Limbah minyak: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
43Rambu (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
TjBot (bicara | kontrib)
k bot kosmetik perubahan
Baris 8: Baris 8:
==== Efek ====
==== Efek ====
# Rusaknya estetika pantai akibat bau dari material minyak. Residu berwarna gelap yang terdampar di pantai akan menutupi batuan, pasir, tumbuhan dan hewan. Gumpalan [[tar]] yang terbentuk dalam proses pelapukan minyak akan hanyut dan terdampar di pantai.
# Rusaknya estetika pantai akibat bau dari material minyak. Residu berwarna gelap yang terdampar di pantai akan menutupi batuan, pasir, tumbuhan dan hewan. Gumpalan [[tar]] yang terbentuk dalam proses pelapukan minyak akan hanyut dan terdampar di pantai.
#Kerusakan biologis, bisa merupakan efek letal dan efek subletal. Efek letal yaitu reaksi yang terjadi saat zat-zat fisika dan kimia mengganggu proses sel ataupun subsel pada makhluk hidup hingga kemungkinan terjadinya kematian. Efek subletal yaitu mepengaruhi kerusakan fisiologis dan perilaku namun tidak mengakibatkan kematian secara langsung. [[Terumbu karang]] akan mengalami efek letal dan subletal dimana pemulihannya memakan waktu lama dikarenakan kompleksitas dari komunitasnya.
# Kerusakan biologis, bisa merupakan efek letal dan efek subletal. Efek letal yaitu reaksi yang terjadi saat zat-zat fisika dan kimia mengganggu proses sel ataupun subsel pada makhluk hidup hingga kemungkinan terjadinya kematian. Efek subletal yaitu mepengaruhi kerusakan fisiologis dan perilaku namun tidak mengakibatkan kematian secara langsung. [[Terumbu karang]] akan mengalami efek letal dan subletal dimana pemulihannya memakan waktu lama dikarenakan kompleksitas dari komunitasnya.
#Pertumbuhan [[pitoplankton]] laut akan terhambat akibat keberadaan senyawa beracun dalam komponen minyak bumi, juga senyawa beracun yang terbentuk dari proses [[biodegradasi]]. Jika jumlah pitoplankton menurun, maka [[populasi]] ikan, [[udang]], dan kerang juga akan menurun.<ref name="laut">Saktiyono. IPA BIOLOGI, Jilid 1. Jakarta, ESIS. ISBN 979-734-523-8, 9789797345235. Hal 159.</ref> Padahal hewan-hewan tersebut dibutuhkan manusia karena memiliki nilai [[ekonomi]] dan kandungan [[protein]] yang tinggi.<ref name="laut"/>
# Pertumbuhan [[pitoplankton]] laut akan terhambat akibat keberadaan senyawa beracun dalam komponen minyak bumi, juga senyawa beracun yang terbentuk dari proses [[biodegradasi]]. Jika jumlah pitoplankton menurun, maka [[populasi]] ikan, [[udang]], dan kerang juga akan menurun.<ref name="laut">Saktiyono. IPA BIOLOGI, Jilid 1. Jakarta, ESIS. ISBN 979-734-523-8, 9789797345235. Hal 159.</ref> Padahal hewan-hewan tersebut dibutuhkan manusia karena memiliki nilai [[ekonomi]] dan kandungan [[protein]] yang tinggi.<ref name="laut"/>
#Penurunan populasi [[alga]] dan [[protozoa]] akibat kontak dengan racun ''slick'' (lapisan minyak di permukaan air). Selain itu, terjadi kematian burung-burung laut. Hal ini dikarenakan ''slick'' membuat permukaan laut lebih tenang dan menarik burung untuk hinggap di atasnya ataupun menyelam mencari makanan. Saat kontak dengan minyak, terjadi peresapan minyak ke dalam bulu dan merusak sistem kekedapan air dan isolasi, sehingga burung akan kedinginan yang pada akhirnya mati.
# Penurunan populasi [[alga]] dan [[protozoa]] akibat kontak dengan racun ''slick'' (lapisan minyak di permukaan air). Selain itu, terjadi kematian burung-burung laut. Hal ini dikarenakan ''slick'' membuat permukaan laut lebih tenang dan menarik burung untuk hinggap di atasnya ataupun menyelam mencari makanan. Saat kontak dengan minyak, terjadi peresapan minyak ke dalam bulu dan merusak sistem kekedapan air dan isolasi, sehingga burung akan kedinginan yang pada akhirnya mati.


== Pencemaran dan Penanggulangan Limbah Minyak Goreng ==
== Pencemaran dan Penanggulangan Limbah Minyak Goreng ==

Revisi per 8 Juni 2010 03.53

Limbah minyak adalah buangan yang berasal dari hasil eksplorasi produksi minyak, pemeliharaan fasilitas produksi, fasilitas penyimpanan, pemrosesan, dan tangki penyimpanan minyak pada kapal laut.[1] Limbah minyak bersifat mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, dan bersifat korosif.[1] Limbah minyak merupakan bahan berbahaya dan beracun (B3), karena sifatnya, konsentrasi maupun jumlahnya dapat mencemarkan dan membahayakan lingkungan hidup, serta kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya.[2]

Minyak bumi

Teluk Meksiko.

