Silogisme: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor pranala ke halaman disambiguasi
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
{{Sedang ditulis}}
{{Sedang ditulis}}


'''Silogisme''' adalah suatu proses penarikan [[konklusi|kesimpulan]] secara deduktif. Silogisme disusun dari dua [[proposisi]] (pernyataan) dan sebuah [[konklusi]] (kesimpulan). Sebagian para ahli [[logika]] menyebut silogisme sebagai penyimpulan tidak langsung (''immediate inference''), karena dalam silogisme menyimpulkan pengetahuan baru yang kebenarannya diambil secara [[sintesis]].
'''Silogisme''' adalah suatu proses penarikan [[kesimpulan]] secara deduktif. Silogisme disusun dari dua [[proposisi]] ([[Pernyataan majemuk|pernyataan]]) dan sebuah konklusi ([[kesimpulan]]). Sebagian para ahli [[logika]] menyebut silogisme sebagai penyimpulan tidak langsung (''immediate inference''), karena dalam silogisme menyimpulkan [[pengetahuan]] baru yang kebenarannya diambil secara [[sintesis]]. Silogisme berasal dari bahasa Yunani, yang berarti ''kesimpulan.'' Kesimpulan tersebut bisa dibangun dan ditemukan melalui dua permasalahan yang terdiri dari premis khusus dan premis umum.<ref>{{Cite web|last=Liputan6.com|date=2021-11-25|title=Silogisme adalah Metode Penalaran Deduktif, Ini Peranan, Macam-Macam, dan Contohnya|url=https://hot.liputan6.com/read/4720108/silogisme-adalah-metode-penalaran-deduktif-ini-peranan-macam-macam-dan-contohnya|website=liputan6.com|language=id|access-date=2021-12-03}}</ref>


== Sejarah ==
== Sejarah ==

Revisi per 3 Desember 2021 10.48

Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan). Sebagian para ahli logika menyebut silogisme sebagai penyimpulan tidak langsung (immediate inference), karena dalam silogisme menyimpulkan pengetahuan baru yang kebenarannya diambil secara sintesis. Silogisme berasal dari bahasa Yunani, yang berarti kesimpulan. Kesimpulan tersebut bisa dibangun dan ditemukan melalui dua permasalahan yang terdiri dari premis khusus dan premis umum.[1]

Sejarah

Silogisme tidak bisa dipisahkan dengan logika. Logika sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu "logos" yang memiliki arti perkataan. Kata "Logika" pertama kali diperkenalkan oleh tokoh bernama Zeno dari Citium. Lahirnya sebuah logika dirintis oleh golongan Sofis, Sokrates, dan Plato. Aristoteles adalah tokoh yang mengembangkan tentang logika. Ia menulis enam buku yang berkaitan dengan logika yaitu, Categoriae (berisi tentang pengertian-pengertian), De Interpretatiae (membahas tentang keputusan-keputusan), Analitica Priora (membahas tentang silogisme), Analitica Posteriora (membahas tentang pembuktian), Topika (membahas tentag teknik berdebat), dan De Sophisticis Elenchis (membahas tentang kesalahan-kesalahan dalam berpikir). Dari buku tersebutlah muncul istilah silogisme.[2]

Jenis-jenis Silogisme

Silogisme kategorik

Silogisme kategorik adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan proposisi kategorik. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan menjadi dua yaitu premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor (premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan di antara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term).

Contoh:

Semua tumbuhan membutuhkan air (premis mayor).
Akasia adalah tumbuhan (premis minor).
∴Akasia membutuhkan air (konklusi).

Hukum-hukum silogisme kategorik

  • Apabila salah satu premis bersifat partikular, maka kesimpulan harus partikular juga.

Contoh:

   Semua yang halal dimakan menyehatkan (mayor).
   Sebagian makanan tidak menyehatkan (minor).
∴ Sebagian makanan tidak halal dimakan (konklusi).
  • Apabila salah satu premis bersifat negatif, maka kesimpulannya harus negatif juga.

Contoh:

   Semua korupsi tidak disenangi (mayor).
   Sebagian pejabat korupsi (minor).
∴ Sebagian pejabat tidak disenangi (konklusi).
  • Apabila kedua premis bersifat partikular, maka tidak sah diambil kesimpulan.

Contoh:

   Beberapa politikus tidak jujur (premis 1).
   Bambang adalah politikus (premis 2).

Kedua premis tersebut tidak bisa disimpulkan. Jika dibuat kesimpulan, maka kesimpulannya hanya bersifat kemungkinan (bukan kepastian). Bambang mungkin tidak jujur (konklusi).

  • Apabila kedua premis bersifat negatif, maka tidak akan sah diambil kesimpulan. Hal ini dikarenakan tidak ada mata rantai yang menhhubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan dapat diambil jika salah satu premisnya positif.

Contoh:

   Kerbau bukan bunga mawar (premis 1).
   Kucing bukan bunga mawar (premis 2).

