Capres (Calo Presiden): Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 9: Baris 9:
| aproducer =
| aproducer =
| writer = Toto Hoedi
| writer = Toto Hoedi
| starring = [[Dwi Sasono]]{{br}}[[Happy Salma]]{{br}}[[Catherine Wilson]]{{br}}[[Sujiwo Tejo]]{{br}}[[Butet Kertaradjasa]]{{br}}[[Kelik Pelipur Lara]]{{br}}[[Denny Chandra]]{{br}}[[Remy Silado]]{{br}}[[Abdullah Arafah bin Syahrudin]]
| starring = [[Dwi Sasono]]{{br}}[[Happy Salma]]{{br}}[[Catherine Wilson]]{{br}}[[Sujiwo Tejo]]{{br}}[[Butet Kertaradjasa]]{{br}}[[Ucup Kelik]]{{br}}[[Denny Chandra]]{{br}}[[Remy Silado]]{{br}}[[Abdullah Arafah bin Syahrudin]]
| music =
| music =
| cinematography =
| cinematography =

Revisi per 6 November 2009 22.45

Capres (Calo Presiden)
SutradaraToto Hoedi
ProduserShankar Rs
Hasnan Abdullah
Ditulis olehToto Hoedi
PemeranDwi Sasono
Happy Salma
Catherine Wilson
Sujiwo Tejo
Butet Kertaradjasa
Ucup Kelik
Denny Chandra
Remy Silado
Abdullah Arafah bin Syahrudin
DistributorNinefx Production
Tanggal rilis
4 Juni 2009
Durasi90 menit
NegaraIndonesia

Capres (Calo Presiden) merupakan film Indonesia yang dirilis pada 4 Juni 2009 yang disutradarai oleh Toto Hoedi. Film ini dibintangi antara lain oleh Dwi Sasono, Happy Salma, Catherine Wilson, Sujiwo Tejo, Butet Kertaradjasa, Kelik Pelipur Lara, Denny Chandra, dan Remy Silado.

Sinopsis

Templat:Spoiler Berawal dari sebuah penangkapan oleh KPK yang mengakibatkan penahanan seorang pemimpin partai politik yang maju sebagai calon presiden. Akhirnya mereka memutuskan mencari orang yang bisa dijadikan boneka dengan kriteria yang kacangan dan tidak masuk akal mereka mencari pemimpin yang bisa menjadi tumbal dan hanya sebagai alat mereka mencari keuntungan dengan criteria lugu. Sampai mereka menemukan seorang staf administrasi kantor yang lugu dan mau diangkat sebagai karyawan di kantor tersebut dengan gaji 2 juta lima ratus, dia sangat bahagia sekali, dengan tugas yang sangat mudah.

Masalah muncul saat perasaan dan kata hati mulai bertanya, benarkah apa yang dia lakukan, karena dia melihat secara terang-terangan kejahatan yang di lakukan sama teman-temannya di partai. Akhirnya si jujur menang, namun ada ancaman pada saat ingin dilantik menjadi presiden. Kejujuran tidak pernah benar dalam berpolitik, karena politik tidak pernah mau jujur.[1].

Referensi

Pranala luar