Pengeboran di Laut

Pada umumnya, pengeboran minyak bumi di laut menyebabkan terjadinya peledakan (blow aut)di sumur minyak. Ledakan ini mengakibatkan semburan minyak ke lokasi sekitar laut, sehingga menimbulkan pencemaran. Contohnya, pada 22 April 2010 terjadi pencemaran laut yang diakibatkan oleh pengeboran minyak di lepas pantai yang berjarak 67 km dai Lousiana, Amerika Serikat. Pengeboran minyak ini dikelola perusahaan minyak British Petroleum (BP). Ledakan itu memompa minyak mentah 8.000 barel atau 336.000 galon minyak ke perairan di sekitarnya.

Efek

  1. Rusaknya estetika pantai akibat bau dari material minyak. Residu berwarna gelap yang terdampar di pantai akan menutupi batuan, pasir, tumbuhan dan hewan. Gumpalan tar yang terbentuk dalam proses pelapukan minyak akan hanyut dan terdampar di pantai.
  2. Kerusakan biologis, bisa merupakan efek letal dan efek subletal. Efek letal yaitu reaksi yang terjadi saat zat-zat fisika dan kimia mengganggu proses sel ataupun subsel pada makhluk hidup hingga kemungkinan terjadinya kematian. Efek subletal yaitu mepengaruhi kerusakan fisiologis dan perilaku namun tidak mengakibatkan kematian secara langsung. Terumbu karang akan mengalami efek letal dan subletal dimana pemulihannya memakan waktu lama dikarenakan kompleksitas dari komunitasnya.
  3. Pertumbuhan pitoplankton laut akan terhambat akibat keberadaan senyawa beracun dalam komponen minyak bumi, juga senyawa beracun yang terbentuk dari proses biodegradasi. Jika jumlah pitoplankton menurun, maka populasi ikan, udang, dan kerang juga akan menurun.[3] Padahal hewan-hewan tersebut dibutuhkan manusia karena memiliki nilai ekonomi dan kandungan protein yang tinggi.[3]
  4. Penurunan populasi alga dan protozoa akibat kontak dengan racun slick (lapisan minyak di permukaan air). Selain itu, terjadi kematian burung-burung laut. Hal ini dikarenakan slick membuat permukaan laut lebih tenang dan menarik burung untuk hinggap di atasnya ataupun menyelam mencari makanan. Saat kontak dengan minyak, terjadi peresapan minyak ke dalam bulu dan merusak sistem kekedapan air dan isolasi, sehingga burung akan kedinginan yang pada akhirnya mati.

Pencemaran dan Penanggulangan Limbah Minyak Goreng

Minyak goreng yang saat ini banyak tersedia dan mudah didapat adalah minyak dari sawit dan kelapa[4] Namun minyak goreng bukanlah produk yang habis saat digunakan.[4] Akibatnya, semakin banyak minyak goreng yang digunakan, maka semakin banyak limbah minyak goreng yang dihasilkan.[4] Limbah minyak goreng dapat membentuk lapisan lengket yang sangat tebal di tempat- tempat penimbunan sampah.[4] Pencemaran limbah minyak goreng dapat ditanggulangi dengan cara mengurangi, membuang dan mengatasi limbah tersebut agar tidak mencemari lingkungan.[4] Beberapa cara penanggulangan limbah minyak goreng adalah:[4]

  1. Mengurangi penggunaan minyak goreng. Keuntungan yang didapatkan jika mengurangi penggunaan minyak goreng adalah tubuh menjadi sehat dan mengurangi penimbunan limbah minyak goreng.[4]
  2. Menggunakan peralatan masakan yang hemat minyak goreng.[4]
  3. Menghindari membuang minyak goreng ke saluran atau badan air, karena minyak goreng tersebut dapat membeku dan menyumbat saluran.[4] Selain itu, limbah tersebut juga dapat mencemari air sehingga mengganggu ekosistem air yang ada.[4]
  4. Melakukan daur ulang limbah minyak goreng.[4] Limbah minyak goreng dapat dijadikan bahan campuran untuk membuat bahan bakar biodiesel, sabun, cat, dan pakan hewan.[4]

Referensi

  1. ^ a b Ginting, Pedana, Ir., Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri (2007) Jakarta. MS.CV YRAMA WIDYA. Hal 17-18.
  2. ^ Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), Elqodar. Diakses pada 29 Mei 2010.
  3. ^ a b Saktiyono. IPA BIOLOGI, Jilid 1. Jakarta, ESIS. ISBN 979-734-523-8, 9789797345235. Hal 159.
  4. ^ a b c d e f g h i j k l Wolke, Robert.L. Kalo Einstein jadi Koki: sains di balik urusan dapur (2006). Jakarta, Gramedia Pustaka Utama. Hal 94.

Lihat Pula

Pranala Luar