Parahyangan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Fathdillah (bicara | kontrib)
Humboldt (bicara | kontrib)
commonscat
Baris 44: Baris 44:
* [[A. Sabana Harjasaputra|Hardjasaputra, A. Sobana]] (2004). Bupati di Priangan: kedudukan dan peranannya pada abad ke-17 - abad ke-19. ''Bupati di Priangan dan kajian lainnya mengenai budaya Sunda'', hal. 9-65. Pusat Studi Sunda, Bandung.
* [[A. Sabana Harjasaputra|Hardjasaputra, A. Sobana]] (2004). Bupati di Priangan: kedudukan dan peranannya pada abad ke-17 - abad ke-19. ''Bupati di Priangan dan kajian lainnya mengenai budaya Sunda'', hal. 9-65. Pusat Studi Sunda, Bandung.
* [[Ajip Rosidi]], dkk. (2000). ''Ensiklopedi Sunda''. Pustaka Jaya, Jakarta.
* [[Ajip Rosidi]], dkk. (2000). ''Ensiklopedi Sunda''. Pustaka Jaya, Jakarta.

{{commonscat|Priangan}}


[[Kategori:Jawa Barat]]
[[Kategori:Jawa Barat]]

Revisi per 30 Desember 2010 18.47

Untuk kegunaan lain, lihat Parahyangan (disambiguasi).

Parahyangan atau Priangan (Bahasa Belanda: Preanger) adalah daerah Sunda di Jawa Barat yang luasnya mencakup wilayah Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Sumedang, Cimahi, Bandung, dan Cianjur.

Etimologi

Priangan atau Parahyangan sering diartikan sebagai tempat para rahyang atau hyang. Masyarakat Sunda kuna percaya bahwa roh leluhur atau para dewa menghuni tempat-tempat yang luhur dan tinggi, maka wilayah pegunungan dianggap sebagai tempat hyang bersemayam. Berasal dari gabungan kata para-hyang-an; para menunjukkan bentuk jamak, sedangkan akhiran -an menunjukkan tempat[butuh rujukan], jadi Parahyangan berarti tempat para hyang bersemayam. Sejak zaman Kerajaan Sunda, wilayah jajaran pengunungan di tengah Jawa Barat dianggap sebagai kawasan suci tempat hyang bersemayam. Menurut legenda Sunda, tanah Priangan tercipta ketika para dewa tersenyum dan mencurahkan semua berkah dan restunya. Kisah ini bermaksud untuk menunjukkan keindahan dan kemolekan alam Tatar Sunda yang subur dan makmur.

Geografi

Priangan saat ini merupakan salah satu wilayah Propinsi Jawa Barat yang mencakup Kabupaten Cianjur, Bandung, Sumedang, Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis, yang luasnya mencapai sekitar seperenam pulau Jawa (kurang lebih 21.524 km persegi). Bagian utara Priangan berbatasan dengan Karawang, Purwakarta, Subang dan Indramayu; sebelah selatan dengan Majalengka, Kuningan; dengan Jawa Tengah di sebelah timur dibatasi oleh sungai Citanduy; di barat berbatasan dengan Bogor dan Sukabumi, sedangkan di selatan berhadapan dengan Samudera Indonesia.

Relief tanah daerah Priangan dibentuk oleh dataran rendah, bukit-bukit dan rangkaian gunung: Gunung Gede, Gunung Ciremai (termasuk dalam wilayah administratif Majalengka, Kuningan, dan Ciamis), Gunung Kancana, Gunung Masigit (Cianjur), Gunung Salak (termasuk dalam wilayah administratif Bogor dan Sukabumi); Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Burangrang, Gunung Malabar, Gunung Bukit Tunggul (Bandung); Gunung Tampomas, Gunung Calancang, Gunung Cakra Buana (Sumedang); Gunung Guntur, Gunung Haruman, Gunung Talagabodas, Gunung Karacak, Gunung Galunggung (Garut); Gunung Cupu, Gunung Cula Badak, Gunung Bongkok (Tasikmalaya); Gunung Syawal (Ciamis). Dikelilingi oleh rangkaian pegunungan dan banyak sungai, Priangan adalah wilayah yang sangat subur.

Sejarah

Sebelum jatuh ke dalam kekuasaan Mataram, wilayah Priangan mencakup wilayah antara sungai Cipamali di sebelah timur dan sungai Cisadane di sebelah barat, kecuali wilayah Pakuan Pajajaran dan Cirebon. Setelah kekuasaan Kerajaan Sunda di Pakuan diruntuhkan oleh Kesultanan Banten (1579/1580), wilayah peninggalannya terbagi ke dalam dua kekuasaan: Kerajaan Sumedang Larang dan Kerajaan Galuh. Sumedang Larang yang pusat pemerintahannya di Kutamaya (wilayah barat Kota Sumedang saat ini) dipimpin oleh Prabu Geusan Ulun (1580-1608).

Takluk ke Mataram

Sepeninggal Prabu Geusan Ulun, kekuasaan Sumedang Larang diwariskan kepada anak tirinya, Raden Aria Suriadiwangsa (1608-1624). Tahun 1620, karena terjepit oleh tiga kekuasaan (Mataram di timur, Banten dan Kompeni di barat), Aria Suriadiwangsa memilih menyerahkan diri ke Mataram (ibunya, Ratu Harisbaya, adalah saudara Sutawijaya). sejak saat itu, Sumedang Larang diubah menjadi Kabupaten Sumedang di bawah kekuasaan Mataram, demikian pula wilayah lainnya yang kemudian menjadi bawahan Mataram yang diawasi oleh Wedana Bupati Priangan. Untuk jabatan Wedana Bupati Priangan, Sultan Agung memilih Aria Suriadiwangsa dengan gelar Pangeran Rangga Gempol Kusumadinata (Rangga Gempol I, 1620-1624).

