Revolusi Sosial Sumatra Timur: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Citra (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Citra (bicara | kontrib)
+ info
Baris 1: Baris 1:
Pada bulan-bulan Januari sampai Maret 1946, sebelum pengaruh Republik sampai ke kawasan Sumatera Timur, terjadi gejolak revolusi sosial di Sumatra Timur oleh rakyat terhadap penguasa kerajaan Melayu. Gejolak ini dipicu oleh gerakan kaum komunis yang hendak menghapuskan sistem kerajaan. Pembantaian tidak hanya terjadi pada keluarga kerajaan Melayu yang dikenal pro-Belanda namun juga golongan menegah pro-Republik dan pimpinan lokal administrasi Republik Indonesia.
Pada bulan-bulan Januari sampai Maret 1946, sebelum pengaruh Republik sampai ke kawasan Sumatera Timur, terjadi gejolak revolusi sosial di Sumatra Timur oleh rakyat terhadap penguasa kerajaan Melayu. Gejolak ini dipicu oleh gerakan kaum komunis yang hendak menghapuskan sistem kerajaan. Pembantaian tidak hanya terjadi pada keluarga kerajaan Melayu yang dikenal pro-Belanda namun juga golongan menegah pro-Republik dan pimpinan lokal administrasi Republik Indonesia.

Meletusnya revolusi sosial di Sumatera Utara yang dikumandangkan oleh Wakil Gubernur Sumatera Dr. M. Amir pada tanggal 3 Maret 1946, tidak terlepas dari sikap sultan-sultan, raja-raja dan kaum feodal pada umumnya, yang tidak begitu antusias terhadap kemerdekaan Indonesia. Akibatnya rakyat tidak merasa puas dan mendesak kepada komite nasional wilayah Sumatera Timur supaya daerah istimewa seperti Pemerintahan swapraja/kerajaan dihapuskan dan menggantikannya dengan pemerintahan demokrasi rakyat sesuai dinamika perjuangan kemerdekaan. Sistem yang dikehendaki ialah pemerintah yang demokratis berporos kepada kedaulatan rakyat.

Gerakan itu begitu cepat menjalar ke seluruh pelosok daerah Sumatera Timur. Puluhan orang yang berhubungan dengan swapraja ditahan dan dipenjarakan oleh lasykar-lasykar yang tergabung dalam Volks Front. Di Binjai, Tengku Kamil dan Pangeran Stabat ditangkap bersama beberapa orang pengawalnya. Istri-istri mereka juga ditangkap dan ditawan ditempat berpisah. Sultan Langkat di Tanjung Pura pun tertangkap. Demikian juga sultan-sultan lainnya seperti Sultan Kualoh Leidong, Sultan Asahan, dan sultan-sultan lainnya ditangkap walaupun melakukan perlawanan tetapi pasukan-pasukannya dapat dikalahkan oleh lasykar-lasykar rakyat. Pujangga dan anggota keluarga Kesultanan Langkat, [[Amir Hamzah]] ikut terbunuh dalam peristiwa ini.

<ref>Nationalism and Revolution in Indonesia, George McTurnan Kahin, Cornell University Press, 2003 (cetak pertama 1952), hal.412, ISBN: 0-87727-734-6</ref>
<ref>Nationalism and Revolution in Indonesia, George McTurnan Kahin, Cornell University Press, 2003 (cetak pertama 1952), hal.412, ISBN: 0-87727-734-6</ref>
<ref>Sejarah Kabupaten Karo [http://karokab.go.id/in/index.php?option=com_content&view=article&id=123:revolusi-sosial-&catid=47:kemerdekaan&Itemid=105]</ref>


== Catatan kaki ==
== Catatan kaki ==

Revisi per 23 Desember 2010 14.27

Pada bulan-bulan Januari sampai Maret 1946, sebelum pengaruh Republik sampai ke kawasan Sumatera Timur, terjadi gejolak revolusi sosial di Sumatra Timur oleh rakyat terhadap penguasa kerajaan Melayu. Gejolak ini dipicu oleh gerakan kaum komunis yang hendak menghapuskan sistem kerajaan. Pembantaian tidak hanya terjadi pada keluarga kerajaan Melayu yang dikenal pro-Belanda namun juga golongan menegah pro-Republik dan pimpinan lokal administrasi Republik Indonesia.

Meletusnya revolusi sosial di Sumatera Utara yang dikumandangkan oleh Wakil Gubernur Sumatera Dr. M. Amir pada tanggal 3 Maret 1946, tidak terlepas dari sikap sultan-sultan, raja-raja dan kaum feodal pada umumnya, yang tidak begitu antusias terhadap kemerdekaan Indonesia. Akibatnya rakyat tidak merasa puas dan mendesak kepada komite nasional wilayah Sumatera Timur supaya daerah istimewa seperti Pemerintahan swapraja/kerajaan dihapuskan dan menggantikannya dengan pemerintahan demokrasi rakyat sesuai dinamika perjuangan kemerdekaan. Sistem yang dikehendaki ialah pemerintah yang demokratis berporos kepada kedaulatan rakyat.

Gerakan itu begitu cepat menjalar ke seluruh pelosok daerah Sumatera Timur. Puluhan orang yang berhubungan dengan swapraja ditahan dan dipenjarakan oleh lasykar-lasykar yang tergabung dalam Volks Front. Di Binjai, Tengku Kamil dan Pangeran Stabat ditangkap bersama beberapa orang pengawalnya. Istri-istri mereka juga ditangkap dan ditawan ditempat berpisah. Sultan Langkat di Tanjung Pura pun tertangkap. Demikian juga sultan-sultan lainnya seperti Sultan Kualoh Leidong, Sultan Asahan, dan sultan-sultan lainnya ditangkap walaupun melakukan perlawanan tetapi pasukan-pasukannya dapat dikalahkan oleh lasykar-lasykar rakyat. Pujangga dan anggota keluarga Kesultanan Langkat, Amir Hamzah ikut terbunuh dalam peristiwa ini.

[1] [2]

Catatan kaki

  1. ^ Nationalism and Revolution in Indonesia, George McTurnan Kahin, Cornell University Press, 2003 (cetak pertama 1952), hal.412, ISBN: 0-87727-734-6
  2. ^ Sejarah Kabupaten Karo [1]