Kedua premis tersebut tidak mempunyai kesimpulan

  • Apabila term penengah dari suatu premis tidak tentu, maka tidak akan sah diambil kesimpulan. Contoh; semua ikan berdarah dingin. Binatang ini berdarah dingin. Maka, binatang ini adalah ikan? Mungkin saja binatang melata.
  • Term-predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term redikat yang ada pada premisnya. Apabila tidak konsisten, maka kesimpulannya akan salah.

Contoh:

   Kerbau adalah binatang.(premis 1)
   Kambing bukan kerbau.(premis 2)
∴ Kambing bukan binatang ?

Binatang pada konklusi merupakan term negatif sedangkan pada premis 1 bersifat positif

  • Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda kesimpulan menjadi lain.

Contoh:

   Bulan itu bersinar di langit.(mayor)
   Januari adalah bulan.(minor)
∴ Januari bersinar dilangit?
  • Silogisme harus terdiri tiga term, yaitu term subjek, predikat, dan term, tidak bisa diturunkan konklsinya.

Contoh:

   Kucing adalah binatang.(premis 1)
   Domba adalah binatang.(premis 2)
   Beringin adalah tumbuhan.(premis3)
   Sawo adalah tumbuhan.(premis4)

Dari premis tersebut tidak dapat diturunkan kesimpulannya

Silogisme hipotetik

Silogisme hipotetik adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi kategorik. Ada 4 (empat) macam tipe silogisme hipotetik:

  • Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent.

Contoh:

   Jika hujan saya naik becak.(mayor)
   Sekarang hujan.(minor)
∴ Saya naik becak (konklusi).
  • Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian konsekuennya.

Contoh:

   Jika hujan, bumi akan basah (mayor).
    Sekarang bumi telah basah (minor).
∴ Hujan telah turun (konklusi)
  • Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari antecedent.

Contoh:

   Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
   Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa.
∴ Kegelisahan tidak akan timbul.
  • Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya.

Contoh:

   Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah.
   Pihak penguasa tidak gelisah.
∴ Mahasiswa tidak turun ke jalanan.

Hukum-hukum Silogisme Hipotetik Mengambil konklusi dari silogisme hipotetik jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang penting menentukan kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar. Bila antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, maka hukum silogisme hipotetik adalah:

  • Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
  • Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
  • Bila B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
  • Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.

Silogisme Alternatif

Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Kesimpulannya akan menolak alternatif yang lain. Contoh:

   Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor.
   Nenek Sumi berada di Bandung.
∴ Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Bogor.

Entimen

Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan kesimpulan. Contoh entimen:

  • Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
  • Anda telah memenangkan sayembara ini, karena itu Anda berhak menerima hadiahnya.

Silogisme Disjungtif

Silogisme disjungtif adalah silogisme yang premis mayornya merupakan keputusan disyungtif sedangkan premis minornya bersifat kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor. Seperti pada silogisme hipotetik istilah premis mayor dan premis minor adalah secara analog bukan yang semestinya. Silogisme ini ada dua macam yaitu:

  • Silogisme disyungtif dalam arti sempit

Silogisme disjungtif dalam arti sempit berarti mayornya mempunyai alternatif kontradiktif. Contoh:

   Heri jujur atau berbohong.(premis1)
   Ternyata Heri berbohong.(premis2)
∴ Ia tidak jujur (konklusi).
  • Silogisme disjungtif dalam arti luas

Silogisme disyungtif dalam arti luas berarti premis mayornya mempunyai alternatif bukan kontradiktif. Contoh:

   Hasan di rumah atau di pasar.(premis1)
   Ternyata tidak di rumah.(premis2)
∴ Hasan di pasar (konklusi).

Hukum-hukum Silogisme Disjungtif

  • Silogisme disjungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya valid.

Contoh:

   Hasan berbaju putih atau tidak putih.
   Ternyata Hasan berbaju putih.
∴ Hasan bukan tidak berbaju putih.
  • Silogisme disjungtif dalam arti luas, kebenaran konklusinya adalah
  1. Bila premis minor mengakui salah satu alternatif, maka konklusinya sah (benar).

Contoh:

   Budi menjadi guru atau pelaut.
   Budi adalah guru.
∴ Maka Budi bukan pelaut.
  1. Bila premis minor mengingkari salah satu alternatif, maka konklusinya tidak sah (salah).

Contoh:

   Penjahat itu lari ke Solo atau ke Yogyakarta.
   Ternyata tidak lari ke Yogyakarta
∴ Dia lari ke Solo?

Konklusi yang salah karena bisa jadi dia lari ke kota lain.

Referensi

  1. ^ Liputan6.com (2021-11-25). "Silogisme adalah Metode Penalaran Deduktif, Ini Peranan, Macam-Macam, dan Contohnya". liputan6.com. Diakses tanggal 2021-12-03. 
  2. ^ Zulaikah, Siti (2015-11-25). "SILOGISME MATEMATIK HUBUNGANNYA DENGAN PROSES PEMBELAJARAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI (Sebuah Analisis Filosofis)" (PDF). Eprints Walisongo. hlm. 12. Diakses tanggal 2021-03-12.