Ketika kekuasaan Priangan dipegang oleh Pangeran Rangga Gede (mewakili Rangga Gempol yang ditugaskan untuk menaklukkan daerah Sampang, Madura), Sumedang diserang Banten. Karena tidak mampu mengatasi serangan Banten, Rangga Gede kemudian ditahan di Mataram, sedangkan Priangan diserahkan kepada Dipati Ukur, dengan syarat harus merebut Batavia dari VOC. Dipati Ukur saat itu menjabat Wedana Bupati Priangan di wilayah Bandung saat ini, yang membawahi wilayah Sumedang, Sukapura, Bandung, Limbangan, serta sebagian Cianjur, Karawang, Pamanukan, dan Ciasem. namun, karena gagal memenuhi syarat merebut Batavia (1628), dan sadara bahwa dirinya akan dihukum oleh Sultan Agung, Dipati Ukur berontak. Pemberontakan Dipati Ukur baru bisa dilumpuhkan pada tahun 1632, setelah Mataram dibantu oleh beberapa pemimpin Priangan. Jabatan Wedana Bupati Priangan selanjutnya diserahkan kembali kepada Rangga Gede.

Akibat pemberontakan Dipati Ukur, dalam Piagam Sultan Agung bertanggal 9 Muharam tahun Alip (menurut F. de Haan, tahun Alip sama dengan tahun 1641 Masehi, tetapi ada beberapa keterangan lain yang menyebutkan bahwa tahun Alip identik dengan tahun 1633), daerah Priangan di luar Galuh dibagi lagi menjadi empat kabupaten:

  • Sumedang (Rangga Gempol II, sekaligus Wedana Bupati Priangan),
  • Sukapura (Ki Wirawangsa Umbul Sukakerta, bergelar Tumenggung Wiradadaha),
  • Bandung (Ki Astamanggala Umbul Cihaurbeuti, bergelar Tumenggung Wiraangun-angun),
  • Parakan Muncang (Ki Somahita Umbul Sindangkasih, bergelar Tumenggung Tanubaya).

Wilayah Priangan kemudian dimekarkan dengan diubahnya Karawang menjadi kabupaten mandiri, sedangkan wilayah Galuh (Priangan Timur) dibagi empat kabupaten: Utama, Bojonglopang (Kertabumi), Imbanagara, dan Kawasen.

Sepeninggal Sultan Agung (1645), Mataram dipimpin oleh anaknya, Sunan Amangkurat I (Sunan Tegalwangi, 1645-1677). Antara tahun 1656-1657, wilayah Mataram Barat (Mancanegara Kilen) dibagi menjadi dua belas ajeg sekaligus menghapus wedana bupati di Priangan: Sumedang, Parakan Muncang, Bandung, Sukapura, Karawang, Imbanagara, Kawasen, Wirabaja (Galuh), Sekacé (Sindangkasih), Banyumas, Ayah (Dayeuhluhur), jeung Banjar (Panjer).

Jatuh ke VOC-Hindia Belanda

Wilayah Priangan jatuh ke dalam kekuasaan VOC sebelum Mataram benar-benar takluk kepada VOC (1757). Berdasarkan "perjanjian" antara Mataram dan VOC tahun 1677 (perjanjian 19-20 Oktober), Priangan Barat dan Tengah diserahkan kepada VOC, sedangkan Priangan Timur dan Cirebon tahun 1705 (perjanjian 5 Oktober).

Dalam piagam bertanggal 15 November 1684, VOC secara resmi mengangkat para pemimpin Priangan untuk memerintah wilayahnya masing-masing. Pada tahun 1706, VOC mengangkat Pangeran Aria Cirebon menjadi Bupati Kumpeni, yang tugasnya mengawasi dan memimpin bupati-bupati di Priangan agar patuh pada kewajiban-kewajibannya kepada Kumpeni. Ketika masa VOC ini, Priangan menjadi salah satu sumber hasil bumi utama dengan adanya program yang disebut Preangerstelsel (Sistem Priangan), yang utamanya menghasilkan kopi.

Pada masa Hindia Belanda (setelah VOC bangkrut), Gubernur H. W. Daendels mengadakan proyek Grote Postweg (Jalan Raya Pos), yaitu membangun jalan dari Anyar di ujung barat hingga Panarukan di ujung timur Jawa. Selain itu, Daendels juga semakin menggiatkan penanaman kopi di Priangan, terutama di daerah Cianjur, Bandung, Sumedang, dan Parakan Muncang (1808-1809). Limbangan, Sukapura, dan Galuh digabung dengan Cirebon (Cheribonsche Preangerlanden), namun tidak lama kemudian Limbangan dan Sukapura dikeluarkan dari wilayah administrasi Cirebon.

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda (1808-1942), status Priangan adalah karesidenan yang beribukota Cianjur (namun kemudian sejak tahun 1864 dipindahkan ke Bandung). Dengan masuknya Galuh (awal abad ke-20), wilayah Karesidenan Priangan bertambah: Priangan menjadi 6 kabupaten; Cianjur, Bandung, Sumedang, Limbangan, Sukapura, dan Galuh.

Baca pula

Rujukan

  • Hardjasaputra, A. Sobana (2004). Bupati di Priangan: kedudukan dan peranannya pada abad ke-17 - abad ke-19. Bupati di Priangan dan kajian lainnya mengenai budaya Sunda, hal. 9-65. Pusat Studi Sunda, Bandung.
  • Ajip Rosidi, dkk. (2000). Ensiklopedi Sunda. Pustaka Jaya, Jakarta.