Takhta: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Gunkarta (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
TjBot (bicara | kontrib)
k bot kosmetik perubahan
Baris 2: Baris 2:
'''Takhta''' (kadang ditulis '''Tahta''') atau '''Singgasana''' adalah [[kursi]] duduk resmi bagi seorang [[penguasa]] untuk menjalankan fungsi seremonial maupun negara. Dalam pandangan abstrak, istilah tahta bisa merujuk kepada [[monarki]] maupun [[raja]] sendiri, dan juga digunakan dalam beberapa [[ungkapan]] seperti "[[kekuasaan di balik tahta]]".
'''Takhta''' (kadang ditulis '''Tahta''') atau '''Singgasana''' adalah [[kursi]] duduk resmi bagi seorang [[penguasa]] untuk menjalankan fungsi seremonial maupun negara. Dalam pandangan abstrak, istilah tahta bisa merujuk kepada [[monarki]] maupun [[raja]] sendiri, dan juga digunakan dalam beberapa [[ungkapan]] seperti "[[kekuasaan di balik tahta]]".


==Etimologi==
== Etimologi ==
Istilah ''takhta'' dalam [[bahasa Indonesia]] berasal dari pengaruh serapan [[bahasa Persia]] yang memiliki arti sama persis, yaitu kursi kebesaran penguasa. Istilah yang lebih awal dalam kebudayaan Indonesia purba adalah ''singgasana'' yang berasal dari bahasa [[sansekerta]]: ''sinhasana'' atau kursi [[singa]]. Singa adalah lambang kebesaran dan keagungan dalam kebudayaan [[Hindu]] dan [[Buddha]], sebagai contoh singgasana berukir singa lazim ditemukan dalam kesenian Jawa kuno abad ke-8, seperti di relief Borobudur dan Prambanan. Singgasana Buddha [[Wairocana]] di [[Candi Mendut]], serta singgasana [[Dewi Tara]] di [[Candi Kalasan]] berukir [[Makara]], [[Singa]], dan [[Gajah]].
Istilah ''takhta'' dalam [[bahasa Indonesia]] berasal dari pengaruh serapan [[bahasa Persia]] yang memiliki arti sama persis, yaitu kursi kebesaran penguasa. Istilah yang lebih awal dalam kebudayaan Indonesia purba adalah ''singgasana'' yang berasal dari bahasa [[sansekerta]]: ''sinhasana'' atau kursi [[singa]]. Singa adalah lambang kebesaran dan keagungan dalam kebudayaan [[Hindu]] dan [[Buddha]], sebagai contoh singgasana berukir singa lazim ditemukan dalam kesenian Jawa kuno abad ke-8, seperti di relief Borobudur dan Prambanan. Singgasana Buddha [[Wairocana]] di [[Candi Mendut]], serta singgasana [[Dewi Tara]] di [[Candi Kalasan]] berukir [[Makara]], [[Singa]], dan [[Gajah]].



Revisi per 24 Oktober 2010 12.58

Takhta (kadang ditulis Tahta) atau Singgasana adalah kursi duduk resmi bagi seorang penguasa untuk menjalankan fungsi seremonial maupun negara. Dalam pandangan abstrak, istilah tahta bisa merujuk kepada monarki maupun raja sendiri, dan juga digunakan dalam beberapa ungkapan seperti "kekuasaan di balik tahta".

Etimologi

Istilah takhta dalam bahasa Indonesia berasal dari pengaruh serapan bahasa Persia yang memiliki arti sama persis, yaitu kursi kebesaran penguasa. Istilah yang lebih awal dalam kebudayaan Indonesia purba adalah singgasana yang berasal dari bahasa sansekerta: sinhasana atau kursi singa. Singa adalah lambang kebesaran dan keagungan dalam kebudayaan Hindu dan Buddha, sebagai contoh singgasana berukir singa lazim ditemukan dalam kesenian Jawa kuno abad ke-8, seperti di relief Borobudur dan Prambanan. Singgasana Buddha Wairocana di Candi Mendut, serta singgasana Dewi Tara di Candi Kalasan berukir Makara, Singa, dan Gajah.

Daftar singgasana terkenal

Tahta di Katedral Aachen