Pembela Tanah Air: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k perbaikan kecil
Baris 42: Baris 42:
==Pemberontakan batalion PETA di Blitar==
==Pemberontakan batalion PETA di Blitar==
{{utama|Pemberontakan PETA Blitar}}
{{utama|Pemberontakan PETA Blitar}}
Pada tanggal [[14 Februari]] [[1945]], pasukan PETA di [[Blitar]] di bawah pimpinan [[Supriadi]] melakukan sebuah pemberontakan. Pemberontakan ini berhasil dipadamkan dengan memanfaatkan pasukan pribumi yang tak terlibat pemberontakan, baik dari satuan PETA sendiri maupun [[Heiho]]. Pimpinan pasukan pemberontak, Supriadi, hilang dalam peristiwa ini. Akan tetapi, pimpinan lapangan dari pemberontakan ini, yang selama ini dilupakan sejarah, Muradi, tetap bersama dengan pasukannya hingga saat terakhir. Mereka semua pada akhirnya, setelah disiksa selama penahanan oleh ''[[Kenpeitai]]'' (PM), diadili dan dihukum mati dengan [[hukuman penggal]] sesuai dengan hukum militer [[Tentara Kekaisaran Jepang]] di pantai [[Ancol]] pada tanggal [[16 Mei]] [[1945]].
Pada tanggal [[14 Februari]] [[1945]], pasukan PETA di [[Blitar]] di bawah pimpinan [[Supriadi]] melakukan sebuah pemberontakan. Pemberontakan ini berhasil dipadamkan dengan memanfaatkan pasukan pribumi yang tak terlibat pemberontakan, baik dari satuan PETA sendiri maupun [[Heiho]]. Pimpinan pasukan pemberontak, Supriadi, menurut [[sejarah Indonesia]] dinyatakan hilang dalam peristiwa ini. Akan tetapi, pimpinan lapangan dari pemberontakan ini, yang selama ini dilupakan sejarah, Muradi, tetap bersama dengan pasukannya hingga saat terakhir. Mereka semua pada akhirnya, setelah disiksa selama penahanan oleh ''[[Kenpeitai]]'' (PM), diadili dan dihukum mati dengan [[hukuman penggal]] sesuai dengan hukum militer [[Tentara Kekaisaran Jepang]] di [[Eevereld]] (sekarang pantai [[Ancol]]) pada tanggal [[16 Mei]] [[1945]].


== Pembubaran PETA ==
== Pembubaran PETA ==

Revisi per 11 Januari 2011 06.15

Pembela Tanah Air
Berkas:Bendera PETA.png
Bendera yang digunakan batalion PETA
Aktif3 Oktober 1943 - 15 Agustus 1945
NegaraIndonesia Indonesia (Pra-kemerdekaan)
Aliansi Angkatan Darat Kekaisaran Jepang
CabangSeinen Dojo
Tipe unitInfanteri
PeranMembela Indonesia dari serangan Blok Sekutu
Jumlah personel66 Batalion di Jawa
3 Batalion di Bali
Sekitar 20,000 personil di Sumatera
MarkasBogor, Jawa
JulukanPETA
Kyōdo Bōei Giyûgun
Pelindung Angkatan Darat Kekaisaran Jepang
Moto"Indonesia Akan Merdeka"
Warna seragamUngu, Hijau, Merah & Putih     
Ulang tahun3 Oktober
Tentara PETA sedang latihan di Bogor pada tahun 1944

Tentara Sukarela Pembela Tanah Air disingkat PETA (郷土防衛義勇軍, kyōdo bōei giyûgun) adalah kesatuan militer yang dibentuk Jepang dalam masa pendudukan Jepang di Indonesia. Tentara Pembela Tanah Air dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1943 berdasarkan maklumat Osamu Seirei No 44 yang diumumkan oleh Panglima Tentara Ke-16, Letnan Jendral Kumakichi Harada sebagai Tentara Sukarela. Pelatihan pasukan Peta dipusatkan di kompleks militer Bogor yang diberi nama Jawa Bo-ei Giyûgun Kanbu Resentai.

Tentara PETA telah berperan besar dalam Perang Kemerdekaan Indonesia. Beberapa tokoh nasional yang dulunya tergabung dalam PETA antara lain mantan presiden Soeharto dan Jendral Besar Soedirman. Veteran-veteran tentara PETA telah menentukan perkembangan dan evolusi militer Indonesia, antara lain setelah menjadi bagian penting dari pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR), Tentara Keamanan Rakyat (TKR),Tentara Keselamatan Rakyat, Tentara Republik Indonesia (TRI) hingga akhirnya TNI. Karena hal ini, PETA banyak dianggap sebagai cikal bakal dari Tentara Nasional Indonesia.

