka Rajya-rajya i Bhumi Nusantara]]'' parwa 2, sarga 3, halaman 161 disebutkan bahwa Tarumanagara mempunya ''rajamandala'' (bawahan) yang dinamai "Pasir Muhara".
Menurut ''[[Pustaka Rajya-rajya i Bhumi Nusantara]]'' parwa 2, sarga 3, halaman 161 disebutkan bahwa Tarumanagara mempunya ''razamandala'' (bawahan) yang dinamai "Pasir Muhara".


== Penemuan ==
== Penemuan ==

Revisi per 25 Mei 2011 15.33

Berkas:Prasasticiaruteun.jpg
Salinan gambar prasasti Ciaruteun dari buku The Sunda Kingdom of West Java From Tarumanagara to Pakuan Pajajaran with the Royal Center of Bogor

Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan ditepi sungai Ciarunteun, dekat muara sungai Cisadane Bogor. Prasasti tersebut merupakan peninggalan kerajaan Tarumanagara.

Lokasi

Prasasti Ciaruteun terletak di desa Ciaruteun Hilir, kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor tepatnya pada koordinat 0°7’2,76” BB (dari Jakarta) dan 6°38’09”.

Tempat ditemukannya prasasti ini merupakan bukit (bahasa Sunda: pasir) yang diapit oleh tiga sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19, tempat ini masih dilaporkan sebagai Pasir Muara, yang termasuk dalam tanah swasta Ciampéa (sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang).

Menurut Pustaka Rajya-rajya i Bhumi Nusantara parwa 2, sarga 3, halaman 161 disebutkan bahwa Tarumanagara mempunya razamandala (bawahan) yang dinamai "Pasir Muhara".

Penemuan

Prasasti Ciaruteun di Museum Sejarah Jakarta.

Prasasti Ciaruteun dilaporkan oleh pemimpin Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Weten-schappen (sekarang Museum Nasional) pada tahun 1863. Akibat banjir besar pada tahun 1893 batu prasasti ini terhanyutkan beberapa meter ke hilir dan bagian batu yang bertulisan menjadi terbalik posisinya ke bawah. Kemudian pada tahun 1903 prasasti ini dipindahkan ke tempat semula. Pada tahun 1981 Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengangkat dan memindahkan prasasti batu ini agar tidak terulang terseret banjir.

Bahan

Prasasti Ciaruteun dibuat dari batu alam.

Isi

Prasasti Ciaruteun bergoreskan aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka bahasa Sansekerta dengan metrum Anustubh yang teridiri dari tiga baris dan pada bagian bawah tulisan terdapat pahatan gambar umbi dan sulur-suluran (pilin), sepasang telapak kaki dan laba-laba.

Teks:
vikkrantasyavanipat eh
srimatah purnnavarmmanah
tarumanagarendrasya
visnoriva padadvayam

Terjemahan:
“inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki dewa Visnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia sang Purnnawamman, raja di negri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”.

Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tersebut (tempat ditemukannya prasasti tersebut). Hal ini berarti menegaskan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu maka dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat

Lihat pula

Rujukan

  1. H.P.Hoepermans “Hindoe-Oudheden va Java (1864)” ROD 1913:75
  2. J.F.G.Brumund “Bijdragen tot de kennis va het Hindoeisme op Java” VBG.XXXIII 1868:64
  3. A.B.Cohen Stuart “Heilige Voetsporen op Java” BKI 3(X) juga di bahasa Inggris berjudul: “Sacred Footprints in Java” Indian AntiQuary IV. 1875:355-dst
  4. D.van Hinloopen Labberton “Ueber di Bedeutung der Spinne in der Indischen Literatuur” Zeitschrift der Deutschen Morgenlandischen Geselschaft. 66. 1912:601
  5. H. Kern “Over de sanskrit-Opschrifte n van Jambu (Batavia) (± 450 A.D), Verspreide Geschriften VII. 1917:4-5.
  6. J.Ph.Vogel “the Earliest Sanskrit Inscription of Java” POD. I. l925:21-24. Plate 28-29
  7. N.J.Krom “Inventaris der Hindoe-oudheden” ROD. 1914, l915:30 (di dalam keterangan atau catatan nomor 61)
  8. R.M.Ng.Poerbatjarak a Riwayat indonesia I l952:12
  9. L.Ch.Damais “Les Ecritures d’Origine Indienne en Indonesie et dans le Sud-Est AsiatiQue Continental” BSEI. XXX(4). L955:365-382. Khususnya prasasti Ciaruteun.
  10. Bambang Soemadio (et.al. editor) Sejarah Nasional Indonesia II, Jaman Kuna. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan l975:39-40; l984:40