Latar belakang

Pembentukan PETA dianggap berawal dari surat Raden Gatot Mangkupradja kepada Gunseikan (kepala pemerintahan militer Jepang) pada bulan September 1943 yang antara lain berisi permohonan agar bangsa Indonesia diperkenankan membantu pemerintahan Jepang di medan perang. Pada pembentukannya, banyak anggota Seinen Dojo ("Barisan Pemuda") yang kemudian menjadi anggota senior dalam barisan PETA. Ada pendapat bahwa hal ini merupakan strategi Jepang untuk membangkitkan semangat patriotisme dengan memberi kesan bahwa usul pembentukan PETA berasal dari kalangan pemimpin Indonesia sendiri. Pendapat ini ada benarnya, karena, sebagaimana berita yang dimuat pada koran "Asia Raya" pada tanggal 13 September 1943, yakni adanya usulan sepuluh ulama: K.H. Mas Mansyur, KH. Adnan, Dr. Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Guru H. Mansur, Guru H. Cholid. K.H. Abdul Madjid, Guru H. Jacob, K.H. Djunaedi, U. Mochtar dan H. Mohammad Sadri, yang menuntut agar segera dibentuk tentara sukarela bukan wajib militer yang akan mempertahankan Pulau Jawa [1]. Hal ini menunjukkan telah adanya peran golongan agama dalam rangka pembentukan cikal bakal TNI ini. Tujuan pengusulan oleh golongan agama ini dianggap untuk menanamkan paham kebangsaan dan cinta tanah air yang berdasarkan ajaran agama. Hal ini kemudian juga diperlihatkan dalam panji atau bendera tentara PETA yang berupa matahari terbit (lambang kekaisaran Jepang) dan lambang bulan sabit dan bintang yang merupakan simbol kepercayaan Islam.

Pemberontakan batalion PETA di Blitar

Pada tanggal 14 Februari 1945, pasukan PETA di Blitar di bawah pimpinan Supriadi melakukan sebuah pemberontakan. Pemberontakan ini berhasil dipadamkan dengan memanfaatkan pasukan pribumi yang tak terlibat pemberontakan, baik dari satuan PETA sendiri maupun Heiho. Pimpinan pasukan pemberontak, Supriadi, menurut sejarah Indonesia dinyatakan hilang dalam peristiwa ini. Akan tetapi, pimpinan lapangan dari pemberontakan ini, yang selama ini dilupakan sejarah, Muradi, tetap bersama dengan pasukannya hingga saat terakhir. Mereka semua pada akhirnya, setelah disiksa selama penahanan oleh Kenpeitai (PM), diadili dan dihukum mati dengan hukuman penggal sesuai dengan hukum militer Tentara Kekaisaran Jepang di Eevereld (sekarang pantai Ancol) pada tanggal 16 Mei 1945.

Pembubaran PETA

Tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, berdasarkan persetujuan penyerahan tanpa-syarat dengan Tentara Sekutu, Tentara Kekaisaran Jepang mengeluarkan perintah untuk membubarkan kesatuan-kesatuan PETA. Sehari kemudian, panglima terakhir Tentara Ke-16 di Jawa, Letnan Jendral Nagano Yuichiro, mengucapkan pidato perpisahan pada para anggota kesatuan PETA.

Peran dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia

Pemuda Indonesia dalam pelatihan di Seinen Dojo yang kemudian menjadi anggota PETA

Sumbangsih dan peranan tentara PETA dalam masa Perang Kemerdekaan Indonesia sangatlah besar. Demikian juga peranan mantan Tentara PETA dalam kemerdekaan Indonesia. Beberapa tokoh yang dulunya tergabung dalam PETA antara lain mantan presiden Soeharto dan Jendral Besar Soedirman. Mantan Tentara PETA menjadi bagian penting pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sejak Badan Keamanan Rakyat (BKR), Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara Keselamatan Rakyat, Tentara Republik Indonesia (TRI) hingga TNI. Untuk mengenang perjuangan Tentara PETA, pada tanggal 18 Desember 1995 diresmikan monumen PETA yang letaknya di Bogor.

Rujukan

  • Ensiklopedia Nasional Indonesia (ed. 1989)

Referensi

  1. ^ Suryanegara, Mansur. 1996. Pemberontakan Tentara PETA di Cileunca Pangalengan Bandung Selatan